Yu Qian merasa gelisah selama dua hari terakhir. Beberapa kali menelepon Yue Ling, namun tidak ada kabar tentang buku kecil itu. Di kantor, ia mondar-mandir sambil sesekali memegang cangkir teh kosong, atau berdiri di depan jendela menatap lalu lintas di luar yang sibuk.
Telepon di meja berdering. Dengan refleks, Yu Qian mengangkat gagang: "Hoi, ini Yu Qian." Suara wanita terdengar: "Halo Dokter Yu, saya Xiao Qin. Katanya jadwal konsultasi kami diubah?" Yu Qian lega mengetahui ini pasiennya. Buru-buru ia meminta maaf: "Xiao Qin ya? Maaf, akhir-akhir ini ada urusan keluarga jadi..."
Xiao Qin menyela: "Tidak apa-apa Dokter. Saya hanya ingin konfirmasi. Suami saya ini memang ceroboh." Yu Qian bergumam singkat: "Sudah saya suruh Xiao Man yang menyampaikan."
“Setelah menutup telepon, Yu Qian berpikir sejenak lalu menelepon Yue Ling lagi. Yue Ling sedang dalam perjalanan pulang dan berencana makan siang. Telepon berdering, ia menghentikan mobil di pinggir jalan lalu menerima panggilan: "Dokter Yu!"”
“Lingzi, aku... aku tahu tidak seharusnya menelepon untuk mendesakmu. Tapi benarkah tidak ada informasi sama sekali tentang buku kecil itu?” tanya Yu Qian pelan. Yue Ling menghela napas: "Dokter Yu, sungguh tidak ada kabar. Sepertinya buku itu lenyap tanpa jejak." Yu Qian pasrah berkata: "Bagaimana mungkin?"”
“Dokter Yu, jangan terlalu panik. Sudah kuminta beberapa teman dekat dari sekolah lain untuk membantu mengawasi. Tampaknya bukan hanya sekolah kita, di sekolah-sekolah lain juga tidak muncul buku itu lagi." Yue Ling berbisik. Yu Qian terlihat kecewa. Yue Ling melanjutkan: "Mungkin mereka tahu polisi sudah mengawasi, jadi tidak berani bertindak!"”
Yu Qian mengangguk setuju: "Penjelasanmu masuk akal. Aku terlalu buru-buru. Lingzi, tetap awasi ya. Segera hubungi aku jika ada kabar." Setelah berkata demikian, ia menutup telepon.
"Tok-tok!" Ada yang mengetuk pintu. Yu Qian membukanya dan menemukan asistennya Xiao Man. Dengan senyum, Xiao Man berkata: "Dokter Yu, sudah jam makan. Mau kubawakan apa?" Yu Qian memaksakan senyuman sambil menggeleng: "Kau saja yang makan, aku tidak mau." Xiao Man mengangguk: "Kalau begitu aku pergi dulu!"”
Xiao Man menutup pintu. Namun belum dua menit, ketukan pintu terdengar lagi.
"Masuk!" Yu Qian tetap menghadap jendela tanpa menoleh. Zhu Yi mendorong pintu masuk dan berkata pelan: "Dokter Yu!" Yu Qian terkejut, buru-buru berbalik: "Guru Zhu, kenapa Bapak datang?" Zhu Yi tersenyum tipis: "Cuma mau menjengukmu." Yu Qian tertegun sejenak: "Menjenguk saya?" Bahkan lupa mempersilakan Zhu Yi duduk. Zhu Yi sendiri duduk di sofa: "Boleh merokok?" Baru sekarang Yu Qian tersenyum: "Tentu, ini bukan ruang perawatan, silakan."
Zhu Yi menyalakan sebatang rokok: "Manusia memang tak boleh punya rasa takut dalam diri, kalau tidak, selalu tak tenang. Dokter Yu, setuju kan?" Yu Qian sedang menyeduhkan teh untuk Zhu Yi. Mendengar perkataan itu, tubuhnya tersentak seperti kena sengatan listrik, air hampir tumpah. Ia menaruh teko di meja teh lalu duduk berseberangan dengan Zhu Yi.
"Guru Zhu, apakah ada urusan khusus hari ini?" Di lubuk hati, Yu Qian tahu Zhu Yi tidak akan datang ke paviliun suci tanpa urusan. Pria ini super sibuk. Lagipula, melalui kejadian lalu, ia tahu Zhu Yi adalah konsultan tingkat tinggi di tim khusus. Dalam hati ia bertanya-tanya: Jangan-jangan perjanjiannya dengan Yue Ling sudah ketahuan?
Senyum samar tetap mengembang di wajah Zhu Yi: "Dokter Yu, saya tahu kejadian lalu sangat memukulmu. Sebagai psikolog, duri yang tertanam di hati pasti sulit diatasi." Wajah Yu Qian berubah pucat. Kemampuan observasi Zhu Yi luar biasa, langsung menangkap perubahan itu: "Masalah hati harus diobati dengan obat hati. Sebagai psikolog, pasti Dokter tahu cara menyembuhkan penyakit hatinya sendiri kan?"
Yu Qian tentu saja tidak berani mengaku: "Guru Zhu, saya tidak punya masalah hati, saya juga tidak mengerti maksutmu." Zhu Yi menarik kembali senyumnya: "Xiao Yu, apa kau berniat menyelidiki kabar ini diam-diam sendiri?" Yu Qian menjawab refleks: "Tidak, tidak, saya tidak menyelidiki diam-diam, saya..." Zhu Yi menghela napas sambil menggeleng: "Xiao Yu, kau sama sekali tidak bisa berbohong." Yu Qian menundukkan kepala: "Apakah Yue Ling yang memberitahu kalian?"
Zhu Yi meneguk teh dari cangkirnya: "Ternyata tebakanku benar!" Wajah Yu Qian memerah sedikit: "Guru Zhu, sebenarnya saya... ya, saya meminta bantuan Yue Ling. Saya ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi." Zhu Yi memicingkan matanya: "Xiao Yu, kau ini ceroboh. Aku tahu ada hambatan mental dalam dirimu, tapi menyelesaikannya bukan hanya dengan satu cara ini." Yu Qian diam seribu bahasa, hanya menatap Zhu Yi.
Zhu Yi melanjutkan: "Pernahkah kau berpikir, apakah kau dan Yue Ling benar-benar bisa menemukan sesuatu? Apalagi Yue Ling masih anak-anak. Kau menyuruhnya berlarut-larut seperti ini, bagaimana jika terjadi sesuatu? Bagaimana kau akan bertanggung jawab pada ayahnya? Jika benar begitu, menurutmu hambatan mentalmu bisa teratasi? Aku khawatir simpul kecil itu justru akan menjadi benjolan besar!"
Yu Qian mana mungkin tidak tahu kebenaran dalam perkataan Zhu Yi. Kini ia pun merasa bersalah, mungkin dirinya terlalu egois.
Zhu Yi meletakkan cangkir: "Ada minat bergabung dengan kami? Kebetulan aku sedang butuh asisten." Yu Qian belum paham: "Bergabung dengan kalian?" Zhu Yi mengangguk: "Bukannya kamu ingin menyelidiki kasus ini? Bergabunglah dengan tim khusus. Menurutku ini pasti bisa membantu membuka hambatan mentalmu. Sebenarnya kami sudah punya kesimpulan awal tentang kasus ini. Asal kita bisa mengatasi beberapa masalah teknis, aku yakin kita akan segera menangkap pelakunya."
Yu Qian mana mungkin menolak. Wajahnya menunjukkan kejutan kecil, tapi segera diikuti kekhawatiran: "Tapi apa aku bisa?" Zhu Yi berkata tenang: "Tentu bisa. Aku yang berwenang memutuskan ini. Hanya saja menjadi asistenku mungkin terasa tidak adil bagimu." Zhu Yi berdiri: "Urus dulu klinikmu. Besok datang ke tim khusus untuk menemuiku. Tapi perkiraanku ini akan menyita waktumu sekitar sebulan atau lebih. Kamu harus siap mental!"
Setelah berkata begitu, ia pergi. Yu Qian masih menatap kosong di tempat itu, baru tersadar ketika suara pintu ditutup Zhu Yi terdengar. Ia buru-buru memanggil: "Xiao Man, Xiao Man..."
A Qiang tidak menyangka polisi akan datang lagi. Yang menyertainya ada seorang lelaki berkemeja setelan Zhongshan.
"Anda A Qiang?" Lelaki berkemeja Zhongshan tersenyum bertanya. A Qiang waspada. Jujur saja, mereka paling tidak ingin berurusan dengan polisi. Tapi setelah kasus Li Xiaohua, mau tidak mau harus berinteraksi. A Qiang tersenyum pas-pasan: "Pak polisi, ada keperluan apa dengan saya?"
Shu Yi menoleh ke polisi yang datang bersamanya: "Anda pulang saja dulu, aku ingin ngobrol dengannya!" Polisi itu mengangguk: "Siap!" Setelah berkata demikian, ia pun pergi. Shu Yi menatap A Qiang: "Tidak mau mengundangku masuk?" A Qiang berkata dengan malu: "Di dalam rumah sangat berantakan!" Shu Yi berkata tenang: "Aku tidak keberatan." A Qiang pasrah, akhirnya mempersilakannya masuk.
Dalam ruangan memang sangat berantakan, botol-botol bir menumpuk di atas meja.
Shu Yi duduk di kursi: "Kudengar kau masih punya dua saudara seperjuangan?" Hati A Qiang berdebar-debar, sampai saat ini ia masih belum tahu maksud kedatangan polisi ini. Jangan-jangan karena tidak bisa menangkap pelaku, mereka ingin menjadikannya tumbal? Memikirkan hal ini, rasa panik mulai menyergapnya: "Mereka... mereka sudah pergi, Pak Polisi. Urusan itu benar-benar tidak ada hubungannya dengan mereka! Tangkap saja aku!"
Shu Yi mengerutkan alis: "Menangkapmu? Mengapa harus menangkapmu?" Baru sekarang A Qiang lega: "Rupanya kalian bukan datang untuk menangkap orang? Lalu apa maksud kedatangan Tuan?" Shu Yi tersenyum: "Kudengar kalian sedang mencari-cari keberadaan buku kecil itu?" A Qiang menghela napas lega: "Soal itu... Sebenarnya aku hanya penasaran. Bagaimana mungkin sebuah buku bisa membunuh? Lagipula, aku juga tidak mau Hua mati sia-sia, bukan? Jadi..."
“Jadi kau mau menemukan buku kecil itu, lalu melihat apakah bisa mengungkap rahasia di belakangnya?” Shu Yi mengutarakan isi hatinya. A Qiang tidak menyangkal: "Ya, aku memang berpikir begitu, jadi aku dan dua saudara seperjuangan mencari informasi di berbagai sekolah di Xinzhou apakah ada yang menerima buku ini. Pak polisi, tindakan kami tidak melanggar hukum, kan?"
Shu Yi berkata dengan tenang: "Tidak melanggar hukum, tapi pernahkah kau pikirkan konsekuensi dari tindakanmu ini?" A Qiang terdiam, konsekuensi itu tentu sudah terpikirkan olehnya. Permainan ini tidak main-main, bisa-bisa berujung kematian. Melihat A Qiang diam, Shu Yi menyalakan rokok: "Sepertinya kau sudah tahu risikonya. Pernahkah kau bayangkan, jika dirimu atau dua saudaramu mengalami sesuatu, nanti penyesalanmu tak akan ada artinya!"
"Selain itu, penyelidikan adalah urusan polisi. Tidakkah kau sadar, kegaduhan yang kalian buat ini akan menimbulkan kepanikan seperti apa di masyarakat? Dan betapa sulitnya ini bagi investigasi kepolisian?" Setelah mengajukan dua pertanyaan itu, Shu Yi diam. A Qiang justru semakin cemas: "Pak, apakah tindakan kami akan menimbulkan masalah?"
Shu Yi menyeringai: "Menurutmu?" A Qiang mulai gagap: "Kalau... kalau begitu maksud Bapak..." Shu Yi menjawab: "Kalian harus berhenti. Kasus ini tidak boleh diteruskan dengan cara kekanak-kanakan seperti ini." A Qiang terdiam. Di lubuk hatinya masih ada keengganan untuk menghentikan pencarian buku itu, tapi di hadapan polisi mana berani ia membantah.
Shu Yi juga menyadarinya. Tiba-tiba ia merasa sekadar mengancam A Qiang tidak akan memberikan efek signifikan. Meski dihadapannya A Qiang bertingkah penurut, apakah dia akan tetap melanjutkan setelah dirinya pergi? Tidak mungkin menangkap orang hanya karena alasan ini. Ini tetap urusan yang bikin sakit kepala.
Sebuah ide muncul di benak Shu Yi. Jika Zhu Yi bisa memanfaatkan Yu Qian secara legal, mengapa dia tidak bisa menggunakan A Qiang dengan baik? Shu Yi berkata: "Tentu saja, jika kau bersikeras menyelidiki, aku pun saran. Bekerja samalah dengan kepolisian. Aku tahu kalian punya jalan yang tepat, seringkali informasi kalian lebih cepat sampai. Bantu kami mengumpulkan pesan, lalu..."
Setelah Shu Yi selesai bicara, A Qiang merenung sejenak: "Oke, aku setuju! Asalkan kita bisa menemukan bangsat mana yang diam-diam membahayakan orang di belakang!"
