"Seharusnya mirip." Han Sen mulai memainkan mode pelatihan. Bagian ini tidak bisa di-skip, murni untuk mengajari pemain baru cara bertarung melawan pemain lain.
Han Sen sebelumnya hanya bermain mode single player murni tanpa lawan. Dalam mode pelatihan ini, di seberang muncul satu tangan yang bersaing merebut titik-titik cahaya, membuatnya agak kikuk dalam beradaptasi.
Terkadang jarinya secara refleks merentang, baru kemudian menyadari jari lawan sudah lebih dulu menekan. Ini jelas berbeda saat bermain sendirian.
Selain harus memperhatikan kemunculan titik-titik cahaya, juga perlu mengawasi gerakan dan maksud tangan lawan tersebut.
Ji Yanran melihatnya menyelesaikan mode pelatihan, benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Sungguh pemula murni. Ji Yanran tidak tahu siapa yang memberinya keberanian, dengan level kemampuan seperti ini berani menantangnya selaku presiden guild "Tangan Tuhan".
"Sepertinya memang agak sulit. Bolehkah aku berlatih beberapa kali dulu sebelum bertanding denganmu?" tanya Han Sen sambil menatap Ji Yanran.
"Terserah, aku siap kapan saja." Ji Yanran merasa pemula seperti ini, meski diberi waktu latihan satu semester sekalipun, tetap bukan tandingannya.
Sekarang dia sengaja menunjukkan sikap murah hati, agar nanti Han Sen kalah tanpa bisa berkata-kata dan tidak lagi mencari-cari alasan untuk mengganggunya.
Setelah mendapat izin Ji Yanran, Han Sen kembali ke posisinya dan masuk ke platform pertarungan. Segera dia sadar, bertanding dengan lawan hidup jauh lebih menarik daripada bermain solo.
Bermain sendiri hanya perlu menilai waktu dan posisi kemunculan titik-titik cahaya. Bertarung melawan lawan menjadi jauh lebih menarik - merebut umpan dari lawan, memanfaatkan pergerakan mereka, dan sebagainya. Ini membuat variasi cara bermain meningkat drastis.
Setelah beberapa kali bermain, Han Sen perlahan menguasai trik rahasianya. Sebenarnya selama teknik dan kemampuan analisis situasi memadai, mode Pertarungan justru lebih sederhana daripada mode tunggal.
Bagaimanapun mode tunggal mengejar kecepatan puncak, sementara di mode Pertarungan cukup lebih cepat dari lawan. Jika lawan lemah, meraih kemenangan menjadi sangat mudah.
Han Sen fokus mempelajari mekanika permainan tanpa sengaja mengejar kemenangan. Dari lima pertandingan yang dimainkan, semuanya berakhir dengan kekalahan.
Di pertandingan terakhir, Han Sen yang telah menguasai mode Pertarungan berhasil mencegah lawan menyentuh satu pun point. Dengan keunggulan 100%, dia meraih kemenangan mutlak.
Merasa sudah siap, Han Sen menghadap Ji Yanran: "Kakak Seperguruan, aku sudah siap. Tambahkan aku sebagai teman."
“ID kamu apa?” Ji Yanran juga malas berkomentar, toh dia pasti menang, cepat-cepat mengusir "lalat" ini saja.
“Memenangkan pacar.” Han Sen memberikan ID game-nya.
Ji Yanran melirik Han Sen dengan kesal, tapi tetap tak berkata apa-apa. Bagaimanapun Han Sen tak mungkin mengalahkannya, pemilihan ID apapun percuma, tentu dia mustahil jadi pacar Han Sen.
Han Sen melihat peningkatan pertemanan, ID yang tertampil di atas adalah Cenderamata.
Ji Yanran memandang sekilas rekam jejak Han Sen: total enam ronde, lima kalah satu menang - rekam jejak pemula murni.
Sudah tak berminat berdebat lagi, Ji Yanran langsung membuat ruangan, mengatur kode lalu mengajak Han Sen masuk.
Begitu Han Sen baru masuk ke ruangan, Ji Yanran langsung memilih tingkat kesulitan dan memulai game.
Menyaksikan hitungan mundur berakhir, sebuah gambar holografik terproyeksikan dari alat komunikasi. Selain pelindung air berbentuk bola kristal, terlihat gambar holografik tangan kecil putih pucat Ji Yanran di seberang.
Ji Yanran melihat titik cahaya berkedip, langsung menjulurkan satu jari untuk menyentuh. Namun sebelum sempat menekan, jari di seberang sudah lebih dulu menyentuh titik cahaya itu. Dengan bunyi 'ding', titik cahaya itu pun menghilang.
Ji Yanran tidak terlalu memikirkannya, hanya mengira Han Sen beruntung. Titik cahaya itu lebih dekat ke telapak tangan Han Sen, dan dia lebih dulu melihatnya sehingga bisa mendahuluinya.
Titik cahaya kedua muncul. Kali ini Ji Yanran mengincar posisinya, mengarahkan kelingkingnya secepat mungkin ke titik itu.
Tepat ketika kelingkingnya hampir menyentuh titik cahaya, jari gambar virtual di seberang sudah lebih dulu menegur titik cahaya tersebut.
Dang!
Titik cahaya kembali menghilang. Pihak seberang mendapatkan satu poin lagi, sementara skor Ji Yanran tetap nol.
Ji Yanran tertegun sejenak, tetap merasa Han Sen hanya beruntung saja, bagaimana mungkin pemula seperti itu bisa mengalahkan dirinya.
Tapi ketika titik cahaya ketiga muncul, Ji Yanran yang mengarahkan jarinya lagi-lagi ternyata diambil lagi oleh pihak lawan.
Ji Yanran langsung marah dalam hati, kali ini dia melihat dengan jelas - Han Sen sengaja menargetkannya, mengabaikan titik-titik lain dan hanya merebut yang sedang dia tuju.
"Anak kurang ajar, segera akan Kubuat tahu kalau Kakak Seperguruan Black Eagle tidak bisa dianggap remeh!" Ji Yanran kini mengerahkan seluruh semangatnya, bersiap memberikan pelajaran dengan 100 persen kekuatannya.
Ji Yanran masih menganggap kegagalannya sebelumnya hanya karena kecerobohan sendiri.
Namun saat dia menuju titik keempat, hasilnya sama persis dengan tiga sebelumnya - lawan kembali mendahului, skornya masih nol.
Ji Yanran semakin marah, jari-jari rampingnya mengayun cepat, namun setiap kali jarinya menekan titik cahaya manapun, lawannya selalu berhasil mengena terlebih dahulu.
Ding ding dong! Ding ding dong! Ding ding ding ding dong!
Suara pukulan terhadap titik cahaya terus terdengar, Ji Yanran benar-benar terpaku. Dari awal sampai akhir, dia bahkan tidak berhasil menyentuh satu titik cahaya pun. Han Sen merebut semua titik cahayanya.
"Tidak mungkin... Ini mustahil..." Setelah ronde ini berakhir, Ji Yanran terpaku menatap skor 0 vs 59 yang menyakitkan di layar.
Dari 59 kali serangannya, semua direbut lawan. Lawan sama sekali tidak menyerang titik cahaya lain, semua diambil dari genggamannya. Ini benar-benar targetting murni.
Ji Yanran sulit mempercayai bahwa sebagai ketua komunitas Tangan Tuhan, dirinya bisa dikalahkan tanpa kebobolan sama sekali. Tidak menyentuh satu titik cahaya pun, ini terasa sangat absurd baginya.
"Tidak! Bagaimana mungkin ada yang bisa melakukan level seperti ini, bahkan Kakak Kelas Jing yang paling jago main Tangan Tuhan di sekolah pun tidak mungkin mencapai tingkat seperti ini, apalagi lawannya adalah anak kurang ajar yang belum lolos ujian akademi militer." Begitu terpikir, tiba-tiba wajah Ji Yanran memancarkan amarah.
Karena dia teringat satu hal: ada desas-desus bahwa hacker telah memproduksi cheat game untuk Tangan Tuhan yang bisa mencegah 100% perolehan poin lawan. Performa Han Sen ini sama persis dengan itu, artinya dia menggunakan cheat dalam pertarungan melawannya.
Semakin dipikirkan Ji Yanran, semakin yakin dia. Selain penggunaan cheat game, tidak ada metode khusus lain yang bisa menjelaskan kenapa lawan bisa mencegah 100% perolehannya. Kecuali curang, mana mungkin manusia punya akurasi setinggi itu?
Pun jika ada, itu bukanlah hal yang bisa dilakukan murid yang belum pernah mengenyam pendidikan militer.
