Melihat Han Sen semakin mendekati mulut lembah, Wang Liang dan yang lain segera membentuk formasi pertempuran, bersiap menghadapi Raja Ular.
Mereka adalah jagoan di antara evolusioner, sekaligus tentara yang pernah atau sedang menjalani karir militer. Kualitas pertempuran mereka sangat tinggi, menghadapi pengalaman seperti ini pun tidak panik.
Tak lama setelah mereka berdiri rapi di posisinya, Han Sen sudah membawa Raja Ular dan kawanan ularnya melesat keluar dari lembah salju. Tanpa tutupan salju, kawanan ular terlihat berlipat ganda jumlahnya.
Seketika pertempuran berdarah dimulai. Han Sen tak lagi kabur, memanggil senjata cakar dan berbalik menyerang Raja Ular Es Bermata Perak.
Dang!
Dengan gerakan kilat menghindari gigitan Raja Ular Es Bermata Perak, senjata cakarnya menghantam tubuh sang raja ular. Hanya sepotong sisik perak yang terbelah. Zirah perak dan dagingnya terlalu tebal, hanya meninggalkan tiga luka besar yang lebih mirip cakaran biasa. Bahkan tidak bisa disebut luka berat, apalagi fatal.
Wang Liang dan kawan-kawan mulai menyerbu kawanan ular. Membentuk formasi pertempuran, mereka mengelilingi Raja Ular Es Bermata Perak dari berbagai arah.
Kehilangan perlindungan salju, ular-ular es level purba dan tingkat mutasi itu mana bisa menjadi lawan bagi evolusioner yang menembus angka 100. Tak terhitung ular es yang dipenggal, darah seketika mengotori tanah, jutaan mayat ular yang porak-poranda beterbangan.
Sepuluh jagoan evolusioner yang menembus angka 100 mengepung Raja Ular Bermata Perak. Namun sang raja ular tetap menunjukkan kesombongan dan keganasannya. Sehelai ekornya yang menyentak mampu meruntuhkan gletser sebesar gunung kecil. Han Sen dan kawan-kawan bahkan tak berani melakukan perlawanan frontal.
Makhluk mutan raksasa memang memiliki kekuatan fisik tak terbatas secara alami, jauh melampaui kemampuan manusia. Sisik setebal baja dan daging sekuat beton sang Raja Ular Bermata Perak ini membuat meskipun telah melukai tubuhnya berkali-kali, serangan Han Sen dan kawan-kawan tetap tidak mencapai titik vital. Justru membuat sang raja ular semakin mengamuk.
Memandang Raja Ular Bermata Perak yang seperti binatang buas zaman purba, Han Sen merasa frustasi dalam hati. Senjata cakar memang terlalu pendek, sama sekali tidak cukup untuk melukai ular raksasa sebesar ini. Jika saja dia memiliki senjata yang lebih panjang, mungkin masih ada kesempatan.
Kini Han Sen mulai merasa lega karena membawa Wang Liang dan kawan-kawannya. Kalau tidak, dirinya sendiri mustahil bisa membunuh Raja Ular Bermata Perak ini.
"Kalian bertarung dulu, aku istirahat sebentar." Han Sen menyelinap keluar dari lingkaran pertempuran sambil berteriak ke arah Wang Liang dan yang lain.
Wang Liang dan kawan-kawannya langsung mengutuk dalam hati: "Kami membantumu melawan Raja Ular, tapi kamu malah kabur dan menyuruh kami bertarung mati-matian. Sungguh tidak bermoral!"
Saat sedang bergumam dalam hati, tiba-tiba mereka melihat nyala api merah menyala. Seekor burung api merah menyala yang mirip Phoenix terbang dari tubuh Han Sen, cahaya api yang berkobar-kobar menyelimuti segala sesuatu di sekitarnya dengan lapisan merah.
Wang Liang dan yang lain mendapati kekuatan roh binatang mereka ternyata meningkat secara signifikan, langsung takjub dan girang: "Roh binatang aura, dengan cakupan sebesar ini, mungkinkah ini roh binatang aura suci?"
Kekuatan roh binatang pada beberapa orang itu semuanya mengalami peningkatan besar, pertempuran terasa lebih santai. Mereka hanya merasakan tekanan berkurang drastis, kegembiraan terpancar di wajah mereka.
Han Sen meninggalkan Yan Yu Niao di medan pertempuran, sementara dirinya mundur ke luar, menyaksikan Wang Liang dan kawan-kawan mengepung Raja Ular Es Bersisik Perak.
Dari sepuluh orang, enam di antaranya menggunakan senjata darah suci. Senjata berat hanya tiga buah: satu tombak panjang, satu kapak panjang, dan satu martil perang.
Ketiga orang ini memberikan ancaman terbesar bagi Raja Ular Es Bersisik Perak, namun karena sisik Raja Ular Es Bersisik Perak terlalu keras, mereka pun tidak bisa melukainya dengan serius.
"Level darah suci saja, tidak mungkin tanpa celah. Pasti ada titik lemahnya." Han Sen mengamati setiap gerakan Raja Ular Bermata Perak.
Tapi sama sekali tidak terlihat kelemahannya. Sisik peraknya bertahan menghadapi serangan sepuluh evolusioner yang menembus 100, tanpa rasa takut sedikit pun. Semua serangan dibiarkan menghantam tubuhnya.
Dor!
Seorang jagoan evolusioner gagal menghindar, terkena ekor ular. Tubuhnya terlempar belasan meter sebelum jatuh ke tanah. Darah terus muncrat dari mulutnya. Syukurlah tidak sampai mengancam nyawa. Dia segera merangkak bangkit.
Han Sen dengan gesit kembali masuk ke pertempuran, mengisi posisi kosong evolusioner tadi. Pertarungan sengit dengan Raja Ular Bermata Perak pun berkobar kembali.
"Kapten, sisik raja ular ini terlalu keras. Kita tidak bisa membunuhnya. Bagaimana kalau kita mundur dulu dan mencari cara lain?" teriak Wang Liang sambil terus bertarung.
Beberapa anggota lain juga mulai menumbuhkan keinginan untuk mundur. Semua jurus sudah dikeluarkan, tapi sama sekali tidak bisa melukai parah Raja Ular. Mereka tidak melihat secercah harapan pun, membuat hati mereka mulai patah semangat.
Ketidakmampuan melihat harapan adalah hal paling menakutkan. Bahkan jika harus berdarah-darah dan bertarung mati-matian, selama bisa melukai musuh dengan parah, tidak ada yang perlu ditakuti. Tapi situasi seperti ini yang sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda kemenangan, justru paling mudah menghilangkan semangat bertarung.
Han Sen tetap diam melanjutkan pertarungan dengan Raja Ular. Sorot matanya sesekali mengamati raga luar biasa besar sang raja ular.
Awalnya dia berharap racun dari senjata cakar bisa memberikan efek tertentu. Tapi sekarang jelas terlihat, toksin senjata cakar sama sekali tidak mempan terhadap Raja Ular ini. Sang penguasa ular tetap berwibawa tanpa menunjukkan tanda-tanda keracunan sedikit pun.
"Seluruh daging, darah, dan tulang Raja Ular ini sangat tangguh. Tenaga yin-ku bahkan jika menembus ke dalam tetap tak berguna. Sepertinya hanya bisa menyerang kepalanya. Tenaga yin mungkin bisa melukai otaknya." Han Sen menghitung dalam hati.
Namun menyerang kepala ular ini sangat berisiko. Sedikit saja salah, bisa digigit Raja Ular. Melihat gigi ular sepanjang hampir satu meter yang mengeluarkan hawa dingin itu, mungkin sekali gigitannya akan langsung menembus tubuh dan berakibat fatal meski tanpa racun.
Dor!
Seorang evolusioner lagi terlempar oleh sapuan ekor ular. Bahkan pedang indah berhiaskan ornamen mewahnya melengkung tak berbentuk. Kekuatan Raja Ular ini benar-benar mengerikan.
"Pemimpin tim, lebih baik mundur. Raja Ular ini tidak bisa dikalahkan," seseorang lagi menyarankan.
Han Sen hanya berkata tegas: "Lanjutkan pertempuran! Semua patuhi perintahku. Siapa yang melawan, jangan kembali ke perlindungan. Langsung saja cari orang dari Timur itu untuk penjelasan!"
"Wang Liang, geser horizontal ke kiri tiga meter, serang sisi kiri Raja Ular; Zhao Qiang, geser kanan dua meter lalu maju satu meter, serang sayap kanannya..." Han Sen dengan cepat mengeluarkan perintah.
Wang Liang dan yang lain tidak bisa berbuat apa-apa selain menuruti perintah Han Sen, tapi mereka tidak mengerti apa makna dari tindakan ini.
Formasi pertempuran berasal dari latihan dan koordinasi sehari-hari, mana ada yang mengatur formasi dadakan di medan perang seperti ini. Sekelas apapun jenderalnya, mustahil bisa mengatur formasi tempur secara spontan.
Karena terlalu banyak faktor tak terduga di medan perang, sama sekali tidak mungkin mengandalkan komando manual murni. Semuanya bergantung pada kemampuan individu, refleks, serta pelatihan formasi rutin.
Tapi Han Sen berbeda. Dalam pandangannya, Wang Liang dan kawan-kawan hanyalah pion belaka. Ia hanya memperluas jurus rahasia Jing Dongxuan untuk mengendalikan mereka sebagai pion dalam pertarungan.
Tadi Han Sen mundur, bukan hanya untuk mengamati titik lemah Raja Ular, tapi juga mempelajari kemampuan dan ciri khas Wang Liang cs. Hanya dengan memahami kekuatan dan karakteristik mereka, dirigen bisa memberikan komando paling akurat.
Awalnya Wang Liang cs hanya terpaksa mengikuti arahan Han Sen, tak yakin ini ada gunanya. Tapi tak lama kemudian, di bawah komandonya, menghadapi Raja Ular dan kawanan ular jadi jauh lebih mudah. Ternyata situasi kritis berkurang drastis, tak ada lagi yang terluka parah oleh serangan sang raja.
Tiba-tiba semua tak bisa berkata-kata karena kagum. Sebagai tentara, mereka pernah menyaksikan banyak dirigen handal di militer. Tapi dibandingkan Han Sen yang seperti langit, para dirigen lain bagai bumi. Belum pernah mereka lihat orang yang bisa mengolah sistem komando sedetail namun seimprovisatif ini - benar-benar sulit dipahami!
