Sebenarnya Han Sen juga tidak berniat kabur. Saat mengerahkan seluruh kemampuannya, kemampuan fisiknya sudah melebihi 80. Meskipun dua makhluk Darah Ilahi ini mungkin sudah menembus angka 100, belum tentu memiliki keunggulan yang hampir mutlak.
Sayangnya pengalaman sekarang terlalu rumit, Han Sen tidak berani membiarkan Yan Yu Niao berada di luar, khawatir dibunuh oleh dua Darah Ilahi. Kalau tidak, kemampuan fisiknya masih bisa ditingkatkan lebih lanjut.
Namun meski begitu, di bawah kepungan dua Makhluk Darah Ilahi, postur Han Sen menerobos dari berbagai sisi. Ajaibnya, dia sama sekali tidak terlihat panik, bahkan berhasil menghindari semua serangan kedua makhluk itu tanpa terluka sepercik pun.
Seandainya Yang Manli menyaksikan kejadian ini di sini, pasti bola matanya akan membelalak. Di Perlindungan Kedua, mungkin hanya evolusioner yang menembus angka 100 sajalah yang mampu melakukan hal sulit dipahami seperti ini.
Memang kemampuan fisik Han Sen lebih rendah dibanding mereka, tapi manusia tetaplah manusia. Selama tidak dihancurkan sepenuhnya, dengan mengandalkan kecerdasan dan teknik manusia, sebenarnya tidak sulit untuk bertahan melawan musuh.
Han Sen menggunakan kemampuan Mempercepat Partikel hingga batas kemampuannya. Yang lebih penting adalah teknik pergerakan yang dipelajarinya dari sang Ratu - metode strategis seperti permainan catur ini justru mengubah posisinya sebagai pihak yang lebih lemah menjadi pengendali aktif, langkah demi langkah memancing dua Makhluk Darah Ilahi yang perkasa masuk ke dalam jebakan strateginya.
Sejak mempelajari teknik positioning sang Ratu, Han Sen terus melakukan studi mendalam. Meski masih jauh dari tingkat sang Ratu, kemampuan ini sudah bisa disebut matang. Penerapan strateginya semakin detail dan terukur.
Setiap langkah, jeda, dan putaran badan Han Sen sebenarnya mengandung tujuan tertentu. Mungkin saat ini tidak terlihat jelas, namun perlahan-lahan keuntungan dari pola pergerakan ini mulai termanifestasikan.
Benang laba-laba yang disemprotkan Laba-laba Giok Salju Raksasa gagal melilit Han Sen, malah membelit cakar Burung Monster Hitam. Sayap Burung Monster Hitam mengibas liar, gagal menyambar Han Sen, justru menghantam Laba-laba Giok Salju Raksasa yang kebetulan diarahkan Han Sen ke sana, membuatnya sempoyongan terlempar jauh.
Kebetulan seperti ini semakin sering terjadi. Dua Makhluk Darah Ilahi gagal melukai Han Sen, malah saling melukai beberapa kali.
Perlahan, dua Makhluk Darah Ilahi ini mulai berkobar amarah sejati. Entah kapan, mereka berhenti menghiraukan Han Sen dan saling berkonfrontasi.
Han Sen mendadak kabur, mengawasi dari jauh dua Makhluk Darah Ilahi yang bertarung habis-habisan, hati dipenuhi kebanggaan: "Teknik gerakku ini, andai Ratu menyaksikan, pasti akan dipuji!"
Saat ini Han Sen juga tidak terburu-buru kabur, dari jauh mengawasi dua Makhluk Darah Ilahi yang sedang bertarung. Kedua anggota itu mutlak makhluk yang telah menembus angka 100, dalam pertempuran sengit mereka menghancurkan batuan dinding es hingga berkeping-keping, di setiap area yang mereka lewati bergemuruh suara kehancuran.
Tubuh burung monster hitam itu dipenuhi benang laba-laba di mana-mana, gerak-geriknya semakin sulit. Laba-laba salju giok raksasa itu juga memiliki beberapa lubang besar di tubuhnya yang dibuat oleh burung monster, darah semi-transparan terus mengalir deras ke luar.
"Bertarunglah! Bertarunglah! Terbaik kalian bunuh diri bersama biar aku bisa memungut hasilnya. Meski posturnya besar-besar, tapi aku tak keberatan memakannya selama beberapa hari." Sambil memberikan semangat pada mereka, Han Sen diam-diam berpikir: "Suhu di sini sangat rendah, daging seharusnya tidak mudah membusuk kan? Disimpan beberapa hari juga tak masalah."
Han Sen awalnya mengira burung monster hitam itu lebih kuat, siapa yang tahu benang laba-laba laba-laba giok salju raksasa ternyata sangat hebat. Di bawah semburan racunnya yang tak henti, burung hitam itu dipenuhi jaring di seluruh tubuhnya, perlahan kehilangan kemampuan bergerak, dan hampir saja dililit habis oleh laba-laba raksasa itu.
Saat Han Sen masih ragu-ragu apakah akan menyerang burung hitam itu, tiba-tiba ia melihat burung monster itu mengerahkan tenaga sekuat-kuatnya, bahkan berhasil menerobos tebing es dan terjatuh bebas ke bawah.
Laba-laba giok salju raksasa memiliki terlalu banyak benang yang menempel pada burung hitam itu, sehingga ikut tertarik bersama terjatuh dari tebing es.
Han Sen tertegun sejenak, lalu cepat-cepat berlari ke tepi tebing. Di bawah tebing yang diselimuti kabut dingin yang pekat, sama sekali tidak terlihat apa yang ada di sana, apalagi nasib kedua makhluk darah ilahi tersebut.
Han Sen menunggu sejenak, tidak mendengar suara barang terjatuh, juga tidak ada teriakan apa pun, bahkan kabut dingin di bawah pun tidak menunjukkan tanda-tanda bergolak.
"Sebenarnya ada apa sih?" Han Sen mengawasi kabut dingin di bawah tebing es dengan keraguan.
Kedua makhluk darah ilahi itu pasti mengalami luka berat. Ini kesempatan emas untuk mencari keuntungan. Tapi sekarang mereka jatuh entah hidup atau mati. Han Sen tidak tahu apa yang ada di bawah, agak takut turun. Tapi enggan melewatkan 'daging gemuk' yang sudah di depan mata. Terjebak dalam kebimbangan.
"Bertarunglah! Yang mati kelaparan adalah si penakut. Ini dua makhluk darah ilahi, tidak boleh disia-siakan. Lagipula aku bukan sembarang orang. Sekalipun ada makhluk darah ilahi lain di bawah, dengan kemampuanku, meski tidak bisa membunuh, kabur pasti bisa." Dengan gigit gigi, Han Sen memanggil Raja Cacing Pasir Emas dan menyuruhnya membawanya terbang menuruni tebing es.
Masuk ke dalam kabut dingin, bahkan Han Sen yang telah mempelajari Teknik Kulit Es dan Tulang Giok pun tidak tahan menggigil. Kabut yang lembap dan dingin ini bahkan lebih menusuk daripada es beku. Seandainya orang biasa yang terkena kabut ini, mungkin harus terbaring selama beberapa hari.
Untungnya Teknik Kulit Es dan Tulang Giok yang dipelajari Han Sang sangat efektif untuk menahan hawa dingin. Han Sen duduk di punggung Raja Cacing Pasir Emas tanpa bergerak, matanya terus menatap tajam ke bawah. Namun karena kabut yang terlalu tebal, Han Sen tetap tidak bisa melihat jelas apa yang ada di bawah.
Setelah terbang beberapa saat, kabut tebal di hadapannya perlahan menipis. Han Sen samar-samar melihat sesuatu di bawah, meski tidak berani memastikan apakah itu laba-laba giok salju raksasa dan burung monster hitam.
Menyuruh Raja Cacing Pasir Emas terbang turun puluhan meter lagi, akhirnya Han Sen bisa melihat jelas apa yang ada di bawah. Matanya langsung membelalak lebar.
Laba-laba Giok Salju Raksasa dan Burung Monster Hitam memang ada di bawah, hanya saat ini nyawa mereka sudah tidak berada di tangan mereka sendiri, tapi juga bukan karena ulah pihak lawan.
Terlihat di bawah tebing es yang luas, terdapat kolam air dingin yang besar. Dari dalam kolam itu muncul seekor monster bertentakel raksasa yang mirip cumi-cumi. Laba-laba Giok Salju dan Burung Monster Hitam sama-sama terlilit tentakel monster tersebut. Meski mereka mati-matian meronta berusaha melepaskan diri dari tentakel,
karena luka yang sebelumnya mereka derita, atau mungkin juga monster tentakel itu memiliki tenaga yang lebih besar, Laba-laba Giok Salju Raksasa dan Burung Monster Hitam gagal melepaskan diri. Malah semakin tercekik kencang oleh tentakel yang makin mengerut, memperlihatkan tanda-tanda tak akan bertahan hidup.
Untungnya monster tentakel itu sepertinya hanya mengandalkan kontraksi tentakel tanpa taktik mematikan lainnya, sehingga dua Makhluk Darah Ilahi itu belum tercekik sampai mati dalam waktu singkat. Tapi itu semua hanya masalah waktu.
Han Sen tertegun seperti patung, di sini ternyata muncul tiga Makhluk Darah Ilahi secara kontinu, satu lebih mengerikan dari yang lain.
Area pegunungan gletser ini jauh lebih menakutkan dari yang dibayangkan Han Sen. Awalnya Han Sen mengira cukup menyerang perlindungan bangsawan roh itu, maka seluruh wilayah ini bisa menjadi santapannya. Kini jelas niat awalnya terlalu naif.
