Gurun putih terlihat sangat muram di bawah sinar Moonlight, sesekali terdengar lolongan serigala dari kejauhan. Sebuah api unggun berkobar dengan gemericik, di sebelahnya Han Sen sedang memanggang daging dengan Panah Ikan Duri Tulang yang ditusukkannya.
"Miao Jun dalam status hewan peliharaan tiarap di kaki Han Sen, sepasang mata kucingnya tak berkedip mengawasi ketat daging panggang yang mengeluarkan minyak berdesis dan aroma wangi, sesekali mengulurkan cakar ingin menyentuh tapi terlihat ragu-ragu, mengulur sedikit lalu menarik kembali."
"Tidak usah buru-buru, sebentar lagi bisa dimakan." Han Sen melihat tingkah Miao Jun merasa lucu.
Awalnya Han Sen berniat memburu makhluk mutan mirip Phoenix itu, tapi dirinya sendiri hanya pernah datang sekali ke sini. Jalan yang diingatnya adalah pertama mencapai pohon besar yang terbakar menjadi arang, lalu menentukan kembali arah untuk menemukan gunung besar itu.
Tapi sepanjang perjalanan Han Sen, setelah tiba di area yang kira-kira sesuai dengan ingatannya, ia tak menemukan pohon besar yang hangus terbakar itu. Setelah berputar-putar cukup lama di sekitarnya pun tak ada tanda pengenal yang familiar. Hanya mengandalkan rute samar dalam ingatannya untuk mencari gunung salju, setelah berjalan seharian, bahkan bayangan gunung salju pun tak terlihat. Akhirnya ia memutuskan beristirahat dulu semalam dan melanjutkan pencarian besok.
Setelah susah payah memanggang daging itu, Han Sen membagikan separuhnya untuk Miao Jun. Saat manusia dan kucing itu sedang asyik menyantap makanan, tiba-tiba terdengar gemuruh kuku-kuku yang berantakan dari kejauhan. Suara itu semakin dekat, makin jelas terdengar. Samar-samar juga terdengar suara manusia.
"Ada cahaya api... Di sana ada cahaya api... Kelihatannya seperti ada yang..."
Han Shen menegakkan kepala sebentar. Dalam cahaya bulan terlihat empat penunggang kuda sedang berlari kencang menuju arahnya - dua laki-laki dan dua perempuan. Hanya melihat kendaraan tunggangan dan baju zirah yang mereka kenakan, sudah pasti mereka bukan orang biasa.
"Yang berani datang ke Gurun Putih Sihir, pasti bukan orang biasa." Han Sen hanya melirik sekilas lalu menunduk kembali menyantap daging bersama Miao Jun.
Keempat penunggang itu segera tiba di dekat Han Sen. Setelah melihat jelas penampilannya, mereka tampak bersemangat. Semuanya turun dari mount dan menghampiri api unggun. Seorang remaja dengan alis hitam tebal seperti ulat bulu berkata, "Teman, bisakah kau menjual sedikit airmu pada kami?"
Dua perempuan dan satu laki-laki lainnya terpaku menatap kantong air di samping Han Sen. Lidah mereka menjilat bibir pecah-pecah tanpa sadar. Di gurun besar, makanan bisa dicari dari makhluk mutan, tapi air sulit ditemukan.
Meski darah makhluk mutan bisa mengisi cairan tubuh, semakin diminum justru membuat semakin haus - bagaikan racun yang diminum untuk menghilangkan dahaga.
Jia Changfeng dan ketiga rekannya telah tersesat di Gurun Putih Sihir selama lebih dari sebulan. Hari ini akhirnya melihat seseorang, yang pertama terpikir di benak mereka ternyata bukan menanyakan jalan keluar, melainkan ingin minum air.
Tapi mereka juga paham, yang berani masuk ke Gurun Putih Sihir pasti bukan orang biasa. Mereka pun tidak berani gegabah menggagas niat merebut, apalagi masih perlu bertanya jalan keluar pada orang ini. Maka Jia Changfeng bicara dengan sangat sopan.
Han Sen tidak bicara. Ia menangkap sekantong air dan melemparnya ke Jia Changfeng, lalu melanjutkan acara makannya yang asyik.
"Terima kasih!" Jia Changfeng berseri-seri tak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Awalnya dia sudah siap mengucurkan banyak darah, mengingat di gurun besar ini air adalah kehidupan. Tak disangka orang ini begitu mudah memberikannya sekantong air.
"Jangan diminum dulu." Jia Changfeng mengambil kembali air itu untuk dibagikan ke dua perempuan dan satu laki-laki. Tapi si lelaki kurus lemah itu menghentikan mereka. Ia mengeluarkan kertas uji dan menguji apakah ada racun di dalam air.
Setelah hasil tes keluar, barulah lelaki itu menghela nafas lega. Setiap orang pun meminum sedikit air.
“Teman, terima kasih, tidak tahu harus memanggil apa?” Xiao Lingfeng yang sudah pernah mencicipi air itu bertanya pada Han Sen.
"Han Sen." Jawab Han Sen sambil membelai Miao Jun yang sedang duduk di pangkuannya dengan telapak tangan.
Xiao Lingfeng tampak berpikir sejenak, sepertinya tidak ada kesan yang muncul, lalu melanjutkan, "Teman tahu jalan keluar dari gurun besar ini? Jika bisa memimpin kami keluar, pasti akan kami beri hadiah berlimpah."
"Hadiah tak perlu. Aku masih harus berburu makhluk mutan di sini, belum berniat keluar. Kalian terus jalan ke arah sana, kira-kira tiga empat hari sampai di gurun berbatu." Han Sen menunjuk arah meninggalkan gurun.
"Teman, jika mau jadi pemandu kami, akan kubayarmu dengan satu roh hewan suci darah ilahi." Xiao Lingfeng menatap Han Sen sambil berkata.
Han Sen tidak menatapnya, hanya menyobek sisa daging panggang yang telah dimakannya lalu memberikan sepotong pada Miao Jun.
Meski tidak menggunakan kepala untuk berpikir, Han Sen tahu Xiao Lingfeng takut dia sengaja menunjuk jalan yang salah. Sikap waspada pria itu memang wajar, tapi terkesan terlalu pelit. Ditambah ketidakmampuannya membaca karakter orang melalui Druid, Han Sen malas berdebat lebih lanjut dengannya.
Seekor roh hewan suci darah ilahi memang bernilai tinggi. Tapi saat ini, Han Sen sama sekali tidak mau membuang-buang waktu beberapa hari hanya untuk mendapatkan satu roh hewan suci darah ilahi. Itu tidak bermakna baginya.
Melihat Han Sen ternyata tetap dingin, baik Xiao Lingfeng maupun Jia Changfeng terkejut. Kedua cewek itu juga memandangi Han Sen dengan tatapan penuh keheranan.
Roh hewan suci darah ilahi selalu menjadi barang incaran di setiap lapisan perlindungan. Bahkan mereka sendiri mustahil bisa bersikap acuh tak acuh terhadapnya.
Hanya dengan menjadi pemandu saja sudah bisa mendapatkan roh hewan suci darah ilahi, tapi lawan sama sekali tidak tergoda. Sikap meremehkan itu membuat mereka semakin mengamati Han Sen lebih seksama.
Nama Han Sen memang punya sedikit ketenaran, tapi itu hanya terbatas di akademi militer dan Perlindungan Baja. Di kalangan lingkaran bangsawan dan orang penting, masih terlalu sedikit yang mengenal Han Sen.
Xiao Lingfeng dan Jia Changfeng jelas bukan orang dari Perlindungan Baja. Jadi mereka belum pernah mendengar nama Han Sen. Selain itu, nama Han Sen juga belum bisa menembus lingkaran tempat mereka berada. Keempat orang itu mengamati cukup lama, tapi tak satu pun yang bisa mengenali asal-usul Han Sen.
"Teman, pernah dengar tentang Semi-dewa Tinju Besi?" Setelah Jia Changfeng dan Xiao Lingfeng saling memandang, yang terakhir berbicara sambil menatap Han Sen.
"Jia Sidao?" Han Sen terlihat agak terkejut sambil menengadah memandang Xiao Lingfeng.
Gelar Semi-dewa Tinju Besi ini cukup terkenal. Dia termasuk salah satu semi-dewa legendaris di antara manusia. Konon keluarga Jia memang mewarisi ilmu bela diri kuno yang sangat mahir dalam seni tinju tradisional.
"Terutama Tinju Pemotong Baja keluarga Jia, yang dijuluki teknik gen super nuklir seni bela diri nomor satu. Entah benar nomor satu atau tidak, Han Sen tidak tahu. Tapi Jia Sidao memang berhasil merangsek ke peringkat Semi-dewa dengan sepasang tinju bajanya yang keras, membuat keluarga Jia dan Tinju Pemotong Baja termasyhur di seluruh federasi."
"Jia Sidao tidak masuk Dewan Sihir menjadi anggota dewan, malah membuka sebuah dojo bela diri dan menerima beberapa murid."
"Berbeda dengan Dojo Dewa Perang yang menerima semua orang tanpa pandang bulu, dojo keluarga Jia hanya merekrut bangsawan muda dari keluarga terpandang, termasuk banyak keturunan anggota Dewan Bangsawan."
"Dia Jia Changfeng, Semi-dewa Tinju Besi adalah kakeknya. Bantu kami memandu jalan, setelah keluar kami bisa jamin kamu bisa bergabung dengan Dojo Tinju Besi dan menjadi murid langsung Semi-dewa Tinju Besi." Xiao Lingfeng menunjuk Jia Changfeng berkata.
