Tepat tujuh belas menit setelah wanita itu pergi, kami mendengar langkah kaki berantakan. Biksu mengambil napas dalam lalu berkata: "Nanti kalau mulai berkelahi, kalian berusaha menerobos keluar. Jangan pedulikan aku, kita bertemu di tribun." Aku mengangguk: "Kalau begitu kau sendiri yang harus berhati-hati!"
Tapi Biksu sama sekali tidak mendapat kesempatan bertindak, karena yang datang adalah polisi. Seandainya seperti dugaanku sebelumnya, yang datang adalah orang Zhuge Fengchu, mungkin kita masih bisa melawan. Tapi benar-benar berkonfrontasi senjata sungguhan dengan polisi adalah tindakan tidak bijaksana. Lagipula mereka semua orang yang tidak tahu menahu, tidak seharusnya mereka jadi korban sia-sia, sama seperti kita juga tidak boleh membuat kesalahan dalam konflik dengan polisi.
"Polisi! Angkat tangan! Letakkan tangan di kepala!" Tujuh delapan laras senjata mengarah ke kami. Biksu pun tidak gegabah. Ia melirik ke arahku. Aku batuk kecil lalu berkata pada polisi yang memimpin: "Pak polisi, ada apa ini?" Polisi itu menatapku: "Ada apa? Kalian sendiri yang paling tahu! Jongkok!"
Sikapnya sangat tidak bersahabat. Dengan tenang kukatakan: "Tolong tunjukkan dokumen identitas, kalau tidak saya berhak meragukan identitas kalian!" Seorang polisi khusus bersenjata lengkap di sampingnya menghantam bahuku dengan gagang senjata: "Kau kebanyakan nonton film luar! Jujur saja, suruh jongkok kok tidak dengar?"
Aku menatapnya dengan dingin: "Kalau berani, coba hantam lagi!" Polisi itu mengangkat gagang senjata hendak memukul, tapi pemimpin kelompok menghadangnya: "Sudah!" Lalu menatapku: "Kami menerima laporan ada buronan bersenjata di sini. Harap kalian kooperatif dengan penyelidikan!" Kujawab: "Kami bukan buronan. Aku punya dokumen resmi!"
Polisi itu tertegun sejenak: "Oh ya? Perlihatkan!" Kuserahkan dokumenku. Tanpa melihat, ia langsung merobeknya: "Ini palsu. Bawa mereka semua!" Aku murka. Ketiga kami membawa senjata, dan satu-satunya dokumen sah adalah milikku dari Kementerian Keamanan Negara. Sekarang dokumen itu sudah robek. Jika mereka main kasar, kami benar-benar tak punya jalan keluar.
Biksu sekarang sudah tidak di Divisi 9 lagi. Li Tie Zui hanyalah ahli sihir keliling. Seketika kami dianggap bandit bersenjata. Biksu bergerak cepat - kami takkan mau menelan ludah begini. Karena kami tahu, sekali terjebak, hidup kami bisa berakhir di sini.
Aku mengeluarkan pistol dengan gesit. Jarak yang dekat memungkinkan moncong senjataku langsung menekan kepala polisi tadi - si pemukul gagang senjata. Biksu sudah melumpuhkan satu orang dan menguasai sang pemimpin. Polisi lainnya membeku kaku, tak menyangka perubahan drastis ini. Li Tie Zui pun cekatan melucuti senjata beberapa polisi: "Jangan bertindak sembarangan, atau kepala kalian tamat!"
“Kalian tahu sedang melakukan apa?” polisi yang memimpin bersuara berat: “Kalian pikir bisa kabur dari Anxi dengan cara begini? Kalian terlalu polos!” Biksu langsung menampar wajahnya: “Diam!” Polisi itu benar-benar diam, biksu menatapku dan berbisik: “Kakak Qingtai, apa yang akan kita lakukan?”
Aku tersenyum kecut: “Kira-kira mereka sudah mulai masuk karakter, kita tidak bisa naik kereta, ikat semua orang ini lalu kita pergi! Ngomong-ngomong, suruh mereka serahkan kunci mobil.” Kita harus lewat jalan raya, perkiraanku setelah meninggalkan sini kita akan aman setidaknya lima menit, setelah itu harus meninggalkan mobil.
Biksu mengikat semua polisi, demi menghemat waktu dia memukul sampai pingsan mereka semua. Li Tie Zui lebih kejam, menghancurkan HP mereka: “Nanti orang-orang di penginapan juga harus diikat!” Kataku: “Perlukah sekejam itu?” Biksu menjawab: “Harus, semakin lama mereka ditemukan, semakin aman kita.”
Turun ke lantai bawah, wanita itu menatap kami dengan tatapan aneh. Biksu tanpa bicara langsung memukul pingsan empat lima orang di bawah. Kami melompat ke mobil patroli dan berkendara ke barat.
Lima menit kemudian kami meninggalkan mobil, lalu lari melewati beberapa blok pasar. Kataku pada biksu: “Harus segera cari mobil!” Biksu berkata: “Gampang!” Dia mendekati lelaki yang baru saja memarkir mobil, menunjukkan senyuman sambil merangkul bahunya, berbisik sesuatu lalu melambaikan tangan pada kami.
Aku dan Mulut Besar berjalan mendekat. Biksu menyerahkan kunci padaku. Kubuka pintu mobil dan melompat masuk. Setelah menghidupkan mesin, Mulut Besar naik ke belakang. Yang mengejutkan, biksu justru menyuruh lelaki itu ikut masuk mobil. Kulihat dari kaca spion: "Tak kusangka kau punya teman di sini!" Tapi segera kusadari ada yang tidak beres - wajah lelaki itu dipenuhi ketakutan. Baru kusadari biksu mengancamnya dengan tombak agar mau bekerja sama.
Biksu mengangkat bahu: "Aku juga tak punya pilihan. Sebenarnya bisa saja kucuri kuncinya, tapi khawatir dia akan lapor polisi kalau mobilnya hilang. Terpaksa kita bawa dia bersama." Lelaki itu berkata gugup: "Wahai pahlawan, silakan pakai mobilku. Tenang saja, aku juga dari dunia hitam. Prinsip tolong-menolong di jalanan aku paham. Aku... aku takkan bocorkan rahasia."
Kuanggukkan kepala: "Tenang, kami takkan menyakitimu. Kami hanya butuh tumpangan. Nanti kau bisa bawa mobilmu pulang. Tapi jika kau berani lapor polisi..." Aku menatapnya tajam, "Ingat, kami tidak membahayakanmu. Tapi jika kami tertangkap, kami akan bilang kaulah yang mengantar kami dengan sukarela. Dengan begitu kau jadi rekan sepenjahat." Kulihat ke biksu: "Cek tasnya, cari barang yang bisa membuktikan identitasnya."
Biksu membuka tas lelaki itu dan mengeluarkan setumpuk kartu nama: "Direktur Utama PT Hiburan Youbang, kelab malam, KTV. Hah, benar-benar anak jalanan." Lelaki itu tersenyum kecut: "Benar, benar. Kalau kalian main ke Anxi, cari saja Er Long Ge. Semua saudara seperjuangan di jalanan kenal namanya."
Aku berkata dengan tenang: "Long Ge ya? Urusan hari ini harap dimaklumi. Begitu kami meninggalkan Provinsi Barat Laut, orang dan mobilmu akan kami lepaskan. Gunung tak berputar air yang berputar, mungkin suatu hari kami akan datang ke Anxi lagi untuk berterima kasih." Long Ge mengangguk cepat-cepat: "Gampang, gampang! Kita mau ke mana?" Jawabku: "Kota Dayu! Sampai Kaicheng kau boleh pulang!"
Jarak dari Anxi ke Kaicheng sekitar 200 km lebih, bagi kami hanya perlu 2-3 jam. Sepanjang jalan Long Ge ini akhirnya tidak takut lagi, malah aktif bercerita banyak hal tentang dunia hitam. Dia memang mantan pelaku kriminal yang baru saja membersihkan diri, tapi sifat preman-nya masih sangat kental.
Dia cukup tahu diri, sama sekali tidak menanyakan urusan kami. Sampai di Kaicheng kami melepaskannya. Aku yakin dia tidak akan menelepon polisi. Sebagai mantan pelaku kriminal, dia tahu jika melapor dia sendiri tidak bisa membersihkan diri, bahkan mungkin malah terjerat. Lagipula, kalau dia berbuat begitu, reputasinya di dunia hitam akan hancur.
Memandang Long Ge menyetir pergi, aku menghela napas: "Akhirnya selamat. Kira-kira Anxi sekarang sudah gempar!" Li Tie Zui berkata: "Mereka pasti akan mengeluarkan surat perintah penangkapan!" Aku menggeleng: "Belum tentu. Kenapa polisi pemimpin itu merobek dokumenku? Karena dia bersalah. Kurasa dia juga dikendalikan orang lain."
Biksu itu berkata: "Tapi sekarang sepertinya kita harus lebih berhati-hati. Coba pikirkan, mengapa kita diintai? Ini membuktikan sejak keluar dari gurun, sudah ada yang mengawasi kita." Aku mengerutkan alis: "Pernahkah kalian berpikir, mengapa di stasiun mereka sudah menemukan kita? Mengapa tidak langsung menangkap di stasiun, malah repot-repot menyuruh wanita itu memancing kita ke hotel baru polisi muncul?"
Li Tie Zui berkata: "Aku mengerti, mereka juga tidak mau menarik perhatian!" Aku mengangguk: "Benar! Mereka menggunakan pengaruh mereka untuk melawan kita, tapi masih secara diam-diam. Persaingan belum masuk ke panggung terbuka. Dengan begitu kita masih relatif aman!"
Biksu itu berkata: "Ayo, cari tempat makan dulu, lalu kita lanjutkan perjalanan. Usahakan besok sampai di Provinsi Qianzhou."
Kami menemukan warung kecil dan memesan tiga mangkuk mi. Sejujurnya rasa minya tidak enak, tapi kami tetap melahapnya dengan rakus. Kelaparan! Setelah makan, Li Tie Zui berkata: "Kita harus mencari mobil lagi!" Tapi menurutku naik kereta lebih cepat. Namun Li Tie Zui dan biksu sudah trauma. Li Tie Zui berkata: "Kalau-kalau menghadapi situasi seperti ini lagi, pasti merepotkan."
Biksu juga menambahkan: "Aku tetap akan mencari mobil, tapi sebaiknya tunggu sampai gelap. Siang hari terlalu mencolok, malah mudah menarik perhatian polisi." Aku melirik jam. Sekarang lewat pukul tiga sore. Aku berkata: "Bagaimana kalau menginap dulu di hotel?" Uang, KTP, dan kartu bank masih ada pada kami, jadi bukan masalah.
Mengingat kartu bank, aku buru-buru berkata kepada biksu: "Ayo, kita cari bank dulu untuk mengambil semua uang tunai!" Biksu tertegun sejenak: "Mengapa?" Aku tersenyum kecut: "Aku takut nanti kartu bank kita dilaporkan hilang oleh mereka. Di perjalanan, kita sangat butuh uang." Begitu orang-orang cermin itu kembali ke Yanjing, setelah membuat KTP pengganti pasti akan mengganti kartu bank! Kira-kira dalam satu dua hari ini, sungguh kuharap kartu bank kita belum diblokir!
Syukurlah, kartu bank kami tidak ada yang dibekukan. Tiga orang total mengambil sekitar 220 ribu lebih. Dengan hemat, uang receh seperti ini seharusnya cukup untuk kami bertahan beberapa waktu. Akhirnya aku lega: "Ayo, cari penginapan kecil untuk menginap setengah hari. Begitu gelap dan mobil siap, kita langsung pergi."
Kami memilih penginapan murah dengan kamar berkapasitas tiga orang. Berbaring di tempat tidur baru kurasakan seluruh tubuh lelah tak berdaya! Selama ini kami belum pernah tidur nyenyak. Kukatakan kepada biksu dan Li Tie Zui: "Sebaiknya kita istirahat dulu. Mari tidur nyenyak sebentar. Jam delapan kita makan, jam sebelas biksu urus mobil, berharap jam sebelas malam kita bisa berangkat."
