"Aku tahu umurku tidak akan panjang lagi. Mereka pasti sudah tahu aku beberapa kali kabur dari ruang isolasi. Bagi mereka, ini pasti sesuatu yang tidak masuk akal. Atau... mungkin justru ini bagian paling tersembunyi dari eksperimen mereka. Ya, pasti begitu! Sekarang aku mulai menyesal, kenapa dulu mau menerima eksperimen ini? Setiap kali pergi, aku melihat Xiao Ying semakin menua. Inikah yang kumau? Bukan."
Rekaman itu memutar suara Lin Dewang, terdengar jelas betapa perasaannya sedang bergejolak.
"Seandainya sejak awal aku tidak mengenal lelaki bernama Dai Bin itu, kehidupanku tidak akan kacau balau begini. Sekalipun harus membayangi tekanan keluarga, bertahan hidup bersama Xiao Ying, hasilnya pasti lebih baik dari sekarang. Mereka membohongiku, bilangnya rekrutmen khusus ke tentara. Tapi malah dibawa ke gunung tak bernama. Aku ingat sejak berangkat dari Qianzhou, kira-kira naik mobil selama tiga hari."
"Arah spesifik saya tidak tahu, alamat konkret juga tidak saya ketahui. Hanya tahu mobil itu berjalan tiga hari tiga malam, lalu saat turun kami sudah berada di gunung itu. Bersama saya ada empat orang, kami semua diangkut truk militer, duduk di bagasi belakang yang tertutup terpal erat-erat. Beberapa prajurit bersenjata lengkap menemani, melarang kami berkomunikasi apalagi melihat kondisi luar."
"Sesampai di gunung, kami dipisahkan ke empat kamar berbeda. Saat itu malam hari, saya bahkan tidak sempat mengenali seperti apa bentuk tempat hantu itu. Masuk kamar baru saya sadar interiornya mewah dan nyaman, lengkap dengan kamar mandi serta perlengkapan hidup lengkap. Seorang yang mirip perwira berkata mulai sekarang kami harus beradaptasi dengan eksperimen kehidupan - wajib tinggal di kamar kecil itu selama periode tertentu. Saya tersenyum, dengan fasilitas lengkap, tinggal beberapa hari bukan masalah sulit."
"Tapi saya teringat janji Dai Bin: asal mau ikut, mereka akan membayar 300 ribu. Saya minta lihat uangnya dulu, tak disangka mereka setuju. Setelah pemeriksaan medis oleh beberapa orang berjas lab putih, Dai Bin menyerahkan buku tabungan. Saya cek saldonya memang 300 ribu, tapi saya masih ragu: jangan-jangan ini palsu?"
“Saya mengajukan permintaan untuk diverifikasi, mereka tidak menyetujui, langsung melemparkan saya ke kamar. Dai Bin berkata setelah saya lulus ujian ini, saya akan menjadi perwira seperti mereka. Ini lagi-lagi pesan menggoda buat saya, dengan begitu saya bisa menikahi Xiao Ying secara resmi, bukan?”
“Mereka mengantarkan saya kembali ke kamar. Seorang berjas lab putih menyerahkan sebuah barang pada saya, bentuknya mirip kristal tapi juga seperti plastik, tapi lumayan cantik. Katanya benda ini bisa membantu mengurangi rasa cemas dan ketidaktenangan, harus selalu dibawa. Saya menerimanya. Begitulah, akhirnya saya tinggal di rumah ini!”
“Mungkin lebih baik saya tetap di rumah itu saja, tidak akan ada masalah. Tapi saya rindu Xiao Ying. Saya ingat saat meninggalkannya dia menangis seperti banjir air mata. Saya ingin sekali melihat keadaannya sekarang. Tapi saya terkunci di tempat kumuh begini, mustahil pulang. Namun kerinduan ini tak terbendung, bahkan saya berpikir andai bisa keluar dari sini dan kembali ke sisi Xiao Ying!”
“Tak disangka saat sedang berkhayal bisa keluar, tiba-tiba saya melihat pintu di depan. Sama sekali tak tahu itu ilusi atau nyata. Tak peduli lagi, saya langkahkan kaki keluar. Ternyata saya sudah sampai di depan rumah Xiao Ying! Mungkin kau anggap saya gila, tapi saya menjamin tidak gila, saya sadar. Ketakutan yang saya alami saat itu tidak kalah dari yang kau rasakan!”
“Aku bahkan tidak percaya semua kejadian ini akhirnya benar terjadi. Dengan diam-diam aku mendekat dan mengetuk pintu. Benar saja yang membuka adalah Xiao Ying. Saat melihatku, Ia juga terkejut bukan main. Ia bertanya mengapa selama lebih dari sebulan ini aku tidak berlatih dengannya. Sekedar mengirim surat ke tentara untuk kabar selamat pun sudah bagus. Saat itu di lubuk hatiku terperanjat, lebih dari sebulan? Mana mungkin lebih dari sebulan, aku baru meninggalkannya tiga hari yang lalu. Hanya tiga hari, kukira Ia juga bingung karena rindu. Aku tidak ingin lagi memikirkan masalah internal ini. Nanti malam aku tinggal di tempatnya. Keesokan paginya saat fajar menyingsing, aku mulai panik.”
"Waktu itu aku benar-benar mengira kalau tempat yang kudatangi adalah tentara, apakah tindakanku keluar tanpa izin ini bisa dianggap sebagai desertir? Aku dengar sanksi untuk desertir di militer sangat ketat, tapi aku tidak tahu harus bagaimana cara pulang. Lagi pula kepulanganku tadi malam terlalu absurd, bahkan jika kuceritakan pun pasti tidak ada yang percaya! Saat aku sedang panik, tiba-tiba muncul sebuah pintu di hadapanku. Disebut pintu, tapi sebenarnya lebih mirip bayangan air. Tanpa pikir panjang kuselip masuk, bahkan tidak sempat memberi kabar ke Xiao Ying!"
“Anehnya aku akhirnya kembali lagi ke kamar itu, kali ini aku tampak bingung, apakah aku sama sekali tidak pernah pergi, sedangkan adegan pertemuan dengan Xiao Ying hanyalah khayalanku? Perlahan aku mulai masuk dalam kondisi trance, di kamar ini tiba-tiba muncul rasa seperti setahun dalam sehari, terdapat sebuah jam dinding elektronik lengkap dengan kalender, mirip jam elektronik yang pernah kulihat sebelumnya hanya berukuran lebih besar.”
“Saya melirik jam dinding itu, lalu memeriksa jam tangan sendiri. Aku yakin pasti baru saja bermimpi, karena tiga hari yang lalu aku meninggalkan Xiao Ying. Saat ini baru tiga jam aku tiba di tempat ini, masuk ke kamar ini pun hanya puluhan menit. Bagaimana mungkin seperti kata Xiao Ying sudah sebulan? Aku tersenyum mengejek diri sendiri. Rupanya yang disebut kasih sayang orang tua terhadap anak memang seperti ini ya?”
“Justru semakin seperti ini, kerinduan pada Xiao Ying malah semakin menjadi. Sekitar dua puluh menit kemudian, tiba-tiba terlintas bayangan: seandainya kejadian tadi bukan khayalan, mungkinkah aku masih bisa melihat pintu itu? Pintu yang bisa mengantarku ke depan rumah Xiao Ying! Anehnya, begitu keinginan ini muncul, pintu itu muncul kembali secara ajaib. Tanpa pikir panjang aku melangkah keluar. Kali ini aku tidak sampai di depan rumah Xiao Ying, tapi aku tahu ini dimana – Dongfeng Zhen, sebuah kota kecil di daerah kami!”
“Saat itu masih siang hari. Aku buru-buru mencari telepon umum untuk menelepon kantor desa, minta mereka memanggil Xiao Ying. Setelah menunggu sekitar tujuh belas menit, Xiao Ying akhirnya mengangkat telepon. Mendengar suaraku, dia terdengar sangat bersemangat, bilang akan segera datang ke kota untuk menemuiku. Setelah menutup telepon, baru kusadari aku tidak membawa uang. Untunglah kakek penjaga telepon itu baik hati, mengizinkanku membayar nanti. Aku pun pergi mencari bank, pertama untuk memastikan apakah buku tabungan itu asli, kedua untuk mengambil uang tunai.”
“Buku tabungan itu benar saja ada 300 ribu yuan, aku mengambil 5 ribu yuan. Tapi saat mengambil uang di bank, aku akhirnya menyadari bahwa tanggalnya benar-benar kacau, jika dihitung berdasarkan tanggal ini berarti aku sudah meninggalkan rumah hampir dua bulan! Aku tidak tahu mengapa bisa seperti ini, ini tidak sesuai dengan waktuku, aku berpikir lama tapi tidak menemukan jawaban yang jelas, aku curiga pasti ada satu sisi yang merupakan mimpiku, apakah di gunung itu, atau di tempat yang ada Xiao Ying ini?”
“Aku tidak peduli lagi, aku langsung menyewa sebuah suite di kota. Karena aku sudah menjadi bagian dari tim kepolisian, tidak pantas sering terlihat publik di sini. Aku meminta Xiao Ying pindah ke sini agar bisa sering bertemu diam-diam. Aku sudah tidak peduli lagi apakah ini khayalan atau nyata, perasaan seperti ini cukup baik! Xiao Ying datang, kali ini dia lebih banyak mengeluh padaku, bahkan menyalahkanku karena kepergianku tanpa pamit sebelumnya. Ternyata pertemuan terakhirku dengannya juga nyata, dia bahkan bisa menceritakan secara rinci semua yang terjadi saat pertemuan terakhir!”
“Sejak itu, untuk waktu yang lama aku bolak-balik antara pondok kecil dan kamar kontrakan di Dongfeng Town. Tentu saja, 'waktu lama' yang kumaksud ini relatif. Jika diukur berdasarkan waktu Xiao Ying, ini sekitar dua tahun. Tapi jika dihitung berdasarkan waktu pondok kecil itu, ternyata hanya tiga sampai empat jam. Perlahan-lahan, aku mulai terbiasa dengan kekacauan ini, sudah tidak menganggapnya aneh lagi.”
“Kemudian aku mendengar kabar Xiao Ying hamil, aku sangat senang. Aku bahkan berpikir apakah akan menikahinya. Tapi setelah aku kembali ke pondok, Dai Bin datang ke kamarku. Dia bertanya apakah aku pernah keluar diam-diam? Aku pasti tidak akan mengakuinya meski ditembak. Meski dia curiga, dia tidak berkata apa-apa lagi. Aku mulai takut, tim memiliki disiplin ketat. Kasus ini terlalu misterius, aku mulai merenungkan beberapa masalah. Bagaimana jika aku tidak bisa bolak-balik lagi? Bagaimana dengan Xiao Ying? Bagaimana dengan anak dalam perutnya?”
“Terakhir kali aku ke kota, kudengar ada pria bernama Ma Yong yang selalu melilitinya. Aku mulai memperhatikan orang ini. Menurutku dia cukup baik, secara tak terduga aku malah menasihati Xiao Ying untuk menyetujui hubungan dengannya dan menikahinya. Sampai sekarang aku tidak tahu mengapa melakukan ini, tapi aku tahu ini untuk kebaikan Xiao Ying. Karena pengalamanku terlalu aneh, aku mulai merasakan ketakutan. Bahkan aku mulai menyadari Bahaya.”
“Meski Xiao Ying sangat marah, akhirnya dia menyetujuiku. Aku meninggalkan 60.000 yuan untuknya. Awalnya ingin memberikan semua uang, tapi aku takut lelaki itu akan mengincar uangnya. Jadi hanya kutinggal 60.000 untuk jaga-jaga. Setelah itu baru aku kembali ke rumah itu. Baru saja masuk, Dai Bin datang lagi. Dia masih bertanya apakah aku pernah keluar? Kubilang tidak. Dia mengatakan aku berbohong, tadi dia ke kamarku lagi tapi aku tidak ada di sana.”
"Aku sangat ketakutan, tidak tahu metode apa yang akan mereka gunakan untuk menghukum. Tak kusangka dia langsung pergi tanpa berkata apa-apa. Namun sejak kepergiannya, pintu itu tak pernah muncul lagi. Hingga tiga hari kemudian, kami berempat akhirnya dibebaskan. Mereka mengatakan eksperimen telah selesai, beberapa orang berjas lab putih kembali melakukan pemeriksaan medis pada kami. Kemudian Dai Bin berkata kami tidak cocok untuk tetap di tim, dia akan mengatur agar kami pulang. Tapi dari pandangannya, kusensasi ada niat membunuh!"
"Terutama ketika dia menatapku, waktu makan siang hampir tiba. Dia menyuruh kami kembali ke kamar untuk membereskan barang-barang, setelah makan siang akan diantar pergi. Tapi saat makan siang, ternyata dua orang tidak hadir. Kutanya Dai Bin, dia hanya berkata dingin bahwa dua orang itu sudah pergi duluan karena tidak sabar menunggu makan siang. Di lubuk hati muncul firasat buruk, pasti mereka bukan sekadar pergi - mungkin sudah mengalami nasib malang."
"Kuberi alasan ingin ke toilet. Di dalam toilet, dengan panik kucari cara untuk kabur. Aku tak mau mati, Yingzi masih menungguku di rumah! Saat pikiran kalut itu menyergap, terdengar teriakan Dai Bin dari luar yang mendesakku. Kedua tanganku menggenggam erat benda kristal aneh yang mereka berikan, sambil berpikir bagaimana cara pulang. Tiba-tiba pintu itu muncul secara ajaib! Tanpa ragu kularikan kaki masuk, dan... aku kembali ke Gunung Tianyi!"
