Di Pegunungan Tembaga Merah banyak makhluk mutan, tapi Han Sen tidak berminat memburu. Kebanyakan hanya makhluk biasa dan purba. Sekalipun sesekali melihat satu dua makhluk bermutasi, begitu melihat postur tubuhnya yang besar, minatnya untuk bertindak langsung hilang.
Kecepatan Serigala Angin memang luar biasa. Lari kencangnya adalah yang tercepat di antara semua mount yang pernah Han Sen lihat. Hampir tidak ada makhluk mutan yang bisa menguntitnya.
Sesuai arah perkiraan yang dikatakan Ma Mingjun, Han Sen menunggangi serigala angin dewa melakukan pencarian ke segala arah, terus menuju kedalaman pegunungan tembaga merah.
Mungkin karena hoki kami bagus, atau bisa dibilang serigala angin dewa larinya terlalu cepat, hanya dalam waktu lebih dari sehari, Han Sen sudah menemukan kura-kura darah dewa legendaris itu.
Target itu memang terlalu mencolok, susah untuk tidak melihatnya - seekor kura-kura hitam sebesar mobil kecil yang sedang merangkak naik ke sebuah gunung besar berwarna tembaga merah.
Meski bentuk gunung itu sangat curam, kura-kura hitam itu dengan mengerikan menggunakan keempat kakinya mencengkeram dinding tebing, kecepatan merangkaknya ternyata cukup cepat.
Han Sen tidak buru-buru mendekat, hanya mengawasi dari jauh kura-kura raksasa yang sudah mencapai lereng gunung itu.
Cangkang kura-kura berwarna hitam legam, dengan anggota badan dan leher berwarna hijau tua. Jika diamati lebih dalam, pada cangkang hitam pekat tersebut sebenarnya terdapat banyak pola unik berwarna merah gelap. Di bawah dasar hitam, pola merah gelap ini mudah terabaikan jika tidak diperhatikan seksama.
Di kepala kura-kura tumbuh sepasang tanduk melengkung hijau tua menyerupai kambing, sementara anggota badannya ditutupi sisik-sisik hijau tua.
Han Sen mengamati dari kejauhan sebentar. Kura-kura raksasa itu hampir mencapai puncak gunung.
Anehnya, sebagian besar pegunungan tembaga merah merupakan gunung batu yang tandus. Mungkin karena terkait dengan batuan dan tanah berwarna tembaga kemerahan, hampir tidak ada tumbuhan yang terlihat di sini.
Tapi anehnya, tepat di puncak gunung besar itu tumbuh sebatang pohon buah yang sangat subur. Entah pohon apa sebenarnya, batangnya berkelok-kelok dengan ketinggian sekitar lima enam meter. Di dahannya bermekaran banyak bunga putih kecil, dan di tempat-tempat dimana bunga-bunga itu telah jatuh, tumbuh rangkaian buah-buahan kecil merah segar seperti akik.
Kura-kura raksasa itu merangkak sampai ke puncak, lalu dengan tak terduga mengangkat tubuhnya berdiri. Kaki depannya mencengkeram batang pohon, sementara lehernya yang panjang menjulur untuk menggigit rangkaian buah merah di dahan.
"Jangan-jangan si kura-kura tua ini bersusah payah merangkak dari lautan hanya demi memakan buah merah itu?" Han Sen tertegun seperti patung menyaksikan pemandangan ini.
Saat masih di sekolah terpadu dulu, Han Sen sudah mempelajari bahwa tumbuhan di dunia perlindungan tidak boleh sembarangan dimakan - terutama buah dan akar. Karena perbedaan genetik yang besar antara manusia dan makhluk perlindungan, banyak tanaman disini yang tidak bisa dicerna, bahkan justru menimbulkan efek samping buruk bagi raga.
Ada beberapa tanaman yang bisa dimakan, tapi manusia harus bisa membedakannya sendiri.
Tapi saat ini belum ada "Shen Nong yang mencicipi ratusan tumbuhan" di antara manusia. Metode ilmiah juga tidak terlalu berguna di sini, jadi kebanyakan orang tidak akan memakan tumbuhan dari tempat perlindungan.
Saat terjebak di pulau yang dikuasai Gui Yan Pi sebelumnya, Xu Ruyan dan yang lain juga melalui banyak eksperimen sebelum menemukan jamur dan tanaman yang bisa dimakan.
Buah di pohon itu mungkin aman untuk kura-kura tua, tapi belum tentu untuk manusia. Han Sen hanya mengawasi dari samping saat kura-kura galak itu melahap buah-buah merah, kadang bahkan menyantap daun dan bunga putih sekaligus.
Tak lama seluruh buah di pohon habis dimakannya. Kura-kura itu menjilat mulutnya dengan ekspresi belum puas, lalu mulai merangkak turun gunung perlahan-lahan.
Han Sen masih ragu-ragu apakah akan mencoba bertindak untuk menguji apakah kura-kura tua itu Makhluk Dewa Super, tiba-tiba mendengar gemuruh kuku-kuku yang kacau dari kejauhan.
Saat menoleh, ternyata Zhao Guqing dan timnya sedang mendekat ke arah sini. Melihat Han Sen dan kura-kura tua di gunung, ekspresi Zhao Guqing berubah agak masam.
Beberapa orang yang menunggang mount mendekati Han Sen, langsung mengurung Han Sen di tengah. Zhao Guqing yang duduk di atas harimau raksasa loreng memandang dengan dingin: "Mau mati atau mau hidup?"
"Apa bedanya mau mati atau hidup?" tanya Han Sen dengan datar pada Zhao Guqing.
"Kalau mau mati, kami akan membabatmu sekarang juga." Zhao Guqing mendengus keras: "Tapi kalau mau hidup, patuhi perintah kami! Biarkan saudara-saudaraku menggembokmu, lalu pergi sejauh mungkin dari Pegunungan Tembaga Merah!"
"Han Sen juga tidak kesal, orang-orang seperti ini sama sekali tidak layak membuatnya kesal. Ia hanya tersenyum pada Zhao Guqing: 'Tidakkah kalian merasa memperlakukan penyelamat kalian seperti ini adalah tindakan yang tak tahu balas budi?'"
"Anak muda, omong kosong apa lagi ini? Kapan kau pernah menjadi penyelamat kami? Jangan asal membangun hubungan di sini. Kakak-kakak di sini hanya punya musuh, tidak punya penyelamat!" Liu Heijie menunjuk Han Sen dengan bentakan marah.
Han Sen sama sekali tidak menghiraukan Liu Heijie, melanjutkan dengan datar: "Sepertinya kalian juga orang-orang yang banyak membaca buku. Apa kalian tidak pernah mendengar sebuah kalimat?"
"Kalimat apa?" Zhao Guqing mengerutkan alisnya halus, mulai menyimpan kewaspadaan terhadap Han Sen.
Ketenangan Han Sen benar-benar luar biasa. Sikapnya yang terlalu tenang hingga tidak biasa itu seolah menunjukkan ia sama sekali tidak mempedulikan keberadaan mereka.
Zhao Guqing memberi kode mata pada orang di sampingnya. Dua orang segera pergi memeriksa sekeliling, tapi tidak menemukan tanda-tanda penyergapan sama sekali. Di sini hanya ada Han Sen seorang diri.
Han Sen menghela napas: "Apa kalian belum pernah mendengar pepatah 'Tidak membunuh sudah merupakan budi'? Aku tidak membunuh kalian, itu sudah anugerah terbesar. Tapi kalian malah ingin membalas budi dengan kejahatan. Menurut kalian sendiri, bukankah ini perbuatan tak tahu balas budi?"
"Sialan, cari mati!" Liu Heijie dan yang lain langsung membentak marah. Mereka menyambar senjata dan menyerang Han Sen.
Meski masih ada keraguan di hati, Zhao Guqing melihat memang hanya Han Sen seorang diri di situ. Dia pun tak pikir panjang lagi, mengambil tombak panjang dan ikut menusuk ke arah Han Sen.
Karena semua menunggang mount, mereka menggunakan senjata panjang. Han Sen yang menunggang serigala angin melihat serangan datang, tangannya meraih ke belakang punggung. Dengan gerakan terampil, dia mengeluarkan tombak spiral terbalik dari sarung kainnya.
Tombak melintang diayunkan, suara menderu tombak panjang langsung menghentakkan semua senjata yang menyerang Han Sen. Bahkan beberapa senjata non-level darah suci langsung patah tersapu tombak spiral.
Meski senjata Zhao Guqing dan Liu Heijie tidak patah, kedua tangan mereka kesemutan. Mulut harimau pecah berdarah, hampir tidak bisa memegang senjata di genggaman.
Semua orang langsung panik, hampir tak percaya wibawa satu tusukan lawan bisa sekuat ini. Mereka menatap siluet di atas serigala perak raksasa dengan wajah pucat ketakutan.
Tapi Han Sen tak berminat menyaksikan ekspresi mereka. Tombak spiral di tangannya sudah menusuk tajam bagai bintang dingin ke salah satu orang.
