Setiap hari Han Sen memanjat untuk mencuri cairan telur, tapi tak pernah bertemu Makhluk Darah Ilahi yang kembali ke sarang. Han Sen menduga orang tua si telur mungkin sudah diburu manusia, sehingga tak bisa pulang.
Namun untuk berjaga-jaga, setiap kali selesai menghisap cairan telur, Han Sen tetap kembali ke posisi tonjolan batu tempat Lin Beifeng berada, tidak berlama-lama di dalam sarang.
Lin Beifeng mengira Han Sen naik untuk mencari jalan keluar. Setelah menunggu 2-3 hari, dia melongok ke bawah. Kabut tebal masih menghalangi pandangan, tak jelas apakah para binatang buas itu sudah pergi atau belum.
“Kakak Sen, lebih baik kita turun sedikit ke bawah, lihat apakah Binatang Mengyuan itu sudah pergi?” Di dinding tebing ini siang hari kepanasan malam dingin, Lin Beifeng mulai limbung.
“Menunggu dua hari lagi lebih aman. Kalau turun sekarang, bagaimana jika Binatang Mengyuan belum pergi? Kalau mereka melihat kita dan bertahan 7-8 hari, persediaan makanan kita tidak cukup.” Evolusi gen Han Sen jauh lebih tinggi dari Lin Beifeng. Sebenarnya sejak kemarin dia sudah mendengar suara kuku Binatang Mengyuan yang semakin menjauh, tapi karena cairan telur raksasa belum habis, tentu dia enggan pergi.
Lin Beifeng mendengar penjelasan yang masuk akal itu, mengatupkan gigi dan bertahan.
Namun setelah dua hari berlalu, Lin Beifeng melihat Han Sen masih memanjat setiap hari. Area tumbuhan merambat di tebing ini sangat terbatas. Sudah beberapa hari melakukan pengintaian, seharusnya sudah selesai. Kenapa Han Sen masih naik terus?
“Apakah ada kejanggalan di antara ini?” Kecurigaan muncul di hati Lin Beifeng, tapi dia tetap tidak percaya kalau benar-benar ada Makhluk Darah Ilahi di atas. Dia hanya penasaran apa sebenarnya yang dilakukan Han Sen dengan terus memanjat ke atas.
“Kak, setiap hari kamu naik-turun ini sebenarnya ngapain sih?” Lin Beifeng akhirnya tidak tahan lagi bertanya.
“Bukannya sudah kubilang? Di atas ada Makhluk Darah Ilahi, aku sedang memotong-motong dagingnya dalam porsi besar.” jawab Han Sen.
“Kalau gitu bawa aku ikut menikmati juga, dong?” Lin Beifeng tidak percaya ucapan Han Sen, tapi sangat ingin tahu aktivitas Han Sen di atas. Dia pun melanjutkan alur pembicaraan Han Sen.
“Boleh saja.” Han Sen tersenyum, lalu menggenggam tumbuhan rambat dan mulai memanjat.
Lin Beifeng mengikuti dari belakang. Tapi stamina fisiknya benar-benar payah. Setelah setengah jalan, dia tak sanggup melanjutkan. Dari bawah, dia berteriak pada Han Sen di depan: “Kak, aku tidak kuat! Sebenarnya mau ke mana sih kamu memanjat ini?”
"Sebentar lagi sampai, Kamu harus bertahan sedikit lagi. Aku akan naik dulu, lalu menggunakan tumbuhan rambat untuk menarikmu ke atas." Han Sen memanjat ke atas dengan cepat seperti cicak.
Tak lama kemudian, Lin Beifeng melihat seutas tumbuhan rambat dijatuhkan dari atas. Ia segera mengikatkannya di tubuh, lalu memanfaatkan gaya tarik Han Sen untuk naik.
Akhirnya mencapai podium batu, Lin Beifeng langsung membelalakkan mata melihat telur raksasa itu: "Ya Tuhan! Telur sebesar ini, apa ini telur makhluk Darah Ilahi?"
"Tepat sekali. Ini adalah telur burung angin badai level darah suci." Han Sen mengangguk membenarkan.
"Sial! Benar-benar telur level suci! Kakak Sen, Kamu memang jagoan!" Lin Beifeng girang bercampur takjub. Ia melesat ke depan telur dan menghujamkan tinju menghancurkan sebagian cangkang, lalu menyedot cairan telur dengan mulutnya.
Lin Beifeng menjulurkan lidahnya sepanjang mungkin, menunggu setengah hari tapi tak melihat cairan telur mengalir keluar. Wajahnya langsung masam. Ia menghantam cangkang telur beberapa kali dengan tinju hingga membuat lubang besar.
"Mana cairan telurnya?" Lin Beifeng menatap kosong ke dalam cangkang yang sudah hampa. Tak ada setetes pun cairan, hanya cangkang kosong belaka.
"Sudah habis." Han Sen berkedip-kedip sambil berkata.
"Sudah habis?" Lin Beifeng melongo memandangi Han Sen.
"Bukankah beberapa hari lalu sudah kukasih tahu? Waktu itu kuajak ikut, tapi kau sendiri yang menolak. Kukira Tuan Muda Lin tidak tertarik." Han Sen membentangkan kedua tangannya.
Lin Beifeng merasa ingin menghantamkan kepalanya ke tebing. Dengan wajah masam ia merintih: "Kak Sen, mana kutahu kau serius? Siapa sangka di tebing ini ada telur suci sebesar ini! Andai tahu sebelumnya, meski kedua tangan dan kakiku patah, pasti kudaki tebing ini dengan gigi sekalipun!"
“Tuan Lin jangan buru-buru, kalau benar-benar ingin makan, nanti jika saya temukan telur darah suci lagi, pasti saya panggil Tuan untuk datang makan.” Han Sen tersenyum sambil menepuk bahu Lin Beifeng.
“Kak Sen, kalau nanti ada hal baik seperti ini lagi, Kakak harus ingat saya. Uang bukan masalah, berapapun yang Kakak mau langsung bilang, saya pastikan tidak akan menolak setengah kata pun.” Lin Beifeng frustasi hampir ingin memuntahkan darah.
“Baik, lain kali ada barang bagus pasti saya panggilmu.” Upaya Han Sen membawa Lin Beifeng ke atas gunung tujuannya memang ingin mendengar janji ini. Orang seperti Lin Beifeng jelas pembeli potensial.
Lin Beifeng mengeluh cukup lama, dengan enggan memecahkan cangkang telur itu dan memasukkannya ke dalam tas kain yang digendongnya. Katanya mau mencoba merebus sup, siapa tahu bisa mengekstrak sedikit Gen Suci.
"Rebus sup? Kau kira ini tulang babi? Direbus 800 tahun pun takkan keluar gen, apalagi Gen Tuhan." Han Sen diam-diam menertawakan ide itu dalam hati.
Setelah keduanya turun gunung, para binatang buas itu memang sudah lama menghilang. Han Sen menggiring Lin Beifeng kembali ke Perlindungan Baja.
Saat mendekati Perlindungan Baja, Han Sen tersenyum kepada Lin Beifeng: "Tuan Lin, reputasiku di dalam perlindungan tidak begitu baik. Lebih baik kita tidak masuk kota bersama. Sampai jumpa nanti."
Lin Beifeng segera menepuk dadanya: "Kak Sen, kau anggap aku ini orang apa? Kita sudah berbagi kesulitan di medan perang, kita adalah saudara seperjuangan. Siapa yang tidak menghormatimu berarti menghina Lin Beifeng! Pasti kubunuh dia!"
"Cukup. Aku masih ada urusan dan malas ribet. Pergilah sendiri." Han Sen tentu tidak percaya pada anggota yang bicara penuh kebohongan ini. Ia melambaikan tangan dan masuk kota lebih dulu.
Telur Burung Angin Topan menambahkan 5 poin Gen Tuhan untuk Han Sen, sedikit lebih sedikit dari yang dia perkirakan. Namun dengan tambahan 5 poin ini, total Gen Tuhan Han Sen kini mencapai 18 poin - sebuah pencapaian yang cukup signifikan.
Sayangnya, Telur Burung Angin Topan juga tidak menghasilkan roh binatang. Tapi ini wajar, bahkan membunuh sepuluh delapan ekor pun belum tentu dapat roh binatang. Keberuntungan Han Sen dalam dua pertarungan sebelumnya memang luar biasa.
Dengan hati riang, Han Sen kembali ke kamarnya. Saat baru selesai teleportasi keluar dari dunia perlindungan dan belum sempat meninggalkan stasiun teleportasi, tiba-tiba sebuah siluet wanita manis dan bugar menghadang di depannya.
"Ahem... Kepala Stasiun Qin, kebetulan sekali ya?" Han Sen dalam hati mengeluh. Karena terlalu lama tidak melapor ditambah sedang dalam suasana hati baik, ternyata melupakan urusan Qin Xuan. Tak disangka dia masih menghadangnya di sini.
“Ikut aku.” Qin Xuan berkata dingin, lalu langsung berjalan menuju ruang gulat. Ia masih sangat tidak terima karena kalah dari Han Sen waktu itu, ingin sekali memberi pelajaran telak pada Han Sen, kalau tidak, amarahnya takkan reda.
