A Qiang duduk di anak tangga batu depan pekarangan kumuh. Satu tangan memutar bir beku, tangan lain menjepit rokok, menikmati cahaya matahari siang sambil bosan memandang mobil dan orang hilir mudik di pasar.
Belakangan ini kabar tentang buku kecil itu sama sekali tidak terdengar. Bahkan polisi bermarga Shu itu pun tidak menghubunginya lagi, seolah kasus itu sudah berakhir. Di lubuk hati, A Qiang merasa kecewa. Tadinya dia baik-baik menjaga ruang biliar, tapi kini cuma punya tempat tinggal sementara yang pas-pasan, selain itu kosong melompong.
Uang yang ditinggalkan Shu Yi sebelumnya masih tersisa, tapi pasti akan habis. Masih ada dua saudara seperjuangannya. Apa mereka harus terus ikut dirinya menghabiskan uang tanpa bekerja? Tentu tidak bisa. A Qiang menghela napas. Rupanya harus mencari pekerjaan. Berlalu dengan percuma begini memang bukan jalan keluar.
Ia tiba-tiba merasa menyesal. Andai dulu bisa mendengarkan nasihat keluarga, atau lebih giat belajar saat sekolah, mungkin takkan sampai terpuruk begini. Sebenarnya ia masih mengagumi Liu Chi. Setidaknya Liu Chi masih punya kesempatan mengendali hidupnya sendiri. Itulah sebabnya dulu ia menasihati Liu Chi agar kembali sekolah dan berhenti berlalu dengan percuma. Liu Chi punya solidaritas, maka ia tak boleh membahayakan Liu Chi. Orang dunia hitam takkan berakhir baik.
"Kakak Qiang, sedang memikirkan apa?" Ma Xiaobao tak tahu sejak kapan sudah berdiri di sampingnya. A Qiang memiringkan kepala memandangnya, menyerahkan bir beku di tangannya. Ma Xiaobao mengambil lalu meneguk besar: "Ini baru bikin semangat, minum pas cuaca panas mantap!"
A Qiang tersenyum tipis: "Kalian pagi-pagi sudah kabur, ngapain saja?" Ma Xiaobao terkekeh: "Kan lagi bosen? Aku sama Lao Hui cuma refreshing keliling-keliling!" A Qiang melototi: "Jangan sok! Kalian berdua pasti cari masalah. Jangan-jangan ke sekolah mendekati cewek lagi?" Ma Xiaobao canggung menggaruk kepala: "Kakak Qiang jago nebak! Tapi itu perbuatan Lao Hui, aku cuma pendamping yang jujur."
A Qiang mengabaikan urusan kotor mereka. Ma Xiaobao tampak teringat sesuatu: "Ngomong-ngomong Kakak Qiang, kami dengar kabar." Melihat Ma Xiaobao berbicara khidmat, A Qiang pun mengerutkan alis: "Urusan apa? Kalau ada yang mau bilang, langsung keluarin. Jangan cuma main misteri di depan gue tiap hari."
Ekspresi Ma Xiaobao serius: "Ini bukan saya yang mau main misteri, Kakak. Tapi rumor ini benar-benar supranatural. Saya sendiri tidak tahu benar atau tidak, tapi intinya cukup menakutkan." A Qiang mulai tertarik: "Cepat katakan, sebenarnya apa yang terjadi?" Barulah Ma Xiaobao menjelaskan: "Saya dengar kabar bahwa kasus pembunuhan buku kecil itu semakin besar. Katanya para pembunuhnya adalah penjahat kejam. Siapa pun yang berani melawan pasti akan kena nasib buruk, bahkan balas dendam sampai ke keluarga."
A Qiang menyeringai dingin: "Cuma bisa membual. Kalau benar mereka sehebat itu, kenapa kasus buku kecilnya malah mereda? Jelas-jelas mereka juga takut sama polisi! Kalau terus begini, cepat atau lambat pasti digrebek polisi! Omongan mereka cuma gertakan kosong buat nakuti orang yang tidak tahu saja."
Ma Xiaobao malah berkata: "Kakak, jangan bicara seperti itu. Sekarang sudah bisa dipastikan, beberapa kasus kematian pelajar yang terjadi belakangan ini, semuanya ada hubungan dengan urusan buku kecil itu. Tadinya mereka membunuh masih menyisakan buku kecil, tapi sekarang menggunakan metode yang sangat langsung. Kakak Qiang, kita sudah sering berurusan dengan buku kecil ini, apalagi kita juga kerja sama dengan kepolisian. Jangan-jangan..." Di lubuk hati Ma Xiaobao masih tersimpan ketakutan. Meski hanya preman kecil, dia juga tahu menghargai nyawa.
"Kenapa? Kau takut?" A Qiang bertanya dengan tenang. Ma Xiaobao kembali mengusap bagian belakang kepalanya sendiri: "Kakak Qiang, sebenarnya bilang tidak takut itu bohong. Aku memang agak takut. Lagipula kita masih kerja sama dengan polisi. Kalau sampai orang-orang itu tahu, menurutmu apakah kita akan jadi target utama balas dendam?"
A Qiang tidak berkata. Dia merenungkan perkataan Ma Xiaobao, setelah dipikir-pikir memang masuk akal. Meski dia sangat berharap bisa menangkap pelaku untuk memberi kejelasan pada Xiao Hua dan keluarganya, tapi kalau nyawa kecilnya sendiri tidak bisa dijaga, lalu apa artinya semua yang dilakukannya ini?
A Qiang memicingkan mata: "Bagaimana dengan Ruhui?" Ma Xiaobao menunjukkan senyum: "Dia? Kenalan dengan cewek nakal dari SMP Negeri 7. Baru pertama kali ketemu, langsung cocok kayak kura-kura lihat kacang hijau." A Qiang tersenyum kecut: "Dia tidak takut saat bicara malah membuat si gadis kabur ketakutan?" Ma Xiaobao menjawab: "Pasti tidak. Soalnya cewek itu juga agak gagap."
A Qiang tidak tahan tertawa.
Setelah tertawa, A Qiang menghela napas. Ma Xiaobao buru-buru bertanya: "Kakak Qiang, ada apa?" A Qiang menjawab: "Polisi itu sudah lama tidak menghubungiku, jangan-jangan setelah memanfaatkan kita lalu dibuang begitu saja!" Ma Xiaobao mengangguk: "Benar juga? Di mata mereka kita bahkan tidak sebanding kentut. Kentut pun masih ada baunya dan bunyinya."
A Qiang melototi dia: "Dasar brengsek, kau bahkan lebih hina dari kentut." Tiba-tiba sebuah mobil patroli berhenti di hadapan mereka. A Qiang dan Ma Xiaobao saling pandang, lalu melihat Shu Yi turun dari mobil dengan senyuman. Ternyata benar pepatah Tiongkok: Sebut Cao Cao, Cao Cao pun datang.
Shu Yi perlahan mendekati A Qiang, tersenyum, lalu mengangguk ke arah Ma Xiaobao. Ma Xiaobao langsung cemas, hampir saja memberi hormat. A Qiang tetap tenang. Ia tahu kedatangan Shu Yi pasti ada urusan yang memerlukan bantuannya. Ia membalas senyuman dan berdiri tegak: "Pak Polisi Shu, angin apa yang membawa Anda ke sini?"
Shu Yi berbisik: "Angin jahat!" Setelah berkata demikian, ia lebih dulu mengangkat kaki masuk ke halaman. A Qiang dan Ma Xiaobao mengikutinya dari belakang.
Setelah duduk, Shu Yi langsung berkata: "Belakangan ini banyak kabar angin di luar, katanya siapa pun yang terlibat dalam kasus 《Buku Panduan Bunuh Diri》 tidak akan berakhir baik. Kalian tahu soal ini kan?" A Qiang mengangguk: "Tadi Xiao Bao kurang lebih sudah cerita, tapi menurutku ini cuma gertakan kosong mereka. Aku tidak percaya mereka benar-benar punya kemampuan sehebat itu!"
Shu Yi menggelengkan tangan: "A Qiang, terlepas dari itu semua, melihat posisi mereka sekarang, memang terbukti mereka punya kemampuan. Setidaknya kematian Liang Ying, Hu Liang, Wei Man dan Huang Qisheng sudah cukup membuktikan masalah. Meski ini bentuk intimidasi, jangan remehkan kekuatan sebenarnya mereka. Berani mengancam secara terbuka seperti ini, berarti mereka sudah melakukan persiapan matang."
A Qiang yang paling ingin tahu adalah tujuan sebenarnya Shu Yi mencarinya. Ia tak tahan menyela: "Pak Polisi Shu, tujuan Anda mencari saya pasti bukan cuma ngobrol begini. Saya orang kasar yang tidak suka berbelit-belit. Silakan bicara langsung, saya akan bantu sekuat tenaga."
Shu Yi menyerahkan sebatang rokok pada mereka, lalu menyalakan miliknya: "Sebenarnya ada urusan yang ingin kuminta bantuan. Awalnya kami ingin langsung mengirim tim investigasi, tapi kelemahan terbesar mereka adalah bau profesi yang terlalu menyengat. Orang langsung tahu mereka polisi. Setelah dipikir-pikir, kalianlah kandidat terbaik untuk misi penyelidikan ini."
Ma Xiaobao penasaran bertanya: "Pak Polisi Shu, Anda sudah bicara lama tapi belum memberi tahu kami apa yang harus kami selidiki!" Shu Yi tersenyum: "Selidiki siapa yang menyebarkan rumor tidak berdasar ini. Kalian hanya perlu mencari tahu diam-diam siapa pembuat dan penyebar rumor. Urusan lain tidak perlu kalian urusi, saya yang akan atur."
Hati Ma Xiaobao berdebar. Ia dan Kakak Qiang baru saja membahas masalah ini, berpikir untuk menghindar sejauh mungkin jika menghadapi urusan sensitif seperti ini. Tak disangka, meski mereka berusaha menghindar, takdir berkata lain. Tatapannya pada A Qiang penuh kekhawatiran, takut saudaranya ini gegabah menyetujui permintaan itu. Kali ini firasatnya begitu kuat - jika benar setuju membantu kepolisian, bisa-bisa membawa bencana bagi anak buah.
A Qiang pura-pura tak melihat pancaran mata Ma Xiaobao. Ekspresinya kaku: "Pak Polisi Shu, apakah Anda pertimbangkan risiko yang kami hadapi jika terlalu dalam terlibat kasus ini?" Shu Yi mengangguk: "Tentu. Tenang, dua hari ke depan pengawal rahasia kami akan menjagamu."
Barulah A Qiang mengangguk: "Baik, saya setuju. Tapi jangan berharap terlalu besar. Meski kami yang turun tangan, tak bisa jamin 100% bisa menggali informasi berguna."
Shu Yi tersenyum sambil berkata: "Belum mulai kerja sudah cari jalan mundur? Ini tidak seperti gaya bermain Kakak Qiang. Ngomong-ngomong, ada kabar baik: Saya sudah berdiskusi dengan kepala departemen, setelah kasus ini selesai kami akan memberikan dana untuk kalian buka usaha kecil, hidup di jalan yang benar, cari uang dengan jujur lalu menikahi perempuan baik buat teman hidup!"
Hal ini benar-benar di luar perkiraan A Qiang dan Ma Xiaobao. Hati A Qiang terharu. Inilah arti sebenarnya dari "jalan mundur" - persiapan yang diberikan Shu Yi adalah jalan keluar sejati. Jika benar seperti ini, mereka bisa hidup layaknya orang biasa, menjalani kehidupan sederhana dengan tenang.
A Qiang menggigit bibirnya: "Atas nama kedua saudara seperguruan, kuucapkan terima kasih!" Shu Yi menggelengkan tangan: "Kubereskan saja. Oke, saya harus pergi. Untuk informasi apapun, langsung hubungi via telepon. Selama penyelidikan, berhati-hatilah. Jaga keselamatan. Tim kami sudah menyiapkan pengawalan diam-diam. Jika ada bahaya, jangan sok jagoan atau bertindak gegabah."
A Qiang mengangguk kuat-kuat. Shu Yi berdiri, sambil berjalan melewatinya menepuk bahunya.
Menatap punggung Shu Yi yang pergi, Ma Xiaobao berkata penuh perasaan: "Kakak Qiang, jujur saja, menurutku Pak Polisi Shu ini cukup cocok di mata, punya rasa kemanusiaan." A Qiang menjawab dengan tenang: "Mengingat mereka memperlakukan kita layaknya manusia, kasus ini harus kita selesaikan dengan baik. Tidak hanya sekadar menyelesaikan, tapi harus sempurna!" Ma Xiaobao juga menyetujui: "Hm!"
