Melihat Zheng Yuze juga gagal merantau melewati rintangan, hati pasukan Area Barat Daya serasa dibenamkan dalam air dingin.
"Sial! Zheng Yuze saja gagal, pasti Macan Blue Blood itu akan semakin berbangga diri," gerutu prajurit muda yang duduk di sebelang Han Sen dengan wajah frustasi.
Setelah berkata demikian, prajurit muda itu menatap Han Sen dan bertanya, "Saudara, bagaimana denganmu? Apa kamu punya kendali untuk melewatinya? Sekarang kami hanya bisa mengandalkanmu."
Mendengar pertanyaan itu, peserta kompetisi lain di sekitar mereka mulai memperhatikan ke arah sini, ingin menyaksikan bagaimana jawaban Han Sen.
Sebagian besar pasukan sudah gagal menaklukkan tantangan, hanya tersisa sedikit orang. Di antara yang tersisa, Han Sen jelas yang paling mungkin dan diharapkan. Dengan alami, semua orang menaruh harapan terakhir pada dirinya.
"Tidak masalah." Jawaban Han Sen sangat ringkas.
Antar rekan seperjuangan militer, di medan pertempuran tidak butuh sikap rendah hati. Yang dibutuhkan hanyalah saling mempercayai dan bisa diandalkan oleh rekan.
Meski ini bukan medan perang sesungguhnya, tapi ini menyangkut masalah penghargaan pasukan Regional Barat Daya. Tentu Han Sen takkan menunjukkan sikap mundur atau keraguan sedikit pun.
Tie Yi mendengar dialog Han Sen dengan prajurit muda itu. Ia hanya mencibirkan bibir dengan ekspresi meremehkan, tanpa mengucapkan apa-apa.
Dalam pandangan Tie Yi, prajurit biasa sama sekali tak sebanding dengannya. Pasukan Khusus Blue Bloodelite di antara para elit, sudah pasti jauh lebih unggul dari prajurit biasa.
Sebelum datang, Tie Yi juga telah mempelajari secara mendalam tiga lawannya. Han Sen, si anggota yang masuk ke Kapal Sang Dewi Penghiba lewat koneksi, sama sekali tidak termasuk dalam daftar lawan yang diakuinya.
Bahkan jika kemampuan fisik Han Sen sedikit di luar dugaan Tie Yi, ia tetap menganggap Han Sen tidak layak menjadi lawannya.
Kekuatan kemampuan fisik hanya membuktikan bahwa dia mendapat pasokan gen melimpah di tempat perlindungan. Namun apakah gen-gen itu hasil buruannya sendiri, itu masih sulit dipastikan.
Untuk ujian Sprint Batas menaklukkan level, Tie Yi juga tidak yakin Han Sen benar-benar bisa melewatinya.
Tingkat kesulitan level sepuluh dengan setelan gravitasi 100G, kemampuan fisik 100 poin jelas takkan sanggup bertahan hingga tes selesai. Zheng Yuze sendiri gagal mencapai akhir karena stamina fisiknya terkuras.
Han Sen baru bisa menunjukkan tenaga 110 poin di level pertama dengan metode stimulasi potensi, ini membuktikan bahwa kemampuan fisiknya hanya sekitar seratus poin lebih sedikit. Kemampuan seperti ini bahkan lebih rendah dari Zheng Yuze, bagaimana mungkin dia bisa melewatinya?
Jadi, menurut Tielie, ucapan "Tidak masalah" dari Han Sen barusan hanyalah omong kosong belaka.
Memberi janji tak mungkin terpenuhi pada rekan seperjuangan adalah perilaku yang sangat diremehkannya.
Tak lama lagi giliran Han Sen tampil. Dengan lari kecil, Han Sen memasuki area Sprint Batas. Tanpa terburu-buru memulai, ia terlebih dahulu menyesuaikan keadaan tubuhnya.
Dengan kemampuan fisik sekitar 100, di bawah gravitasi 100, ia hanya bisa berjalan di dalamnya. Untuk mencapai kecepatan melintasi dinding logam, ia harus berlari dalam kondisi kelebihan beban.
Agar bisa lolos seluruh Sprint Batas, Han Sen harus membagikan setiap tenaga dengan rasional. Kalau tidak, tenaganya akan terkuras dan terjatuh. Sekalipun irama sempurna dan respons cepat, tetap percuma karena ini adalah kekurangan kekuatan nyata.
Setelah menyesuaikan keadaan tubuhnya, Han Sen menarik napas perlahan. Barulah di bawah sorotan ribuan mata, ia melangkahkan kaki pertamanya.
Saat melangkahkan kaki pertama, sebenarnya setiap langkah untuk menyelesaikan level sudah dihitung matang oleh Han Sen. Mendistribusikan stamina fisik secara sempurna pada momen yang dibutuhkan tanpa membuang-buang sedikit pun tenaga, inilah yang sedang dilakukan Han Sen sekarang.
Han Sen bergerak cepat di atas logam. Jantungnya berdenyut gila-gilaan bagai mesin yang dinyalakan, sementara tulang-tulang di seluruh tubuhnya mengeluarkan erangan halus.
Berbeda dengan persepsi orang lain, bahkan kontras dengan cara menerobos kasar Tie Yi, kelincahan Han Sen saat menembus rintangan terasa begitu mulus - sebuah kelancaran yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Persis seperti gambar demonstrasi yang ditampilkan sistem, ada kesan mekanis yang mengalir natural. Seolah Han Sen adalah program yang sudah diatur sebelumnya, di mana setiap gerakan bahkan sorot matanya terukur rasional namun agak tidak wajar.
"Luar biasa." Pemimpin tak kuasa menahan anggukan halus setelah mengamati beberapa saat.
Di usia semuda itu, kemampuan Han Sen dalam mengendalikan raga dengan presisi dan kecerdikan seperti ini benar-benar sesuatu yang sangat langka.
Banyak perwira level tinggi yang menyaksikan pertandingan ini bahkan merasa terkejut, meski mereka para Evolusioner sekalipun, belum tentu mampu mengendalikan tubuh dengan sedetil ini.
Ini sama sekali tidak seperti metode kontrol tubuh manusia biasa, lebih mirip kontrol AI utama. Setiap tulang, setiap otot, beroperasi dengan cara yang paling ringkas dan efektif. Kelancaran sempurna yang nyaris mekanis itu meninggalkan sensasi menggelitik di kulit kepala sekaligus kepuasan tak tertahankan.
Dokumen-dokumen itu juga membuat kulit kepalanya bergidik, tapi tubuhnya basah kuyup oleh keringat dingin.
Kesalahan fatal! Analisis dan penyelidikannya terhadap Han Sen berjarak seratus ribu li dengan kenyataan. Seolah yang ditelitinya adalah orang lain sama sekali, bukan Han Sen.
Prajurit biasa meski tak sejago perwira level tinggi dalam menganalisis, namun kelancaran yang menyedihkan itu membuat pori-pori kulit mereka merinding, memicu kegembiraan dan semangat tanpa alasan yang jelas.
Tie Yi mengerutkan kening halus, performa Han Sen seperti ini bahkan membuatnya terkejut. Kemampuan mengendalikan detil raga seperti ini sulit bahkan baginya untuk dilakukan.
Tapi Tie Yi tidak menganggap Han Sen bisa merantau melewatinya hanya dengan kemampuan kontrol ini. Mengingat kekuatan nyata yang belum memadai, terkadang bukanlah hal yang bisa ditebus hanya dengan teknik.
Seperti seseorang yang hanya punya satu uang, tak peduli seberapa hemat kau menghemat, seberapa rasional mendistribusikannya, tetap tak mungkin bertahan sebulan hanya dengan itu.
Distribusi rasional memang bisa memaksimalkan fungsi tenaga, tapi itu pun harus ada tenaga yang bisa dibagikan terlebih dahulu.
Saat Han Sen menembus separuh jarak, raganya sudah penuh keringat seolah baru dikeluarkan dari dalam air. Bahkan rambutnya yang basah kuyup sudah menempel di kulit kepala.
Kulitnya memancarkan merah tak wajar, suhu tubuh semakin naik. Tulang-tulangnya mengeluarkan erangan 'gek gek' yang membuat gigi ngilu, seolah siap patah setiap saat.
Para prajurit dan perwira yang menyaksikan Han Sen menaklukkan rintangan, tak bisa tidak ikut merasakan gugup untuknya. Dalam kondisi kelebihan beban seperti ini, masih ada separuh jalan yang harus ditempuhnya. Sangat sulit membayangkan dia bisa bertahan sampai akhir.
Namun Han Sen sendiri tidak berpikir demikian. Meski pengeluaran energi di bawah 100 gravitasi lebih tinggi dari perkiraannya, selama dia ingin, tetap bisa menyelesaikan perjalanan ini.
Jika bicara soal stamina fisik, mungkin tak ada teknik gen super nuklir di dunia ini yang bisa menandingi "Tulang Giok dan Kulit Es". Dulu ketika Yang Manli ingin menguji ketahanannya, malah justru terkejut sendiri.
Keringat mengucur deras membasahi tubuhnya, namun sorot matanya tetap tenang dan penuh tekad. Han Sen terus maju mengikuti iramanya sendiri. Teknik Kulit Es dan Tulang Giok beroperasi diam-diam, memancarkan aura sejuk dari setiap sel tubuhnya yang meredakan panas menyengat pada raganya yang terus mengeluarkan suara kreek-kreek. Meski begitu, rasa nyeri masih terasa menggeliat di sekujur tubuhnya.
Meski terlihat Han Sen seolah sudah hampir kehabisan tenaga, entah mengapa, melihat tatapan dan ekspresinya justru memberikan ketenangan hati yang tanpa alasan.
Tanpa disadari membuat orang merasa bisa mempercayainya, bahwa dia akan bertahan sampai akhir, selama dia mau pasti bisa melakukannya.
Inilah daya tarik keteguhan yang dimiliki prajurit, tak bisa digambarkan dengan kata-kata maupun logika, hanya ada kepercayaan semata.
