Saat kapal pesiar berhenti di sebuah pulau kecil bergaya taman, Ji Lingfeng digendong turun oleh seorang pengawal karena mabuk sampai tidak bisa berjalan tegak.
Kembali ke villa di pulau itu, dia langsung masuk kamar tidur. Makan malam hanya dihadiri Han Sen dan Ji Yanran berdua.
"Bukannya San Ge bilang ada sumber air panas? Ayo kita berendam!" usul Han Sen sambil tersenyum manis setelah makan.
Pipi Ji Yanran memerah. Dia paham maksud tersembunyi Han Sen. Awalnya membawa Han Sen ke sini karena ada Ji Lingfeng yang bisa mengawasi, tapi tak disangka kakaknya malah mabuk berat dan sekarang sama sekali tidak bisa membantu.
Di kolam air panas yang luas itu, hanya ada Ji Yanran dan Han Sen. Baru setengah jam berendam, wajah Ji Yanran sudah merah merona dengan pesona yang tak terbantahkan.
"Di mana mungkin Han Sen bisa menahan diri?" Dengan gerakan cepat, tubuh indah Ji Yanran diangkatnya, melangkah besar menuju ruangan.
Ji Yanran bagai orang mabuk, kedua tangannya merangkul leher Han Sen. Wajah kecilnya terbenam di dada hangatnya, tubuhnya lemah tak berdaya.
Saat tubuh anggun itu terbaring di selimut seperti serpihan salju, wajah Ji Yanran semakin memesona. Kilauan di matanya memancarkan daya tarik yang tak tertahankan.
"Sayangku Yanran, aku datang!" Layaknya harimau kelaparan menerkam mangsanya, Han Sen segera menguasai domba malang itu.
"Hmm..."
Perjalanan empat hari tiga malam di Pulau Aegean terasa berlalu sekejap. Dengan perasaan enggan berpisah, Han Sen kembali ke akademi militer. Setelah tugas tim kecil diaturs dengan baik, ia pun memasuki Perlindungan Baja.
Masih ada lebih dari sebulan sebelum hewan kecil Yun mencapai level darah suci. Han Sen berniat memburu beberapa makhluk mutan selama periode ini.
Tempat termudah melihat makhluk mutan adalah Rawa Kegelapan. Tapi makhluk mutan di sana umumnya lebih besar, sedangkan di Gurun Sihir Putih banyak yang bergerombol sehingga cukup merepotkan untuk diburu.
Setelah mempertimbangkan matang-matang, Han Sen memutuskan untuk mencoba hoki di Pegunungan Giok Naga.
Dulu Han Sen hanya tahu nama beberapa pegunungan di sekitarnya, tapi tidak paham betul tentang alur geografis dan sebaran pegunungan ini.
Setelah menjadi kapten regu kecil, Han Sen mempelajari banyak data berguna dari dokumen internal Kelompok Aksi Keamanan Khusus, termasuk informasi rinci tentang Pegunungan Giok Naga.
Pegunungan Giok Naga sudah lama ditemukan, tapi sampai sekarang belum ada yang berani benar-benar berburu di sana.
Bahkan kekuatan besar seperti Batalyon Baja, Tim Tinju, dan Shen Tianzi yang memiliki banyak orang kuat dan anggota level tinggi pun tidak berani pergi ke Pegunungan Giok Naga untuk memburu makhluk mutan.
Alasan utamanya adalah terlalu banyak makhluk mutan level tinggi di Pegunungan Giok Naga. Konon makhluk superior seperti Sang Pembantai Berdarah pun kabur dari pegunungan ini.
Berdasarkan data terbatas dan kesaksian senior yang pernah ke sana, bahkan di daerah pinggir pegunungan saja sudah ditemui beberapa Makhluk Darah Ilahi.
Kebanyakan orang yang pergi ke sana tewas. Sedikit yang bisa kabur kembali pun tak mau mengulangi.
Ini bukan lagi masalah kekuatan. Di wilayah yang dipenuhi Makhluk Darah Ilahi, jumlah manusia tak lagi relevan.
Menurut kesaksian para penyintas, di dalam terdapat ular raksasa sepanjang ratusan meter, burung monster sebesar awan hitam, dan monster mengerikan sebesar bukit—benar-benar markas besar makhluk mutan level tinggi.
Deskripsi yang paling membekas bagi Han Sen adalah, setelah memasuki Pegunungan Giok Naga, mereka bahkan tidak melihat satu pun makhluk mutan biasa. Makhluk mutan terendah yang ditemui semuanya sudah mencapai tingkat mutasi.
Meski risikonya besar, Han Sen mengandalkan roh binatang suci yang bisa berubah warna untuk menyembunyikan jejak, sehingga bisa menyelinap masuk untuk melihat apakah ada kesempatan.
Adapun masalah aroma tidak perlu dikhawatirkan. Han Sen sengaja menghabiskan sedikit poin tim kecil untuk membeli cairan tumbuhan yang bisa menutupi aura tubuhnya dari internal klub. Barang ini telah melalui verifikasi banyak orang. Setelah disemprotkan, bahkan makhluk mutan dengan penciuman tajam pun sulit membedakan aroma manusia.
Setelah persiapan matang, Han Sen berangkat menuju Pegunungan Giok Naga. Pedang Malaikat Perang Suci dan tombak spiral Ksatria Baju Perang Serangga ikut dibawanya.
Meski memiliki kemampuan berlari cepat Miao Jun, Han Sen tetap membutuhkan waktu 7-8 hari baru bisa tiba di Pegunungan Giok Naga. Ini karena selama perjalanan Han Sen hampir tidak memburu makhluk mutan sama sekali.
Saat tiba di tepi Pegunungan Giok Naga, Han Sen langsung berhati-hati. Ia tidak berani lagi menunggangi Miao Jun, langsung menyimpan kucing itu. Setelah menyemprotkan cairan tumbuhan, ia memanggil Baju Zirah Darah Suci dan dengan hati-hati memasuki pegunungan.
Walau memiliki sayap darah ilahi, Han Sen tak berani terbang sembarangan. Meski kecepatan sayap darah ilahi cukup tinggi, masih kalah dibanding makhluk darah ilahi yang terbang. Terbang di langit sama saja dengan bunuh diri.
Kemampuan roh binatang suci yang bisa berubah warna juga tidak mungkin diaktifkan sekarang. Durasi transformasi terbatas, Han Sen tidak akan menggunakannya kecuali dalam momen kritis.
Pegunungan Giok Naga memang berbeda dari wilayah biasa. Bahkan di tempat seperti Gurun Sihir Putih, kita masih bisa melihat siluet makhluk biasa dan makhluk mutan level purba. Tapi sejak Han Sen memasuki Pegunungan Giok Naga, ternyata tidak ada satu pun makhluk mutan yang terlihat.
Pegunungan batu hitam membentang bagai pasang surut, permukaan gundul yang bahkan tumbuhan sulit ditemukan. Seperti monster-monster mengerikan yang merangkak di atas tanah, memancarkan kesepian yang tak terucapkan.
Barulah terlihat seekor makhluk mutan - raksasa mirip mammoth yang menyeret tubuh luar biasa besarnya sambil berlari di antara gunung. Gemuruh kuku-kukunya saja seolah bisa membuat tanah bergemetar.
Meski tak tahu apakah makhluk itu roh binatang suci atau tingkat mutasi, hanya dengan melihat postur tubuhnya, Han Sen sudah kehilangan minat.
Makhluk mutan itu sedang berlari menuju area internal Pegunungan Giok Naga. Han Sen sengaja mengikuti dari belakang dari jarak jauh. Dengan keberadaan makhluk tersebut yang berperan sebagai "pemukul rumput penakut ular" di depan, diprediksi semua makhluk mutan di sepanjang rute telah terlebih dahulu ketakutan dan keluar. Dengan mengikuti dari belakang, tingkat bahaya yang dihadapi Han Sen seharusnya bisa berkurang signifikan.
Ternyata benar, setelah dua tiga jam mengikuti makhluk raksasa itu, Han Sen sama sekali tidak menemui bahaya. Makhluk mutan di Pegunungan Giok Naga memang memiliki level tinggi, namun populasinya sangat langka. Berbeda dengan pegunungan lain di luar yang lebih padat.
Han Sen merasa sedikit keraguan apakah harus terus mengikuti. Meski metode ini relatif aman, namun sepanjang perjalanan belum ada pertemuan dengan makhluk bermutasi. Entah karena memang tidak ada populasi mutan di sini, atau mungkin semua sudah kabur ketakutan oleh kehadiran makhluk raksasa tersebut.
Saat Han Sen masih ragu-ragu, tiba-tiba mendengar jeritan keras. Makhluk mutan yang sedang berlari jauh di depannya itu ternyata digigit oleh makhluk mutan berbentuk singa berwarna emas, langsung diseret ke udara.
Benar-benar digigit dengan sekali gigit. Tubuh sebesar mammoth itu ternyata hanya sedikit lebih besar dari kepala makhluk mutan singa emas itu. Setelah digigit dan dikunyah dua kali di udara, langsung ditelan masuk ke dalam perutnya.
Han Sen berkeringat dingin. Makhluk mutan seperti singa emas ini terlalu besar, benar-benar seperti gunung kecil, terlihat sangat mengerikan.
