Di depan kawanan landak, seorang prajurit raksasa setinggi tiga meter dengan baju zirah besi hitam - satu tangan memegang perisai menara hitam, tangan lain membawa kapak bermata ganda - sedang menunggangi babi hutan raksasa yang menerobos formasi pasukan manusia. Tak satu pun mampu menghentikannya.
Seorang evolusioner manusia dengan kemampuan fisik luar biasa (diduga melebihi 100) mencoba menyerang menggunakan kapak panjang, namun setiap tebasan selalu terhalang perisai menara sang prajurit raksasa.
Di bawah serbukan babi hutan raksasa yang ditungganginya, tidak ada yang bisa menghalangi gempuran prajurit perisai-kapak raksasa itu.
Han Sen melirik sejenak, tak bisa menahan decak kagum. Tampaknya ini adalah tempat perlindungan bangsawan, prajurit raksasa itu pastilah makhluk roh tingkat bangsawan - setara dengan makhluk mutan.
Namun baju zirah dan pertahanan perisainya sungguh tak tertembus. Bahkan evolusioner manusia dengan kemampuan fisik di atas 100 pun gagal melubangi perisainya - suatu hal yang mencengangkan.
Ditambah lagi hujan duri tak henti dari kawanan landak mutan, pasukan manusia sama sekali tidak bisa menerobos masuk ke dalam perlindungan. Kesempatan untuk menghancurkan Batu Jiwa sang prajurit raksasa pun tak kunjung datang.
“Wah, tank daging makhluk mutan yang perkasa ini, Kakak tidak akan segan-segan menerimanya.” Han Sen memandang dengan mata berbinar. Makhluk itu berotot kekar, dilengkapi perisai menara dan armor, pertahanannya absurd meski hanya roh bangsawan. Namun dari segi defensif, tak kalah dengan beberapa roh keluarga kerajaan.
Jika bisa mendapatkan makhluk ini, memiliki tank mutan di garis depan akan mempermudah pemburuan makhluk aneh di kemudian hari.
Seketika, baju zirah emas membungkus raga Han Sen. Dari tepi pantai, ia melesat langsung menuju tempat perlindungan makhluk aneh.
Membunuh makhluk itu tak berguna. Prioritasnya adalah menerobos masuk dan merebut Batu Jiwa.
Legiun manusia mulai ragu mundur setelah korban jiwa memilukan, tiba-tiba mereka menyaksikan siluman keemasan melesat ke arah tempat perlindungan dengan kecepatan yang mencengangkan.
Tampak duri-duri tajam di punggung kawanan landak berdiri tegak, meluncurkan serangan ganas ke arah siluet keemasan itu. Langit pun dipenuhi duri yang menghujam bagai hujan panah ke arah sosok emas tersebut.
Banyak yang merasa deg-degan. Mereka sudah merasakan bahaya duri itu, tahu betul betapa mematikannya. Bahkan baju zirah bermutasi sekalipun sulit menahan daya tembus duri-duri itu sepenuhnya.
Setidaknya ada lebih dari seribu ekor duri yang mengarah ke sosok emas itu. Nampaknya akhir yang mengerikan - Kekacauan tusukan jantung - takkan terhindarkan.
Namun sosok keemasan itu tak menghentikan langkah. Dengan tabah ia menerobos hujan duri. Dentingan logam bergema ketika duri-duri yang menghujam tubuhnya patah berantakan di tanah. Tetap utuh tanpa luka, sosok itu terus melesat dengan kecepatan luar biasa menuju tempat perlindungan makhluk aneh.
Babi hutan melepaskan rentetan duri bergiliran, namun sama sekali tidak berguna terhadap siluman keemasan itu. Dengan cepat, siluman keemasan itu lolos ke tengah kawanan babi hutan. Hanya dengan gerakan-gerakan sederhana, beberapa ekor babi hutan langsung hancur diterjang ledakan.
Kawanan babi hutan yang bertahan di benteng langsung kacau-balau. Sementara itu, siluman keemasan itu telah menerobos masuk ke dalam perlindungan.
Semuanya terjadi terlalu cepat. Barulah legiun manusia menyadari situasi setelah siluman itu masuk ke dalam perlindungan. Memanfaatkan kekacauan kawanan babi hutan, mereka melancarkan serangan total.
Prajurit Raksasa heterodoks itu panik begitu melihat ada yang masuk ke perlindungan. Ia langsung berbalik arah sambil menunggangi babi hutan raksasa, melesat kembali ke dalam perlindungan.
Tanpa perlindungan sang prajurit Raksasa, kawanan babi hutan yang sudah tercerai-berai semakin tak mampu menahan tekanan legiun manusia. Tak lama kemudian, pasukan manusia pun berhasil menerobos masuk ke dalam perlindungan.
Mereka menerjang masuk ke dalam perlindungan, menyaksikan mayat-mayat makhluk mutan bertebaran sepanjang jalan. Siluman keemasan itu terus menerobos ke kedalaman perlindungan tanpa henti. Gerombolan makhluk mutan pun tak mampu menghalangi langkahnya sedikit pun. Dengan tangan kosong, ia menghancurkan semua makhluk mutan yang menghadang, akhirnya dengan gemilang menerobos masuk ke aula termegah di kastil.
Prajurit roh mutan yang mengendarai babi hutan raksasa itu mati-matian mengejar dari belakang, namun tetap tak berhasil menyusul. Ketika tiba di depan aula, siluman keemasan itu sudah keluar sambil menggenggam batu permata dengan cahaya aneh yang berputar-putar.
Plung!
Saat prajurit roh mutan itu menghampiri siluman keemasan, alih-alih melakukan serangan bunuh diri seperti yang diperkirakan banyak orang, ia justru plung! berlutut dengan satu lutut di hadapan siluman tersebut.
"Perisai Gila bersedia mempersembahkan jiwa paling setia kepada Tuan. Selamanya akan mengikuti di kiri-kanan Tuan tanpa pernah berkhianat."
Semua orang ternganga, memandang kejadian ini dengan sulit dipahami. Hal seperti Makhluk Roh Mengakui Tuan sangatlah langka, umumnya makhluk roh harus dipaksa kalah dalam pertarungan terlebih dahulu, barulah ada secuil kemungkinan untuk mengakui tuan.
Namun sosok keemasan itu sama sekali tidak bertarung dengan prajurit Makhluk Roh, sang makhluk roh justru mengakui tuannya dengan keseriusan yang tulus. Peluang terjadinya situasi seperti ini mungkin bahkan kurang dari satu dari sepuluh ribu.
Sosok keemasan itu menekankan Batu Jiwa ke dahi makhluk roh. Cahaya dari Batu Jiwa tiba-tiba meledak, menyilaukan mata hingga tak bisa melihat. Kemudian makhluk roh dan batu itu menghilang, jelas-jelas telah disimpan oleh sosok tersebut.
Setelah makhluk roh ditundukkan, makhluk-makhluk mutan di tempat perlindungan langsung mengalami kekacauan besar.
Babi hutan raksasa yang sebelumnya menjadi tunggangan makhluk roh mengaum keras lalu menyerbu ke arah sosok keemasan. Namun sosok itu sama sekali tidak menunjukkan niat untuk menghindar.
Pada detik babi hutan raksasa itu menyeruduk ke hadapannya, tinju yang terbungkus baju zirah keemasan menghantam dengan santai ke arahnya.
Babi hutan raksasa yang meluncur bak kendaraan lapis baja itu, kepalanya dihantam tinju siluman emas. Tubuh besar yang sedang melaju kencang itu tiba-tiba berhenti seolah menabrak tembok besi, membeku di tempat.
Siluman emas dengan santai menarik kembali tinjunya. Tiba-tiba, tujuh lubang di tubuh babi raksasa itu mengalir deras darah sebelum akhirnya roboh di kaki sang siluman.
"Kuat... sungguh terlalu kuat..." Semua orang menarik napas dingin.
Saat pertempuran di luar tadi, mereka sudah merasakan betapa hebatnya babi hutan raksasa itu. Bahkan evolusioner yang kemampuan fisiknya melampaui 100 pun tak berani menahan serudukannya secara frontal. Tapi siluman emas ini langsung menghancurkannya dengan satu pukulan - betapa mengerikannya tenaga itu!
"Dewa B, pasti Dewa B, tidak menyangka Dewa B ada di pihak kita..." Entah siapa yang tiba-tiba berteriak, membuat semua orang tersentak kaget.
Benar! Baju zirah emas itu, sikap kebal itu, selain Dewa B siapa lagi yang bisa seperti itu?
"Sial, ternyata Dewa B ada di sini."
"Memang Dewa B selalu Dewa B, bahkan di Perlindungan Kedua tetap tak terkalahkan."
"Dewa B, aku sangat mencintaimu!"
"Selama ada Dewa B agung kita, kita tidak perlu takut pada makhluk-makhluk mutan itu lagi."
"Pukulan tadi benar-benar luar biasa hebat!"
……
Han Sen tidak berhenti. Setelah menghancurkan babi hutan raksasa dengan satu pukulan, dia melompat ke atap aula dan dalam beberapa lompatan sudah meninggalkan area perlindungan dengan angkuhnya.
Karena dia sudah merebut makhluk roh milik orang lain, rasanya tidak sopan untuk tetap tinggal di sana.
