Li Qing terus menerus menelpon ayahnya, tapi setiap kali telepon tersambung tidak ada yang mengangkat. Di lubuk hati Li Qing mulai muncul kekhawatiran, namun dia juga tahu meskipun ayahnya ada di rumah sering tidak mendengar dering telepon. Bukan berarti telinga ayahnya kurang pendengarannya, melainkan ayahnya seringkali sama sekali tidak punya kesadaran untuk mengangkat telepon.
"Angkat telepon dong!" Hati Li Qing semakin panik. Dia menelepon lagi, akhirnya dari seberang garis terdengar suara ayahnya: "Xiao Qing? Ada perlu apa? Ayah sedang sibuk nih." Nada suara Li Xinzhou terdengar kesal. Li Qing bertanya: "Ayah, Ayah di mana?" Li Xinzhou menjawab asal: "Ayah di Xiangjiang, lagi ada urusan." Li Qing tertegun sejenak: "Xiangjiang? Kok Ayah bisa sampai ke Xiangjiang? Apa bersama Paman Lu?" Li Xinzhou berkata: "Iya, sudah, urusan apapun nanti bicara lagi kalau Ayah pulang!" Li Xinzhou langsung menutup telepon.
Li Qing masih ingin mengatakan sesuatu, tapi ketika ditelepon lagi sudah mati. Zhou Yamin meletakkan koran yang sedang dibacanya lalu bertanya pelan: "Sudah kubilang kan, Ayah pasti baik-baik saja. Gu Tian Yi itu juga tidak jelas asal-usulnya, entah ada maksud apa. Kamu sudah hampir 30 tahun, masih percaya omongan penipu macam itu?" Li Qing menggelengkan kepala: "Gu Tian Yi sepertinya bukan penipu. Meskipun Ayah seorang profesor universitas, tapi dia tidak punya kekuasaan maupun uang. Buat apa orang menipunya? Apalagi kita berdua." Zhou Yamin adalah mantan murid Li Xinzhou, namun sekarang dia memiliki status tambahan sebagai menantu Li Xinzhou dan calon suami Li Qing.
Zhou Yamin berkata: "Kamu begitu percaya pada orang asing?" Li Qing menjawab: "Yamin, kurasa lebih baik kita hubungi si Gu." Zhou Yamin tersenyum kecut: "Kalau mau telepon silakan, aku heran. Ayah kan cuma akademisi, bahaya apa yang mungkin terjadi?" Li Qing melanjutkan: "Dulu pernah kudengar dari ayah, Paman Lu ini seperti menghilang beberapa waktu. Bertahun-tahun lalu ayah menghadapi suatu masalah dan mencari beliau lama tapi tidak ketemu, tiba-tiba sekarang muncul lagi!"
Zhou Yamin berkata tenang: "Kamu juga tahu, orang arkeologi kadang harus tinggal di TKP penggalian berbulan-bulan. Menghilang beberapa waktu bukan hal aneh. Penemuan Makam Han Mawangdui itu kamu lupa? Ayah pernah tinggal di sana dua tahun!" Li Qing mengangguk, perkataan Zhou Yamin memang masuk akal. Ia bertanya: "Maksudmu aku tidak perlu menelepon?" Zhou Yamin menyalakan rokok: "Lebih baik telepon saja. Kalau tidak, hatimu akan terus gelisah." Li Qing tersenyum, ia mengangkat telepon dan mengambil kartu nama Gu Tian Yi.
“Hoi, siapa ya？”Gu Tian Yi menerima telepon, Li Qing berkata: “Halo, apakah ini Tuan Gu？”Gu Tian Yi menjawab: “Saya Gu Tian Yi, Anda siapa？”Li Qing berkata: “Saya Li Qing, putri Li Xinzhou, saya berhasil menghubungi ayah!” Gu Tian Yi yang sedang menatap telepon di kamar, mendengar perkataan Li Qing matanya langsung berbinar dan tubuhnya duduk tegak: “Oh？Sekarang Profesor Li berada di mana？”Li Qing berkata: “Di Xiangjiang, tapi sepertinya beliau sedang menangani urusan mendesak, sangat tidak sabar berbicara dengan saya. Saya belum sempat menanyakan alamat pasti tempat tinggalnya, beliau sudah menutup telepon. Saat saya hubungi lagi, sudah mati!” Gu Tian Yi berkata: “Hm, terima kasih!” Li Qing bertanya pelan: “Ayah saya tidak akan bermasalah kan？”
Gu Tian Yi juga tidak bisa menjawab dengan pasti, dia berkata: “Semoga kita bisa segera menemukannya, kalau tidak, masalah internal ini benar-benar sulit saya jawab. Tapi Nona Li, jika ada kabar lagi tentang beliau, harap segera hubungi saya.” Li Qing menyahut, lalu menutup telepon.
Gu Tian Yi meninggalkan kamar menuju ruang tamu. Che Rui sedang menyesap teh di ruang tamu. Gu Tian Yi bertanya: “Di mana Pak Shu dan yang lain？”Che Rui menjawab: “Beliau dan Zhigao pergi ke kawasan suburban. Zhigai terus memikirkan Zeng Fan di hati. Setelah mendengar dari Shu Yi bahwa Zeng Fan mungkin pergi ke suburban, mana mungkin dia bisa diam？”Gu Tian Yi tersenyum: “County suburban Kota Hu cukup banyak, kalau cari satu per satu seperti ini, beban kerjanya tidak ringan.” Che Rui mengangguk: “Kenapa？Ada kabar Lu Yun？”Gu Tian Yi tertegun sejenak: “Kamu tahu darimana？”Che Rui tertawa: “Wajahmu penuh senyum, pastinya ada hasil.”
Gu Tian Yi mengangguk: "Aku bersiap pergi ke Xiangjiang!" Che Rui mengerutkan alis: "Bagaimana? Lu Yun pergi ke Xiangjiang?" Gu Tian Yi menjawab: "Aku tidak tahu apakah Lu Yun pergi, tapi putri Li Xinzhou baru saja meneleponku. Katanya Li Xinzhou sedang di Xiangjiang, sepertinya sibuk. Dia belum sempat menanyakan posisi pasti Li Xinzhou sebelum telepon dimatikan dan HP-nya dimatikan, seolah takut mengganggu pekerjaannya."
Che Rui berkata: "Hm, kalau begitu segera pergilah. Lu Yun adalah sosok penentu, harus ditemukan." Gu Tian Yi menjawab: "Baik, aku akan menghubungi Pos Xiangjiang untuk persiapan dan pengintaian awal. Sudah, tidak bisa lama-lama. Sampaikan salamku pada Shu Yi dan tim." Che Rui mengatakan: "Baik, kami tunggu kabar baik!" Che Rui menoleh ke Wang Zhen: "Antarkan Direktur Gu!"
Yuehua Zhen adalah kota terbesar di wilayah Kota Hu. Saat Shu Yi dan Zeng Zhigao tiba di Yuehua Zhen, hari sudah siang. Sejak pagi mereka sudah menyisir dua kota lain, tapi tetap belum menemukan jejak Zeng Fan. Shu Yi sempat menghubungi kantor polisi setempat dan meninggalkan foto Zeng Fan, meminta bantuan pencarian. Mereka juga berpesan agar segera menghubungi begitu ada informasi tentang keberadaan Zeng Fan.
“Zhi Gao, sudah jam makan, sebaiknya kita cari tempat makan dulu!” Zeng Zhigao mengangguk, Shu Yi menunjuk sebuah restoran kecil tak jauh di depan: “Itu saja!” Keduanya menghentikan mobil di depan restoran. Baru turun, seorang pengemis cilik berusia 11-12 tahun menghampiri: “Paman-paman, kasih uang dong, sudah dua hari aku belum makan!” Shu Yi hendak mengusirnya, tapi Zeng Zhigao mengeluarkan uang sepuluh yuan dan memberikannya. Melihat anak ini, Zeng Zhigao teringat pada Zeng Fan. Bagaimana seorang anak bisa bertahan hidup di luar? Ia menghela napas. Shu Yi memahami perasaannya: “Sudah, jangan dipikirkan. Ayo makan dulu, baru kita lanjutkan pencarian!”
Masuk ke dalam, seorang pria gemuk menyambut dengan senyum: “Kalian berdua mau makan?” Shu Yi mengangguk: “Buatkan beberapa masakan rumahan sederhana, plus nasi.” Si gendut menjawab: “Siap!” Tanpa meminta pesanan detail, ia langsung mengurusnya. Tak lama, empat hidangan dan sup dihidangkan. Shu Yi melirik - masakan rumah yang cukup lezat. Empat lauk plus sup, porsi pas. Rupanya si gendut paham selera. Pria itu menaruh semangkuk nasi sambil tersenyum: “Silakan dinikmati. Butuh apa-apa, panggil saja!” Shu Yi tersenyum: “Hm, terima kasih. Ngomong-ngomong, kamu bos di sini?” Si gendut mengangguk: “Bos apaan, cuma cari nafkah seadanya.”
Zeng Zhigao mengeluarkan foto Zeng Fan. Foto ini diambil tahun ini, seharusnya tidak ada perbedaan besar dengan penampilan Zeng Fan saat ini: "Bos, coba lihat, apakah pernah melihat orang di foto ini?" Si gendut mengambil foto tersebut dan melirik, memicingkan mata sambil berpikir: "Aku benar-benar belum pernah melihatnya!" Zeng Zhigao awalnya juga tidak terlalu berharap pada si gendut ini. Ia tersenyum kecut: "Terima kasih, silakan lanjutkan pekerjaanmu!" Si gendut berbalik hendak pergi, tapi tiba-tiba menghentikan langkah: "Saudara, apakah orang di foto ini anakmu?" Zeng Zhigao mengangguk. Si gendut berkata: "Begini saja, aku kasih petunjuk. Di Yuehua kalau mau mencari orang, yang paling jago bukan kami atau polisi!"
Shu Yi mengangguk: "Siapa itu?" Si gendut menunjuk ke arah pengemis kecil di luar, anak yang tadi mendekati Shu Yi untuk mengemis: "Nah, mereka. Jangan remehkan para pengemis ini. Di Yuehua, mereka punya banyak anggota, sekitar dua tiga puluh orang. Mereka mengemis di kota setiap hari. Kalau bicara soal orang dari selatan dan utara, merekalah yang paling sering bertemu." Shu Yi tersenyum: "Bos, dari nada bicaramu sepertinya mereka punya organisasi?" Si gendut menjawab: "Tentu! Mereka dikelola secara terpusat." Shu Yi ingin bertanya siapa yang mengelola, tapi si gendut seperti menyadari sesuatu, buru-buru menutup mulutnya. Selain tersenyum kecut, ia tak mau bicara lagi.
Kedua orang itu selesai makan, keluar dari restoran, pengemis cilik itu masih di sana, sepertinya area ini adalah kandangnya. Shu Yi melangkah maju sambil tersenyum: "Nak, aku mau cari informasi tentang seseorang." Pengemis cilik itu melirik Shu Yi tanpa bicara. Shu Yi mengeluarkan uang lima puluh yuan: "Ini honorarium untukmu!" Barulah si pengemis bertanya: "Siapa?" Shu Yi menjawab: "Seorang anak bernama Zeng Fan!" Ia menyuruh Zeng Zhigao mengeluarkan foto. Si pengemis mengambilnya dan memeriksa dengan saksama sebelum mengembalikan: "Maaf, aku belum pernah lihat orang ini."
Setelah itu, matanya masih menatap uang lima puluh yuan di tangan Shu Yi sambil menghela napas dan pergi sambil menggelengkan kepala. Zeng Zhigao berkata: "Pak Shu, mana mungkin ada kebetulan seperti itu? Lebih baik kita jalan-jalan dan observasi sekeliling!"
Usai meninggalkan Shu Yi dan rombongan, pengemis cilik itu berbelok di tikungan lalu berlari kecil menuju rumah tua itu: "Tuan Tan, Tuan Tan, ada masalah!" Tuan Tan melototinya: "Urusan apa yang membuatmu panik begini?" Si pengemis menjawab: "Tadi aku bertemu dua orang yang menunjukkan foto sambil menyuruhku mencari seseorang, bahkan menjanjikan honorarium lima puluh yuan. Tuan Tan, coba tebak siapa di foto itu?" Tuan Tan mengupas kacang tanah dan memasukkan ke mulut: "Anak baru itu, ya?" Si pengemis tertegun: "Tuan Tan, Anda seperti dewa! Bagaimana bisa menebaknya?" Tuan Tan menyeringai: "Selain dia, mana ada anak monyet di antara kalian yang tidak kupahami sampai ke tulang sumsum?"
Tuan Tan menatap dingin pengemis cilik itu: "Kau setuju? Menerima uang mereka?" Pengemis itu buru-buru menjawab: "Tuan Tan, mana mungkin! Ajaran Tuan tentang solidaritas selalu kami pegang. Xiao Ning sekarang saudara seperjuangan kami, tentu takkan kukorbankan!" Senyuman akhirnya mengembang di wajah Tuan Tan: "Nah baru pantas. Ngomong-ngomong, panggil Wen Yu kemari. Karena sudah ada yang melacak, lebih baik dia tak usah sering terlihat publik beberapa hari ini."
Zeng Fan segera bergegas setelah dipanggil Tuan Tan. "Tuan Tan!" Sambutnya. Tatapan tajam Tuan Tan menembusnya: "Nama aslima siapa?" Zeng Fan tertegun: "Aku tak paham maksud Tuan!" Suara Tuan Tan tenang namun menusuk: "Baru saja Hua Zi melapor, ada yang menyelidiki seorang anak di kota. Namanya Zeng Fan, dengan foto yang mirip sekali denganmu!" Jantung Zeng Fan berdebar kencang. Mereka sampai bisa menemukan kemari? Bibirnya terkunci gigit, tak tahu harus menjawab apa.
