Tapi saat dua panah itu mendekat, pemandangan mengerikan terjadi. Panah Kyōgiri Aya ternyata tidak menyimpang ke samping, malah seperti besi yang tertarik batu magnet, berakselerasi mendekati panah Han Sen.
Dor!
Dua panah bertabrakan. Panah Han Sen yang terlihat tak begitu kuat justru melontarkan panah Kyōgiri Aya. Entah ilusi atau bukan, panah Han Sen malah menjadi lebih cepat dan lebih dahsyat.
Dor dor dor...
Rentetan suara benturan panah menyatu dalam harmoni, intervalnya sudah tak bisa dibedakan lagi.
Panah Han Sen bertubrukan secara berturut-turut dengan sepuluh panah Kyōgiri Aya, satu lawan sepuluh. Namun bagaikan senjata legendaris tak terbendung, dalam sekejap menyapu seluruh panah Kyōgiri Aya hingga terlempar. Tenaganya tidak berkurang sedikit pun, justru semakin dahsyat dan otoriter, laksana kilat hitam yang menyambar dari kehampaan.
Dang!
Panah itu menghujam dada hangat Kyōgiri Aya. Kekuatan dahsyatnya membuat tubuh Kyōgiri Aya terhuyung mundur beberapa langkah sebelum akhirnya terjatuh duduk di tanah.
Kyōgiri Aya terpaku bagai patung, pupil matanya menyempit hingga titik ekstrim. Dengan wajah sulit memercayai kenyataan, ia menatap panah yang masih menancap di dadanya, seolah seluruh dirinya berubah menjadi batu.
Fakta bahwa di dalam dan luar lapangan latihan panahan terjadi suasana senyap mencekam. Tak ada yang menyangka hasilnya akan seperti ini. Siapa pun tak bisa membayangkan, Han Sen menggunakan busur latihan 11.0, sekadar melepas satu panah sembarangan - bahkan tanpa menarik busur hingga penuh - ternyata memiliki tenaga yang sulit dipahami seperti ini. Ini benar-benar melanggar semua hukum fisika.
Han Sen menghampiri Kyōgiri Aya yang masih terdiam, menepuk bahunya: "Aya, ingin belajar teknik spiral arrow sesungguhnya? Nanti kalau ada waktu, temui aku. Akan kuajarkan."
Usai berkata demikian, Han Sen mencabut panah pertandingan dari dada Kyōgiri Aya, dengan santai menyimpannya kembali ke tabung panah. Setelah mengembalikan semua peralatan ke rak, ia berbalik meninggalkan lapangan latihan. Tinggal Kyōgiri Aya yang masih duduk kaku di tengah arena, memandang bayangan punggungnya yang menjauh selama setengah hari tanpa bergerak sedikit pun.
"Sial! Benar-benar dewa game! Luar biasa hebat! Inilah spiral arrow sesungguhnya!"
"Aku kan sudah bilang, panah spiral dewa game mana mungkin bisa dipelajari semudah itu. Ternyata Kyōgiri Aya cuma menguasai sedikit kulitnya saja."
"Memang dewa game tetap dewa game. Dari awal sama sekali tidak menganggap Kyōgiri Aya sebagai lawan. Cuma pakai busur 11.0 saja sudah sehebat ini. Kalau pakai busur 16.0, entah seberapa mengerikan hasilnya."
"Luar biasa! Jadi ini rupanya panah spiral yang mengalahkan Kyōgiri Kiri? Ini terlalu ajaib! Bagaimana bisa busur yang terlihat lemah justru menghasilkan panah sekuat ini? Apalagi setelah ditabrak 40 kali, kecepatan dan tenaganya malah semakin kuat... Ini benar-benar terlalu ajaib..."
“……”
Kyōgiri Aya terdiam cukup lama sebelum akhirnya sadar. Wajah bermacam perasaan, matanya mengikuti bayangan Han Sen yang perlahan menghilang dari pandangannya. Tiba-tiba bibirnya merekah senyum pahit yang penuh dengan kerumitan tak terucapkan.
Tiba-tiba dia menyadari betapa menggelitiknya kalkulasi yang dia lakukan sebelumnya. Sejenak dia mengira Han Sen takut berduel dengannya, khawatir akan kalah, sehingga ingin menghindari pertempuran.
Tapi setelah melihat panah itu, dia tiba-tiba paham: Han Sen tak pernah menganggapnya sebagai lawan, tak pernah memandangnya sama sekali. Itulah sebabnya dia begitu tak ambil pusing.
Hanya dengan panah yang dilepas secara santai, hanya dengan busur biasa-biasa saja, namun menghasilkan tembakan yang sulit dipahami akal sehat.
"Pantas disebut yang pernah mengalahkan Kakak, benar-benar luar biasa!" Aya bangkit dari tanah, menatap arah kepergian Han Sen. Tak ada kekecewaan di wajahnya, yang ada hanya kobaran semangat bertarung yang tak terpadamkan. Tidak pernah ada satu momen pun Aya merasakan darahnya berdesir panas seperti ini.
Dia adalah bakat jenius keluarga Kyōgiri, dikaruniai talenta tak tertandingi. Dulu dia mendominasi rekan sebayanya, tak perlu darah bergejolak karena tak ada lawan yang layak membuat jantungnya berdebar.
“Tapi Han Sen ini membuat Kyōgiri Aya merasa seluruh darahnya seolah terbakar, seluruh dirinya bersemangat hingga hampir tak bisa menahan kobaran api dalam dirinya.”
“Kalahkan dia.” Hanya tiga kata ini yang tersisa di hati Kyōgiri Aya.
Setelah membereskan sedikit barang di asrama, Han Sen berpamitan dengan Lao Shi dan kawan-kawan, lalu melakukan teleportasi sendirian ke dunia perlindungan.
Mengalahkan Kyōgiri Aya dianggap sebagai hal yang sulit dipahami oleh orang luar, namun bagi Han Sen itu hanya seperti mengajari anak kecil, tak ada yang layak dibanggakan.
Panah spiral melawan panah spiral - Han Sen menggunakan teknik spiral terbalik yang lahir dari teknik spiral tembakan, langsung menyedot panah Kyōgiri Aya. Dengan teori yin-yang saling melengkapi dari Great Yin-Yang Magnetic Cannon, dia memanfaatkan kekuatan spiral serupa untuk meningkatkan daya hancur panahnya sendiri.
Sepuluh tumbukan kontinu, alih-alih memengaruhi panah yang ditembakkan Han Sen, justru membuat tenaga pada panah semakin kuat. Pada akhirnya, kecepatan panah telah mencapai tingkat yang mengerikan. Kyōgiri Aya bahkan tidak sempat bereaksi sebelum langsung tumbang akibat panah tersebut.
Tentu saja, alasan utamanya adalah Kyōgiri Aya tidak menyangka akan terjadi hal yang sulit dipahami seperti ini. Sama sekali tidak ada persiapan mental sebelumnya. Ketika panah Han Sen berhasil menembus sepuluh panah secara beruntun dan melesat dengan kecepatan tinggi, Kyōgiri Aya baru menyadari bahwa sudah terlambat untuk bereaksi.
Bagi Han Sen, ini adalah hal yang santai. Di antara evolusioner pemula, tingkat pencapaian Han Sen sudah jauh melampaui yang lain. Bisa dikatakan, di kalangan evolusioner pemula, Han Sen sudah menjadi makhluk yang kebal. Di Perlindungan Suci Pertama, musuhnya hanya tersisa Makhluk Dewa Super saja.
Han Sen sendiri tidak ambil pusing, namun di Akademi Militer Black Eagle, panahnya telah dianggap sebagai manifestasi Tuhan.
Para adik tingkat yang masuk setelah Han Sen, yang awalnya hanya mengetahui kisahnya lewat legenda, kini menyaksikan langsung bagaimana satu panah itu mengembalikan Han Sen ke sorotan publik.
Dewa game Black Eagle, sang "kaisar" yang legendaris, telah kembali. Dengan panah mautnya, dia menyatakan pada semesta: Takhta Black Eagle masih milikku.
"Kenapa selama dua tahun ini Sang Dewa tidak ikut kompetisi? Kalau beliau turun, pasti bisa mempersembahkan lebih banyak penghargaan untuk Black Eagle! Dengan kemampuan memanah level dewa, meski Akademi Militer Pusat pun takkan mampu menghalangi kemenangannya, kan?"
"Bahkan lebih dari kemampuan memanah, teknik Hitam-Putih dan operasi rompi anti peluru Sang Dewa juga kebal tiada tanding. Ngomong-ngomong, julukan 'Kaisar'-nya itu didapat dari kompetisi Hitam-Putih lho, satu orang mengunci bersih lima pemain Saint Moritz, bahkan satu poin pun tidak diberikan ke mereka. Kalian harus tahu, saat itu Saint Moritz punya Nalan Chengnuo yang dijuluki era keemasan mereka..."
"Benar atau tidak sih?"
"Ngapain aku bohong? Rekaman pertandingannya masih ada di platform komunitas sekolah. Coba kamu cek sendiri! Kalau ada satu kalimat ngibulku, keperjakaanku jadi milikmu."
……
Nama Han Sen kembali menjadi buah bibir di Akademi Militer Black Eagle. Banyak teman sekelas mencari rekaman pertandingan lamanya, dan setelah menyaksikan, mereka semua terkagum-kagum.
