Karena belum lama bergabung, Han Sen belum pernah melihat sang kapten kapal legendaris itu. Sambil membawa laporan menuju ruang kapten, sepanjang jalan ia terus menduga-duga sosok macam apa pemimpin kapal perang tingkat tinggi ini.
Untuk bisa menjadi kapten kapal perang kelas tinggi meski bukan kapal besar, setidaknya pastilah beliau berpangkat Mayor Jenderal.
"Ini laporan keuangan nutrisi bulan depan, perlu ditandatangani komandan kapal." Han Sen datang ke meja kerja sekretaris, menunjukkan laporan tersebut padanya.
"Oh, komandan sudah memberikan pertanggungjawaban. Dia sedang sibuk, suruh kamu langsung mengantarkannya masuk." Sekretaris melihat laporan itu, lalu berkata pada Han Sen.
"Baik." Han Sen mengiyakan, berbalik membawa laporan hingga tiba di depan kantor komandan. Ia mengetuk pintu, tapi tak ada jawaban dari dalam.
Mengingat sekretaris menyuruhnya langsung masuk, Han Sen ragu sejenak lalu mendorong pintu masuk. Setelah membuka pintu, matanya langsung menangkap sosok di balik meja kerja besar tepat menghadap pintu - seseorang sedang bersandar di meja sambil tersenyum bahagia mengawasinya.
Han Sen terpana seketika, kemudian dilanda kegembiraan luar biasa. Dengan gerakan refleks, ia membanting tutup pintu, melempar laporan di tangannya, menyatukan dua langkahnya dalam satu lompatan hingga berada di depan sosok itu, lalu memeluk erat tubuhnya dengan dahsyat.
“Ya Tuhan, apa aku tidak sedang bermimpi? Ternyata bisa bertemu denganmu di sini?” Han Sen terlihat begitu gembira hingga bicaranya kacau-balau. Dia sama sekali tidak menyangka bisa bertemu kembali dengan Ji Yanran di tempat ini.
Ji Yanran yang mengenakan seragam putih kapten kapal berdiri anggun di sana. Selain kecantikan manisnya di era sekolah dulu, kini muncul pula kewibawaan seorang tentara yang memancar dari dirinya.
“Maafkan aku. Aku membawamu ke sini tanpa izinmu, dan hanya bisa menjadikanmu prajurit biasa di dapur. Tapi ini semua yang bisa kulakukan. Meski tahu ini sangat menyakitkan bagimu, tapi aku benar-benar tidak tahan menjalani waktu tanpa kehadiranmu di sisiku. Aku memang egois, semena-mena seperti ini. Maukah kau memaafkanku?” Ji Yanran melingkarkan lengannya di leher Han Sen, seluruh tubuhnya bergelantungan seperti beruang koala di tubuh Han Sen, berkata dengan rindu bercampur penyesalan.
"Yang paling kusukai justru keegoisan dan kesemena-muatanmu." Han Sen mencium bibir kecil Ji Yanran dengan garang, lalu menepuk pantatnya dengan tangan besar.
Wajah kecil Ji Yanran memerah. "Jangan macam-macam, di sini ada pantauan," katanya malu-malu.
"Apa mungkin di kantor kapten ada kamera pengawas?" Han Sen berkata dengan nada tak percaya.
Ji Yanran mengedipkan mata: "Kapal Sang Dewi Penghiba adalah kapal perang yang melaksanakan misi eksplorasi reruntuhan. Bahkan seorang kapten pun tak punya kekuasaan mutlak. Sebenarnya aku hanya melakukan pekerjaan pendukung. Pemimpin sebenarnya misi pelacakan jejak adalah para ahli suku Jingzu."
"Kalau begitu kau cuma sopir bus terbang yang agak besar?" Meski mulut Han Sen berkata demikian, tangannya tetap tak melepas Ji Yanran.
"Biarkan orang lain melihat. Aku tak peduli. Memeluk dan mencium istri sendiri itu hal yang wajar."
Ji Yanran menyunggingkan bibir kecilnya: "Bisa dibilang begitu. Tugas utamaku memang mengantar para sarjana dan ahli ke tujuan, menyediakan personel dan pertolongan untuk mereka. Pekerjaan observasi dan penemuan reruntuhan Kristal yang sesungguhnya tetap harus diselesaikan oleh para ahli itu."
Setelah jeda sejenak, Ji Yanran melanjutkan dengan nada menyesal: "Aku tahu mengangkatmu sebagai prajurit dapur itu merendahkan, tapi pengembangan reruntuhan Kristal ini sangat vital bagi Alliance. Level kerahasiaannya tinggi. Sudah kukerahkan usaha maksimal baru bisa menjadwalkanmu masuk."
"Sebenarnya apa keuntungan reruntuhan Kristal ini sampai Alliance begitu menghargai?" tanya Han Sen dengan penasaran.
"Kamu pasti pernah dengar legenda tentang energi spiritual suku Kristal yang begitu kuat, bisa mengendalikan benda dengan kekuatan pikiran?" Ji Yanran merenung sejenak sebelum berkata.
"Pernah dengar sedikit," jawab Han Sen sambil semakin penasaran, "Apa itu benar-benar nyata?"
"Mungkin benar, aku juga tidak terlalu paham. Tapi satu hal yang tak terbantahkan, ras Kristal memiliki banyak teknologi kristal. Yang paling umum adalah kristal memori. Manusia dengan energi spiritual cukup kuat bisa mencetak ingatan mereka ke dalam kristal memori, juga membaca ingatan di dalamnya. Ini jauh lebih canggih daripada AI utama manusia, mungkin sampai berkali-kali lipat," jelas Ji Yanran.
"Wah hebat! Masih ada barang bagus apa lagi?" Han Sen semakin tertarik.
"Masih banyak, tapi kebanyakan membutuhkan operasi energi spiritual. Energi spiritual manusia jauh lebih lemah dibandingkan ras Kristal. Bahkan kristal memori yang berhasil direbut, hanya bisa membaca fragmen konten level rendah. Meski begitu, ini sudah meningkatkan teknologi kartu kristal memori manusia secara signifikan. Jika benar-benar bisa menganalisis sebagian besar peradaban Kristal, sangat mungkin teknologi manusia akan mengalami perkembangan pesat yang revolusioner."
Sambil berkata, Ji Yanran mengambil sepotong kristal seukuran tinju dari atas kantor, menyodokkannya ke tangan Han Sen: "Tempelkan ini di dahimu, coba rasakan ada sesuatu atau tidak."
"Ini barang Kristal?" Han Sen menerima kristal itu, memeriksanya lebih dulu dengan seksama. Bentuknya mirip batu permata atau kristal ungu yang tidak beraturan, sepertinya tidak ada yang istimewa.
"Ya," Ji Yanran mengangguk sambil tersenyum.
Han Sen tahu Ji Yanran tidak akan mencelakakannya, lalu menempelkan kristal itu ke dahinya, berusaha merasakan sesuatu.
Seketika, Han Sen merasakan denyutan arus listrik tipis dari kristal itu menembus tengkoraknya, membuat otaknya sedikit kesemutan. Kaget, ia langsung melepas kristal itu.
"Apa-apaan ini?" Han Sen membelalak ke arah kristal sambil bertanya.
Ji Yanran berkata sambil tersenyum: "Rasakan, adakah perbedaan pada dirimu?"
"Perbedaan apa?" Han Sen tidak mengerti maksud Ji Yanran. Selain merasa seperti tersetrum listrik di kepala, dia tidak merasakan perubahan apapun pada tubuhnya, juga tidak ada luka.
Ji Yanran mengambil sebuah dokumen dari atas meja, lalu meletakkannya di hadapan Han Sen. Sambil membalik halaman, dia menyuruh Han Sen melihat isinya. Setelah selesai, dokumen langsung ditutup kembali di atas meja. "Apa karakter keenam di baris ketiga halaman ketiga belas?" tanyanya sambil menatap Han Sen.
"Kamu membaliknya terlalu cepat, bagaimana mungkin aku..." Han Sen hendak mengeluh tidak mungkin mengingatnya, namun tiba-tiba rekaman visual halaman tersebut muncul di kepalanya. Dengan jelas dia mengingat karakter keenam di baris ketiga halaman ketiga belas adalah karakter 'hitam' yang ditulis dengan tinta hitam pekat.
“Bagaimana mungkin ini? Apakah ini efeknya?” Han Sen memandang kaget pada kristal ungu itu. Setelah evolusinya, meski daya ingatnya lebih kuat dari masa lalu, tapi belum sampai sekuat level seperti ini.
Tapi ketika Han Sen melihat kembali kristal ungu di tangannya, tanpa disadari kristal itu sudah penuh retakan. Begitu Han Sen sedikit menggerakkannya, kristal ungu langsung berderak pecah. Fragmen-fragmen seukuran biji kacang bertebaran di tanah.
“Kristal yang ditemukan dari reruntuhan bangsa kristal ini mengandung energi khusus di dalamnya. Dapat secara efektif meningkatkan fungsi otak manusia dan memicu perkembangan ulang. Efek terbaik ada di fase awal, lalu perlahan akan banyak menghilang. Tapi sebagian kecil peningkatannya bersifat permanen. Ini sangat bermanfaat bagi perkembangan otak manusia,” jelas Ji Yanran.
