Kini Han Sen akhirnya paham mengapa dia bahkan tidak bisa melukai Golden Roar kecil itu. Keduanya jelas berbeda level. Meski baru lahir, makhluk itu sudah menunjukkan ciri-ciri makhluk super dewa.
"Kristal hitam yang kudapat dari Kumbang Hitam itu, jangan-jangan ini adalah esensi gen kehidupan makhluk super dewa?" Tapi Han Sen segera menyangkal pikirannya sendiri.
Berbeda dengan esensi gen Golden Roar yang langsung habis saat dijilat, kristal hitam ini tetap utuh. Andai cuma sebesar itu, pasti sudah lama ludes dijilat. Namun bentuknya tak berubah sedikit pun.
Sekarang Han Sen juga tidak punya waktu untuk memikirkan banyak hal. Dengan memeluk Esensi Gen Kehidupan itu, setiap ada sedikit celah di perutnya, ia langsung menjilat banyak Esensi Gen Kehidupan sampai perutnya benar-benar penuh tanpa celah lagi, baru berhenti.
Suara "Gen Super Tuhan +1" yang bergema di otaknya adalah momen terindah yang pernah dirasakan Han Sen.
Tidak ada yang lebih membahagiakan di dunia ini daripada ini. Han Sen merasa keputusannya datang ke sini sangat tepat, semua frustasi sebelumnya langsung lenyap.
Esensi Gen Kehidupan sebesar itu dihabiskan Han Sen dalam 7-8 hari, dan ia mendapatkan total 10 point Gen Super Tuhan - sesuatu yang sangat tak terduga baginya.
Sebelumnya Han Sen mengira pola Makhluk Super Tuhan mirip dengan makhluk darah ilahi, bahwa harus memakan seluruh tubuh makhluk itu untuk mungkin mendapatkan 10 point gen lengkap.
Tapi dari yang terlihat sekarang, ternyata tidak seperti itu. Mungkin yang dimakan dari Makhluk Super Tuhan bukanlah fisiknya, melainkan esensi gen kehidupan yang dihasilkannya. Inilah harta sejati yang bisa meningkatkan Gen Super Tuhan.
Kenyataannya Han Sen sudah mencapai puncak gunung ingin mencoba daging Golden Roar. Tapi dengan cepat dia menyadari dengan pahit, bahkan anak Golden Roar pun tak mampu dilukainya. Jenazah Golden Roar besar terbaring di hadapannya, tapi sama sekali tak ada yang bisa dilakukan.
Meski sangat tak rela, saat ini Han Sen memang tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa menghibur diri bahwa mungkin daging dan darah Golden Roar sama sekali tak berguna jika dimakan.
"Entah bagaimana manusia zaman dulu pertama kali membunuh Makhluk Darah Ilahi." Han Sen berpikir diam-diam, tapi jelas tak ada hasil. Sekarang dia pun tak bisa mengakses jaringan pengawasan untuk menyelidiki.
Setelah beberapa kali ragu, akhirnya Han Sen mengatupkan gigi dan terbang meninggalkan pulau raksasa ini. Karena tidak bisa membunuh anak Roar Emas, tidak ada gunanya dia bertahan di sini. Pertumbuhan anak Roar Emas semakin cepat, mungkin dalam beberapa waktu dia bukan lagi lawannya. Saat itu tiba, bisa jadi masalah besar baru.
Untunglah Han Sen memiliki sayap darah ilahi. Kalau tidak, menyeberangi lautan hanyalah mimpi di siang bolong. Meski punya sayap darah ilahi, dia tidak berani terlalu mencolok.
Setelah pengalaman mengikuti Roar Emas ini, Han Sen akhirnya menyadari keganasan dunia perlindungan. Tidak boleh lengah sedikit pun, kalau tidak nyawa kecil ini bisa terbuang kapan saja.
Awalnya Han Sen mengira perjalanan laut ini akan hampir mustahil selamat. Bagaimana pun, di tengah laut dia bahkan bingung membedakan arah, belum lagi banyaknya monster laut ganas.
Jika hanya ada binatang laut mungkin tidak masalah, mengingat Han Sen bisa terbang, tapi burung pemangsa di laut juga cukup banyak. Setidaknya saat datang, Han Sen telah melihat beberapa burung pemangsa level darah suci.
Mungkin karena kasih Tuhan, Han Sen terbang selama lebih dari dua hari tanpa insiden. Tidak hanya tidak menghadapi bahaya, malah berhasil memburu seekor ikan laut bermutasi. Dengan memakan banyak daging ikan mutasi, gen bermutasinya bertambah dua poin sehingga total gen bermutasi mencapai 86 poin.
Lebih beruntung lagi, Han Sen juga melihat sebuah pulau. Di tepi pulau itu, terlihat sebuah kapal besar yang jelas merupakan produk modern.
Meski tidak dilengkapi instrumen elektronik, material kapal tersebut jelas merupakan produk sintesis teknologi tinggi. Di badan kapal tertulis angka "Sang Dewi Bulan", menunjukkan ini adalah barang milik manusia.
Sayangnya kapal ini sudah rusak parah dan tampaknya telah ditinggalkan dalam waktu lama, hingga lapuk tidak karuan.
Tapi ini semua tidak masalah. Karena ada kapal di pulau ini, kemungkinan besar ada orang di sana, bahkan mungkin ada tempat perlindungan di pulau ini. Kalau begitu, itu bagus sekali. Setidaknya Han Sen bisa menggunakan teleportasi di alun-alun perlindungan untuk kembali ke sekolah.
Sudah beberapa bulan dia pergi tanpa mengirim kabar sama sekali. Pasti dia melewatkan ujian setengah tahun. Di pihak sekolah mungkin masih baik-baik saja, tapi Ji Yanran pasti sangat khawatir.
Namun saat Han Sen terbang ke atas pulau, ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah tidak enak.
Pulau ini tidak terlalu besar tapi juga tidak kecil. Dari udara, Han Sen bisa melihat seluruh pulau sekilas. Tidak terlihat bangunan mirip tempat perlindungan, bahkan tidak ada satu pun rumah layak huni manusia.
Setelah mendarat di pulau, Han Sen menyimpan semua roh binatangnya dan kembali ke wujud aslinya.
Saat sedang mencari tempat untuk beristirahat di pulau dan merencanakan langkah selanjutnya, tiba-tiba dia melihat seseorang muncul dari hutan di kejauhan.
Orang itu melihat Han Sen, terkejut sejenak, tiba-tiba sambil melambaikan tangan dan berteriak ke arah Han Sen sambil berlari mendekat.
Setidaknya masih ada manusia di sini, membuat perasaan Han Sen sedikit lebih lega. Ini menunjukkan area ini seharusnya tidak terlalu jauh dari wilayah permukiman manusia.
Memang manusia bisa mengirim komponen kapal ke dunia perlindungan untuk merakit kapal besar, tapi karena tidak bisa menggunakan teknologi energi di sini, kapal di dalam perlindungan tidak memiliki tenaga penggerak. Jangkauan berlayarnya sangat terbatas, ditambah banyak makhluk mutan laut yang kuat lebih berbahaya daripada di darat, tidak ada yang berani mengemudikan kapal terlalu jauh ke laut lepas.
Biasanya hanya berlayar di perairan dekat yang cukup familiar, memburu makhluk mutan laut yang relatif lemah.
Han Sen mengamati orang itu dengan seksama - seorang wanita muda berusia sekitar dua puluh tahun yang mengenakan zirah roh binatang berwarna biru, saat ini menatap Han Sen dengan wajah bersemangat.
“Apakah Kamu berasal dari Pulau Gran?” wanita muda itu bertanya dengan kegembiraan yang meluap-luap, suaranya terdengar gemetar.
“Maaf, aku tidak tahu di mana Pulau Gran itu.” Han Sen menggelengkan kepala, hendak menanyakan lokasi tempat ini pada wanita tersebut, tapi tiba-tiba melihat beberapa orang keluar dari hutan di samping. Mereka semua berusia sekitar dua puluhan, penampilannya mirip satu sama lain.
Melihat Han Sen, mereka sama-sama menunjukkan ekspresi bersemangat. Berbondong-bondong mereka mendekat, saling menyela dengan suara berkecamuk. Pertanyaan yang paling sering diulang sama persis dengan yang diajukan wanita tadi.
“Apakah Kamu berasal dari Pulau Gran?”
“Mohon maaf, aku bukan dari Pulau Gran. Aku orang dari Perlindungan Baja, terkena musibah di laut dan tidak sengaja sampai ke sini. Bisa tahu ini wilayah mana?”
Mendengar penjelasan Han Sen, wajah mereka langsung berubah pucat. Semua menunjukkan ekspresi kecewa yang sangat.
