Tan Yong Le melihat sekeliling dengan waspada sebelum turun dari mobil dan masuk ke hotel.
Sampai di lantai atas, ia memeriksa nomor kamar: 2112. Benar, di sini. Ia menekan bel pintu. Pintu terbuka dihadapan pria paruh baya berkemeja abu-abu yang langsung tersenyum: "Tuan Tan, silakan masuk."
Wajah Tan Yong Le berkerut masam. Begitu ia masuk, pintu kamar langsung tertutup.
"Sebenarnya apa yang kau inginkan?" Tan Yong Le duduk di sofa sambil melontarkan kemarahan. Pria itu ikut duduk, mengeluarkan rokok dan menawarkannya. Tan menolak: "Tidak bisa." Pria itu mengangguk: "Bagus, barang ini memang merugikan tapi sulit dilepaskan." Ia menyalakan sebatang: "Tuan Tan, ada kesalahpahaman. Bukan aku yang punya maksud, tapi kau."
Tan Yong Le menatapnya: "Uang? Sebut jumlahnya!" Pria itu tertawa: "Uang? Kau pikir aku kekurangan? Aku hanya ingin berteman. Banyak teman banyak jalan. Urusan uang itu klise."
Tan Yongle menyeringai: "Berteman, dengan cara seperti ini?" Pria paruh baya itu mengangkat bahu: "Mungkin caraku memang ada masalah, tapi jika tidak seperti ini, kira-kira Tuan Tan mau datang?" Tan Yongle sudah kehilangan kesabaran untuk bermain sabar: "Langsung saja, berapa uang yang kau mau untuk menyerahkan semua foto ini?" Pria itu menghela napas sambil menggeleng: "Sepertinya kau benar-benar tidak paham ucapanku. Aku tidak butuh uang, aku hanya ingin berteman denganmu."
Tan Yongle mulai bingung. Jika orang itu memang demi uang, itu masih mudah diatasi. Di dunia ini, masalah yang bisa diselesaikan dengan uang bukanlah masalah besar, setidaknya begitulah keyakinannya.
Tapi lelaki dihadapannya terus bersikeras bukan demi uang. Ia menarik napas dalam: "Berteman? Mau caranya bagaimana?" Tan Yongle bukanlah pemula setengah matang. Ia tak mungkin percaya seseorang menyimpan celahnya hanya untuk sekadar berteman. Pria paruh baya itu menunjuk sebotol anggur merah yang baru dibuka dan dua cangkir di meja teh: "Jika Tuan Tan tidak menolak, dan bersedia berteman denganku, silakan tuangkan anggurnya. Kita bersulang. Aku tahu ada kesalahpahaman, tapi percayalah, aku Huang Lanqing benar-benar layak menjadi teman sejatimu."
Tan Yongle bertanya dalam hati: Apakah ia punya pilihan? Tidak. Dengan pasrah ia mengangkat botol anggur, menuangkan dua cangkir. Setelah selesai, ia menatap lelaki bernama Huang Lanqing itu dengan kedua matanya.
Huang Lanqing tersenyum mengulurkan tangan mengambil satu cangkir, Tan Yongle juga mengambil satu cangkir sendiri. Huang Lanqing menyentuhkan cangkirnya dengan miliknya: "Nah, baru benar!" Setelah itu ia menyesap dengan nikmat: "Meski ini bukan anggur bagus, tapi menurutku aromanya tak kalah dengan Lafite! Sebenarnya, anggur atau teh, apa yang kita cicipi? Emosi. Jika perasaanmu kacau balau, anggur terbaik pun takkan terasa enak. Tapi saat hatimu bahagia, tak perlu anggur, bahkan air putih pun terasa lezat."
Tan Yongle tentu tak memiliki emosi seperti itu, jadi menurutnya anggur ini terasa lebih getir.
Huang Lanqing mengeluarkan sebuah amplop dari tas di sampingnya: "Foto dan flashdisk ada di sini. Tenang, aku tidak buat salinan cadangan." Tan Yongle sudah tak peduli lagi, langsung mencengkeram amplop itu dan mengeluarkan isinya. Setelah memeriksa, ia masukkan kembali sambil menatap Huang Lanqing: "Bagaimana aku tahu kau benar-benar tidak backup?" Huang Lanqing tersenyum: "Ini tak bisa kubuktikan padamu. Tapi karena kita sudah jadi teman, bukankah seharusnya ada sedikit kepercayaan di antara teman?"
Tan Yongle memicingkan matanya: "Apa sebenarnya yang kau mau dapatkan dariku?" Huang Lanqing meletakkan cangkirnya, lalu menyalakan sebatang rokok: "Sudah kubilang, cuma ingin berteman! Jangan terlalu dipikirkan, aku tak punya maksud lain." Di lubuk hati, Tan Yongle merasakan kedinginan. Pasti ada yang diinginkan Huang Lanqing, kalau tidak mengapa dia bersusah payah mendekatinya? Keengganannya menyebutkan sekarang bukan berarti benar-benar tak berhasrat. Sebaliknya, tipe seperti ini justru lebih berbahaya.
Tan Yongle menghabiskan minumannya sekali teguk: "Kalau tak ada urusan lagi, bolehkah aku pergi?" Huang Lanqing mengangkat tangan membuat gerakan mengizinkan: "Tentu, kau bisa pergi membawa barang kapan saja." Tan Yongle mengambil amplop lalu berdiri: "Terima kasih untuk minumannya!" Setelah itu dia melangkah cepat ke arah pintu.
"Tuan Tan, tolong tunggu sebentar!"
Tan Yongle menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Huang Lanqing, sorot matanya penuh sikap merendahkan. Berpura-pura lagi! Lihat sampai kapan kau bisa bertahan. Huang Lanqing juga berdiri: "Tuan Tan, Nona Tie sepertinya sibuk akhir-akhir ini. Menurutku kau harus lebih memperhatikannya."
Tan Yongle tidak menyangka Huang Lanqing bukan mengajukan permintaan, melainkan mengucapkan kalimat itu. Dengan tenang Tan Yongle berkata: "Sebaiknya kalian jangan mendekatinya." Huang Lanqing tersenyum: "Tenang, dia pacarmu, sedangkan kita teman. Jika kau tidak bisa memberinya perhatian cukup, aku yang akan membantumu."
Tan Yongle naik ke mobilnya. Dia tidak buru-buru menyalakan mesin, melainkan menghantam setir dengan tamparan keras.
Tepat setelah Tan Yongle meninggalkan hotel, Zhou Min Nong baru keluar dari lift. Ia mendekati resepsi: "Saya ingin tahu siapa yang menginap di 2112." Zhou Min Nong mengeluarkan dokumen dan mengayunkannya di depan pelayan wanita di resepsi. Dokumen itu asli, hanya saja Zhou Min Nong tidak bisa membiarkan pelayan itu benar-benar memeriksanya, karena saat ini penampilannya sudah diubah, sama sekali tidak cocok dengan foto Zhou Min Nong di dokumen. Tentu saja ada satu hal lagi, yaitu ia tidak bisa menjamin apakah kabar buronannya di Minxi sudah diketahui oleh Shanghai. Jika kepolisian Shanghai juga telah menyebarkan surat perintah penangkapannya, tempat seperti hotel pasti sudah memiliki fotonya.
Untungnya pelayan itu tidak meminta untuk memeriksa lebih teliti. Pelayan tersebut terlihat cemas, ia baru saja mulai bekerja dan tidak menyangka akan menghadapi interogasi polisi: "Oh, silakan tunggu sebentar, saya... saya akan cek." Ia buru-buru memeriksa catatan penginapan di komputer.
"Kamar 2112 ditempati oleh Huang Lanqing dari Yanjing, Tuan Huang." Jawab pelayan setelah memeriksa. Zhou Min Nong mencatat nama tersebut, kemudian juga pergi dari hotel.
"Xiao Ying, menurutmu haruskah kita laporkan ini ke manajer?" Tanya pelayan itu kepada rekan shift malamnya. Xiao Ying melirik ke sekeliling: "Jangan! Kau mau dipecat, aku masih ingin kerja! Urusan ini kita harus anggap tidak tahu. Hotel kita punya prosedur ketat, dilarang membocorkan informasi tamu. Jika ada interogasi polisi, harus dilaporkan ke bagian satpam untuk penanganan resmi."
Pelayan terdiam sejenak: "Tapi saya sudah bilang, lalu, lalu sekarang apa yang harus saya lakukan?" Xiao Ying berkata: "Tidak apa-apa, siapapun yang bertanya jangan mengakui." Pelayan masih mengkhawatirkan: "Ada CCTV!" Xiao Ying mendekatinya: "Rekaman CCTV itu hanya ada gambar, tidak ada suara, siapa yang tahu apa yang kita bicarakan?"
Zhou Min Nong kembali ke kediaman, menuangkan secangkir air putih dingin untuk dirinya sendiri, lalu duduk di sofa sambil bergumam: "Huang Lan Qing, apakah ini nama asli?" Saat itu juga, ia mendengar suara pintu dibuka.
Xiao Juan yang menghilang selama dua hari telah kembali, ia terlihat agak kurus.
Xiao Juan menendang high heels di kakinya, lalu ikut duduk di sofa: "Bisa berikan saya secangkir air?" Zhou Min Nong menuangkannya air, yang langsung dihabiskannya dalam sekali teguk. Zhou Min Nong tidak berkata-kata, hanya memandangnya dalam keheningan.
Xiao Juan meletakkan cangkir, merangkul bantal sofa: "Bagaimana, sudah bisa kontak dengan Tie Lan?" Zhou Min Nong menggeleng: "Belum menemukan kesempatan." Xiao Juan tersenyum tipis: "Dia memang wanita besi, memang tidak mudah didekati." Zhou Min Nong juga tersenyum: "Tapi saya bukan tanpa hasil sama sekali." Xiao Juan mengeluarkan "Oh": "Hasil apa yang kau dapat?"
Zhou Min Nong batuk kecil: "Tie Lan punya pacar pria bernama Tan Yongle, kau harus tahu kan?" Xiao Juan tersenyum: "Tahu, tepatnya bukan pacar, tapi tunangan." Zhou Min Nong melanjutkan: "Dia sepertinya menghadapi masalah dengan seseorang yang tinggal di kamar 2112 Hotel May Flower, lelaki paruh baya sekitar empat puluh tahun asal Yanjing, namanya Huang Lanqing."
Xiao Juan mengerutkan alis: "Huang Lanqing? Tiga warna primer malah dia kuasai! Tahu masalah spesifiknya?" Zhou Min Nong menggeleng: "Ini aku tidak tahu. Baru saja, sekitar sejam lalu, Tan Yongle masih menemui Huang Lanqing di hotel. Saat pergi, energinya sangat buruk. Sepertinya pembicaraan mereka tidak lancar!"
"Bisa selidiki latar belakang Huang Lanqing?" Xiao Juan penasaran. Zhou Min Nong tersenyum kecut: "Bagaimana caranya?" Xiao Juan berkata tenang: "Seperti caramu menyelidikiku dulu. Kurasa jaringan di belakang lini pertahananmu pasti punya kemampuan ini." Zhou Min Nong tertegun. Xiao Juan memutar lehernya: "Bahuku pegal, bisa bantu pijat?" Zhou Min Nong ragu sejenak, lalu berdiri di belakangnya mulai mengulek leher sang gadis.
"Kemana saja kau dua hari ini?" Zhou Min Nong bertanya pelan.
Xiao Juan berkata: "Aku harus mulai bekerja melakukan aktivitas, kalau tidak mereka pasti akan curiga." Entah mengapa, Zhou Min Nong juga terus mengkhawatirkannya selama dua hari ini: "Urusan Gao Han tidak mereka tanyakan padamu?" Xiao Juan menggelengkan kepala: "Siapa yang akan bertanya? Selain Guru, kau juga tahu, aku sama sekali belum pernah bertemu dengannya. Paling-paling hanya bertelepon, dan suara di telepon itu sudah diubah. Tapi anehnya, aku sudah kembali dua hari ini, bahkan sudah muncul di hadapan anggota organisasi, tapi dia belum juga meneleponku."
Xiao Juan menghela napas: "Kadang aku benar-benar membenci diriku sendiri. Sudah mengorbankan segini banyak, tapi sampai sekarang masih seperti orang buta meraba gajah. Selain bagian kecil yang pernah kusentuh ini, untuk organisasi secara keseluruhan aku bahkan sama sekali tidak paham! Seringkali aku berpikir apakah ini semua sepadan. Jujur, beberapa kali aku sudah putus asa sampai ingin menyerah. Menyerah, kau mengerti? Seperti yang pernah kukatakan padamu, mengeruk sejumlah uang lalu pergi dari sini, meninggalkan semua ini!"
Tangan Zhou Min Nong berhenti bergerak. Di lubuk hatinya, dia juga menginterogasi diri sendiri: Jika ada kesempatan untuk benar-benar pergi dan memulai kehidupan baru dari awal, akankah dia melepaskan tekadnya yang sekarang?
"Tapi aku tidak bisa melakukan ini. Tidak bisa. Sekarang yang tersisa hanyalah tanggung jawab. Jika ini juga kulemparkan, apa lagi yang kumiliki? Katakan, apa lagi yang kita miliki?" Emosi Xiao Juan mulai memuncak. Ia menoleh memandang Zhou Min Nong, yang dengan jelas melihat kilau air mata di sorot matanya.
