Dor!
Kristal mutan ternyata tidak terlalu keras dan hanya memiliki ketebalan sekitar 2-3 sentimeter. Tebasan pedang Han Sen langsung membelahnya, meninggalkan retakan besar setinggi orang dewasa dengan lebar sekitar satu kaki.
Han Sen waspada memegang Pedang Malaikat Perang Suci sambil menatap ke dalam retakan, namun pemandangan yang terlihat membuatnya terdiam sejenak.
Kegemparan yang tak tergambarkan, bagaikan kota bawah tanah raksasa yang diselimuti cahaya hijau, dengan ruang bawah tanah yang begitu luas hingga tak terlihat batasnya.
Di kubah atas, di mana-mana terdapat kristal aneh yang berkilauan cahaya hijau, hampir seperti langit berbintang hijau.
Bangunan-bangunan batu hitam aneh saling bersilangan, rumit bak labirin, tanpa jejak pahatan buatan manusia, persis seperti sarang lebah yang dibangun lebah dari sekresi mereka sendiri. Namun di sini, bangunan-bangunan hitam mengerikan itu berukuran beragam, namun seolah mengikuti pola tertentu, kekasaran yang mengandung keindahan tak biasa.
Han Sen tahu bangunan-bangunan ini adalah sarang makhluk mutan legendaris. Setiap rumah sarang mungkin berisi makhluk mutan. Begitu mendekati sarang itu dan terdeteksi oleh makhluk di dalamnya, mereka akan langsung melesat keluar tanpa ragu untuk membunuh manusia yang menginvasi.
Han Sen melirik sekeliling. Di sini ada puluhan ribu sarang berukuran berbeda-beda. Ada yang sebesar telapak tangan, ada pula yang sebesar istana. Sarang-sarang itu saling terhubung, terlihat aneh namun seolah memang seharusnya demikian.
"Tian Lingling di langit dan bumi, Taishang Laojun dan Sang Buddha, tunjukkanlah wujud-Mu. Sebaiknya jangan ada terlalu banyak makhluk mutan, datanglah beberapa makhluk purba asal-asalan saja sebagai formalitas." Sambil berjalan maju dengan hati-hati, hatinya diam-diam berdoa.
Meski masih ada cukup ruang di atas sarang-sarang ini, Han Sen tidak berniat terbang melewatinya. Terbang di atas akan membuat semua makhluk mutan melihatnya dengan jelas, mungkin akan berkerumun menyerbunya. Ruang di sini tidak tak terbatas, bagian atas hanya sekitar 20-30 meter. Makhluk mutan kuat bisa melompat menyentuh kubah batu, jadi penerbangan tidak terlalu bermakna.
Dengan hati-hati melewati sisi sebuah sarang, mata Han Sen mengawasi ketat struktur itu. Jika ada tanda ketidakwajaran, dia akan segera mundur.
Bahkan jika makhluk mutan benar-benar keluar, solusinya tetap sama: bunuh dulu baru bicara.
Namun sarang itu sama sekali tidak bereaksi. Bahkan setelah Han Sen melewatinya, tetap tak ada gerakan, membuatnya menghela napas lega.
Tapi ini baru permulaan. Sarang-sarang hitam bagaikan bom waktu berukuran berbeda. Han Sen tak bisa memprediksi sarang mana yang tiba-tiba akan meledak, mengeluarkan makhluk mutan dari dalamnya.
Han Sen berjalan dengan jantung berdebar-debar, namun entah karena dia memiliki hoki alami atau doa sebelumnya mulai berefek, para dewa sedang melindunginya. Dia telah berjalan selama setengah hari, melewati lebih dari seribu sarang, namun tidak ada satu pun makhluk mutan yang keluar dari sarang-sarang tersebut.
"Apakah sarang makhluk mutan ini kosong? Apakah semua penghuninya sudah pergi?" Han Sen diam-diam bertanya-tanya. "Tidak mungkin. Data menyebutkan kecuali telur makhluk mutan dihancurkan, sarang akan terus memproduksi makhluk mutan. Sarang ini masih tertutup rapat, seharusnya belum ada yang masuk. Telurnya pasti masih ada, mengapa tidak ada makhluk mutannya?"
Tetap waspada, Han Sen masih trauma akan pengalaman buruknya di Pegunungan Yu Long akibat kecerobohan. Meski kali ini terlihat sangat lancar, dia terus mempertahankan kewaspadaannya sambil melanjutkan perjalanan.
Setiap melewati sebuah sarang, tak peduli besar kecilnya, Han Sen selalu mengawasi sarang itu dengan sangat hati-hati, agar tidak kaget jika tiba-tiba ada makhluk mutan yang keluar dan menyerangnya.
Tapi sepanjang perjalanan Han Sen ini, sarang yang telah dilihatnya tak kurang dari puluhan ribu, ternyata bahkan satu makhluk mutan pun tidak ada, seolah-olah ini benar-benar sarang kosong.
"Sungguh aneh, di jaringan pengawasan disebutkan bahwa sarang-sarang makhluk mutan yang pernah ditemukan sebelumnya, pasti akan menemui beberapa makhluk mutan, yang sedikit pun ada ratusan ekor, yang banyak bisa mencapai ribuan bahkan puluhan ribu ekor. Kenapa di sini bahkan satu ekor pun tidak ada?" Han Sen diam-diam merasa frustasi.
Tiba-tiba, Han Sen mendengar suara "kres" yang samar, hatinya langsung berdebar kencang, pandangannya segera menoleh ke arah sumber suara.
Terlihat sebuah sarang setinggi sekitar tiga meter yang berbentuk setengah lingkaran seperti gundukan kuburan, sekitar sepuluh meter di depannya. Saat ini sarang itu telah retak membentuk beberapa garis, dan retakan itu terus merambat ke luar.
"Akhirnya datang." Han Sen tidak panik, perlahan mundur sekitar sepuluh meter, mencari posisi dengan ruang yang lebih luas, namun sorot matanya tak pernah lepas dari sarang berbentuk kuburan itu.
Retakan di sarang semakin membesar, saling bersilangan seperti jaring, tak lama kemudian sudah tidak berbentuk lagi.
Dor!
Sarang itu tiba-tiba seperti dihantam sesuatu hingga berkeping-keping, sebuah siluet muncul dari reruntuhan sarang.
"Makhluk mutan berbentuk manusia?" Begitu melihat jelas siluet itu, Han Sen langsung menggenggam erat Pedang Malaikat Perang Suci di tangannya.
Makhluk mutan berbentuk manusia biasanya memiliki level tinggi, kemungkinan besar termasuk kategori Makhluk Darah Ilahi. Han Sen sama sekali tidak berani meremehkan.
Makhluk mutan itu ternyata adalah kerangka yang seluruh tubuhnya seperti giok putih. Namun di antara tulang-tulangnya tumbuh sambungan tulang seputih giok, tidak seperti kerangka biasa yang memiliki banyak celah. Kerangka ini sama sekali tidak memiliki celah di antara tulang-tulangnya, tapi terlihat sama sekali tidak kaku. Cara berjalannya hampir seperti pejalan kaki biasa, terlihat sangat lincah.
Pada tubuh kerangka giok putih itu, terdapat banyak pola hitam aneh. Di kedua tangannya, terdapat sepasang pisau tulang hitam polos berbentuk belati yang terlihat sangat mistis.
"Benda suci?" Han Sen kembali terkejut. Makhluk mutan berbentuk mirip manusia ini ternyata menghasilkan benda suci, itupun sepasang, memang benar-benar mencengangkan.
Rongga mata kerangka itu mengarah ke Han Sen, di dalamnya tidak kosong, melainkan terdapat sepasang bola mata yang terbuat dari tulang putih, putih murni tanpa warna hitam, mengawasi ketat Han Sen dengan tatapan membeku, lalu melangkah mendekati Han Sen selangkah demi selangkah.
Langkah awalnya masih lambat, namun kecepatannya semakin meningkat. Dalam belasan langkah, gerakannya telah secepat kilat, meluncur seperti angin hingga berada di hadapan Han Sen. Pisau tulang hitam di tangannya menusuk leher Han Sen dengan teknik mengerikan, gerakan itu begitu cepat dan beringas, hanya dengan sekali kibasan sudah sampai di depan wajah Han Sen.
Han Sen kini sudah yakin, kerangka mengerikan ini pasti Makhluk Darah Ilahi. Namun hatinya tidak gentar, Pedang Malaikat Perang Suci di genggamannya langsung menghunjam ke arah pisau tulang yang menusuk itu.
Pisau tulang yang pendek itu akan terlempar atau bahkan patah oleh sabetan pedang Han Sen yang dahsyat ini.
Namun ketika Pedang Malaikat Perang Suci hampir mengenai tulang pisau itu, postur kerangka tiba-tiba berputar secara mengerikan. Tulang pisau yang hampir bertabrakan dengan pedang suci itu ternyata berhasil ditarik kembali, sementara tulang pisau di tangan satunya entah bagaimana sudah menusuk ke dahi Han Sen. Hawa dingin dari ujung pisau tulang itu hampir merembes melalui baju zirah dan menyentuh kulitnya.
