He Jinkun kembali memasuki ruang interogasi. Ye Zhen meliriknya dengan pandangan mengejek. Ini sudah ketiga kalinya He Jinkun masuk. Apapun yang He Jinkun tanyakan atau katakan, Ye Zhen tetap membisu. Hal ini membuat He Jinkun sangat kesal. Parahnya lagi, pihak Shu Yi telah membebaskan Su Lan, sementara informasi tentang penemuan Ye Zhen oleh kepolisian sudah pasti segera diketahui keluarga Ye.
Di lubuk hati He Jinkun menyalahkan diam-diam Shu Yi yang tidak bermoral. Menyelamatkan Su Lan diam-diam saja sudah keterlaluan, di saat krusial ini malah mengizinkan Su Lan pulang ke keluarga Su, bahkan membocorkan urusan Ye Zhen padanya. Bukankah ini justru menambah kekacauan? Dia benar-benar kewalahan dan ingin menelepon untuk mencaci habis-habisan Shu Yi, sayangnya tidak berani.
Mengkhawatirkan keluarga Ye akan menghadirkan pengacara, He Jinkun terpaksa melakukan upaya terakhir.
"Ye Zhen, lebih baik kau jujur mengaku. Seberapa banyak yang kau tahu tentang urusan keluarga Su? Sebenarnya apa yang terjadi? Aku tahu kau mengkhawatirkan Su Lan. Asal kau mau mengungkap skandal keluarga Su, kita bisa bekerja sama mengatasi krisis ini. Dengan begitu, Su Lan pun akan aman."
He Jinkun menekan amarahnya. Waktu yang diberikan Shu Yi sangat mepet. Jika sebelum kedatangan pengacara dia tidak bisa membuat Ye Zhen bicara, keluarga Ye kemungkinan besar akan membawa pulang orangnya sekaligus menekan pihak kepolisian. Menahan Ye Zhen tanpa buti langsung sama saja menyiapkan masalah besar. Lagipula Ye Zhen bukan datang ke kantor polisi secara sukarela untuk membantu penyelidikan. Membawanya paksa ke sini sudah melanggar hukum.
Hati He Jinkun terasa getir. Dari sudut mana pun dilihat, Shu Yi seolah sedang mengatur jebakan untuknya.
Ye Zhen berkata dengan tenang: "Aku ingin bertemu pengacaraku. Sebelum dia datang, aku tidak akan bicara sepatah kata pun."
Pipi He Jin Kun bergetar tipis, tampaknya Ye Zhen sudah menebak sebagian. He Jin Kun menghela napas: "Ye Zhen, sebenarnya semua ini untuk kebaikanmu. Apa kau tahu, Su Lan hampir celaka. Selalu ada yang ingin menyakitinya." Ye Zhen tetap bersikukuh: "Aku mau bertemu pengacara ku!"
He Jin Kun menghentikan upaya terakhirnya. Ia menyesal merebut gunjingan panas ini dari tangan Shu Yi. Ia bertanya-tanya apakah Shu Yi sudah memprediksi hasil ini sejak awal, sehingga begitu mudah menjanjikan untuk membawa kembali Ye Zhen.
He Jin Kun berdiri, melirik Ye Zhen sejenak, lalu berbalik pergi tanpa sepatah kata pun.
Seperti dugaan He Jin Kun, pengacara keluarga Ye bergerak cepat. Dalam tujuh belas menit sudah tiba, mengangkut Ye Zhen sambil melemparkan pernyataan: "Kami reservasi hak untuk menuntut lebih lanjut."
He Jin Kun sebenarnya ingin menelepon Shu Yi untuk melampiaskan emosi, tapi Du Hongze memanggilnya.
Du Hongze menyilakan He duduk di sofa, melemparkan sebatang rokok: "Ah Kun, frustasi ya?" Bukan sekadar frustasi, tapi frustasi tingkat dewa.
"Kepala Kepolisian, Shu Yi ini main apa sih? Jadi manusia juga dia, jadi hantu juga dia! Tapi peran penjahat malah kusanggupi." Hubungan He Jin Kun dan Du Hongze memang erat. Meski atasan-bawahan, di balik pintu tertutup mereka seperti sahabat karib.
"Du Hongze berkata dengan tenang: 'Jika dia benar-benar ingin menjadikanmu sebagai penjahat, dia tidak akan mengambil alih tanggung jawab pencarian pulau ini. Ini bukanlah orang yang serakah atau suka main intrik dan akal-akalan. Coba kau pikirkan - dia sudah menyuruh orang membawa Su Lan pergi, tapi kenapa saat kau mengusulkan pencarian pulau dia malah setuju dan bahkan mengambil semua risiko? Itu karena di lubuk hatinya dia juga mengkhawatirkan nasib orang-orang yang hilang itu.'"
"'Selain itu, aku sudah tanya padamu. Kau sendiri yang bilang inisiatif membawa Ye Zhen kembali datang darimu. Awalnya dia memang berencana membawa Ye Zhen untuk bertemu Su Lan. Menurutku, justru kau yang merusak rencananya. Tapi membawa Su Lan memang tugasmu, sementara dia mengizinkanmu membawa Ye Zhen juga pertimbangan untuk kepentingan yang lebih besar agar tidak mempersulitmu. Ini orang yang punya logika strategi kuat, selalu tahu langkah berikutnya harus bagaimana. Dari caranya diam-diam menyuruh orang membawa Su Lan saja sudah terlihat.'"
"Mendengar Du Hongze membela Shu Yi, He Jinkun tetap merasa tak nyaman: 'Dia menyuruh orang membawa Su Lan tapi sama sekali tidak memberi tahu kita. Bukankah ini berarti dia tidak percaya pada kepolisian Xiangjiang?'"
Du Hongze menggelengkan tangan: "Sebelumnya aku juga punya pemikiran sepertimu, tapi kemudian aku berpikir, dia bukan tidak percaya pada kita, melainkan ingin menjaga kerahasiaan mutlak. Seandainya benar ada tangan yang ingin menyingkirkan Su Lan, hilangnya Su Lan pasti akan mengacaukan jebakan mereka. Shu Yi ingin melihat langkah selanjutnya mereka. Benar, dia memang bisa memberitahu kita sebelumnya, tapi jika kita sudah tahu, aksi nyata kita pasti akan menjadi lengah dan meninggalkan jejak penguluran waktu. Kalau sudah berencana main drama, harus sempurna."
He Jinkun tersenyum kecut: "Kalau begitu, salahku dong?"
Du Hongze menggeleng: "Tadi sudah kukatakan, tak ada hitam-putih. Kau hanya menjalankan tugas. Dari sudut pandangmu, memang harus begitu. Hanya saja rencana Shu Yi jadi kacau karena keteguhanmu. Tapi satu hal yang kuyakini, saat dia setuju kau bawa Ye Zhen, pasti sudah siap dengan solusi. Jika tebakanku benar, membiarkan Su Lan kabur adalah salah satu mata rantai."
He Jinkun mengerutkan alis: "Apa maksudnya ini?"
Du Hongze menghela napas: "Yang ini aku benar-benar tak tahu. Jujur, kecerdasannya tak bisa kita tebak. Sayang, andai kepolisian Xiangjiang punya bakat seperti dia."
He Jinkun tertawa: "Kalau begitu, Kepala Kepolisian harus mengundurkan diri." Du Hongze berkata tenang: "Asal dia mau bertahan, sungguh akan kuserahkan posisi ini. Sayangnya dia tidak mau."
Ye Zhen kembali ke keluarga Ye. Ibunya, Nie Lan, menangis haru: "Anakku, kenapa kamu begitu bodoh? Jika memang tidak mau menikahi si gadis dari keluarga Su, kita tidak perlu memaksakan. Kenapa harus sampai henggang? Ibu sangat mengkhawatirkanmu!" Ye Zhen memandang ibunya, di lubuk hatinya merasa bersalah: "Ibu, maafkan aku!"
Ye Zhifeng mendengus marah: "Maaf? Tahukah kamu, belakangan ini ibumu setiap malam menyendiri sembunyi-sembunyi melihat fotomu sambil meneteskan air mata. Bajingan! Pantaskah perbuatanmu ini?"
Nie Lan menarik lengan Ye Zhifeng: "Sudahlah, jangan terus mencacinya. Dia sudah mengakui kesalahannya." Kemudian berkata pada Ye Zhen: "A-Zhen, pasti banyak penderitaan yang kau alami belakangan ini?" Di mata orang tua, anak tetap akan selamanya menjadi buah hati mereka. Rasa khawatir dan perhatian seperti itu takkan pernah hilang.
Ye Zhen tersenyum tipis: "Tidak apa-apa, Bu. Usiaku hampir tiga puluh tahun, sudah bisa menjaga diri. Tenang saja!" Kemarahan Ye Zhifeng lebih merupakan penyamaran. Ia hanya memiliki Ye Zhen sebagai satu-satunya anak: "A-Zhen, kabarnya belakangan ini kau tinggal di klub berkuda? Sebagai apa? Joki?"
Ye Zhen mengangguk. Ye Zhifeng berkata dengan tenang: "Mulai sekarang jauhi klub kuda. Kau adalah tuan muda keluarga Ye. Sungguh memalukan jika tuan muda keluarga terpandang menjadi seorang joki - itu akan jadi bahan lelucon orang banyak."
Ye Zhen tidak berkata apa-apa. Nie Lan tersenyum sambil menjawab: "A Zhen, Ayahmu benar. Dengarkanlah nasihat Ayahmu." Sebenarnya Ye Zhen memang tidak mungkin kembali ke klub berkuda lagi. Identitasnya yang telah terbuka membuatnya tidak cocok lagi menjadi joki.
"Sebelumnya kukira keluarga Su yang berulah, Ibu bahkan dua kali mengganggu mereka." Nie Lan agak malu melanjutkan. Ye Zhen tersenyum: "Bukan, aku sendiri yang tidak mempersiapkan diri untuk menikah. Begitu terpikir tentang pernikahan, hatiku langsung takut. Makanya aku kabur. Ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan keluarga Su."
Ye Zhifeng mendengus lagi: "Bagaimanapun juga, hubungan kekerabatan dengan keluarga Su ini menurutku tidak pantas. Harus dibatalkan." Nie Lan mengangguk menyetujui: "Aku juga sependapat. Setelah keributan dengan keluarga Su ini, mana mungkin kita masih bisa mengambil si gadis mereka. Meski keluarga Su adalah aristokrat besar di Xiangjiang, keluarga Ye kita pun tak kalah. A Zhen, urusan mencari istri tidak perlu buru-buru. Perlahan-lahan saja, Ibu pasti akan menemukan yang cocok untukmu."
Ye Zhen justru berbisik: "Aku agak lelah."
Nie Lan sedang asyik berbicara ketika menyadari Ye Zhen sama sekali tidak berminat. Ye Zhifeng berkata: "Pulanglah ke kamar untuk istirahat. Urusan ini kita bicarakan lagi nanti." Ye Zhen naik ke lantai atas dan masuk ke kamarnya.
Ye Zhifeng mendengar suara anaknya menutup pintu kamar, ia melirik Nie Lan: "Sudah kukatakan dulu, urusan ini pasti bukan perbuatan keluarga Su, kusarankan jangan membuat keributan. Tapi kau tak mau dengar. Jelas-jeles kesalahan ada di pihak anak kita lebih dulu, malah kau yang nekat menyerbu rumah mereka untuk mempersalahkan, sampai hubungan dengan keluarga Su rusak. Kini kerja sama bisnis kita dengan mereka sudah hancur, tahukah kau berapa besar kerugian yang kita derita?"
Nie Lan melototi suaminya tak puas: "Uang, uang, uang! Seharian cuma uang yang kau tahu. Selain uang, tak adakah hal lain yang bisa kita bicarakan?" Ye Zhifeng tersedak: "Dulu jika aku cuma seorang bocah miskin, maukah kau menikah denganku? Aku cuma tahu uang? Bukankah semua kujelang demi kalian berdua?"
Nie Lan memalingkan muka, berusaha membalas dendam pada Zhifeng yang diam.
Setelah makan malam, Shu Yi duduk di sofa merokok dengan mata terpejam. Xiao Hui bertanya: "Ye Zhen sudah kembali ke keluarga Ye, Su Lan juga pulang ke keluarga Su. Bagaimana kelanjutannya?" Ia sedang menanyai Shu Yi.
Shu Yi tidak berkata-kata, bahkan matanya pun tetap terpejam.
Zhen Nanfang menjawab: "Dia juga tidak tahu, jadi dia menunggu. Menunggu kabar!"
Xiao Hui mata berkedip: "Kakak Shu, bagaimana kalau aku pergi ke keluarga Su untuk melihat, jangan-jangan Su Lan dalam bahaya aku bisa menyelamatkannya!" Shu Yi menggelengkan kepala: "Tidak, sekarang baik Su Lan maupun Ye Zhen yang mengalami masalah, kita harus mengabaikan!" Xiao Hui tertegun sejenak, Shu Yi akhirnya membuka mata: "Siapapun dari mereka yang celaka, bagi kita bukanlah hal buruk, tentu saja tindakan ini agak tidak manusiawi, padahal tahu mereka mungkin dalam bahaya, tapi perkembangan keadaan sudah sampai di titik ini, hanya bisa menunggu sebelum menentukan respons!"
Malam sunyi senyap, seluruh anggota keluarga Ye telah terlelap dalam mimpi.
Sebuah bayangan manusia menyusup masuk dari balkon ke kamar Ye Zhen. Di tempat tidur, Ye Zhen yang awalnya menutup mata kini membukanya. Perlahan ia menoleh, di tepi tempat tidur berdiri seseorang.
Ye Zhen perlahan bangkit duduk, menatap dingin orang itu: "Kau mau apa?" Orang itu menyeringai, menekan suara: "Tenang, bukan mengambil nyawamu." Ye Zhen mengangguk: "Kalau tidak bisa ambil nyawaku, maka serahkan nyawamu!" Kecepatan serangan Ye Zhen luar biasa. Sorot dingin berlalu, tenggorokan orang itu mengucur darah. Anehnya orang itu tidak ambruk...
