Penonton yang semula duduk kini tak bisa menahan diri berdiri, tubuh condong ke depan, mulut menganga, mata terbelalak menyaksikan serangan pamungkas Yi Dongmu.
Dengan aura dan tenaga yang telah mencapai puncak, pisau belati di tangan Yi Dongmu akhirnya bergerak. Bergerak secepat angin dengan kecepatan tak terbayangkan.
Angin tak bisa dilihat atau diraba, tak diketahui asalnya maupun ujungnya.
Meski semua orang tahu Yi Dongmu pasti akan bertindak, saat dia benar-benar mengayunkan pisaunya, tetap muncul perasaan mendadak yang sulit dipercaya. Seolah-olah tebasan itu muncul begitu saja dari udara.
Cepat! Begitu cepatnya hingga orang sama sekali tidak bisa melihat bagaimana tebasan itu diayunkan. Bahkan mereka yang berada di podium penonton tak kuasa menahan dengusan kesakitan, seluruh tubuh menggigil kedinginan seakan ikut terkena tebasan, wajah pun pucat membiru.
Walau tak ada yang benar-benar melihat gerakan Yi Dongmu, bayangan mengerikan langsung terpampang di benak semua orang: Kepala Han Sen yang terpenggal melayang tertiup angin, menyemprotkan darah segar ke segala penjuru.
Angin baru saja berhembus, pisau sudah melintas.
Saat kau merasakan angin, segalanya sudah terlambat.
"Feng Qi Zhan!" teriak Tuan Long sambil membelalakkan mata menyaksikan jurus andalan Yi Dongmu.
Tapi tak ada yang memperdulikan teriakannya lagi. Seluruh sorot mata dan pikiran tertuju pada Han Sen yang berdiri tak bergerak di tengah arena.
Semua orang menunggu hasilnya. Aura mengerikan dan tenaga yang terkristal dari 150 langkah pengorbanan, ditambah satu tebasan menggetarkan ini. Mereka tak tahu bagaimana Han Sen bisa menahan.
Mundur!
Selain mundur, mereka tak bisa membayangkan cara menahan tebasan ini.
Tapi ketika berpikir untuk mundur, mereka tiba-tiba menyadari: Siapakah di Tianxia yang bisa mundur dari tebasan seperti ini?
Mungkin ujung kaki belum terangkat, kepala sudah terpenggal.
Tak tertandingi!
Saat mencoba memasukkan diri ke peran Dewa B, wajah mereka langsung memucat. Fondasi penglihatan mereka bahkan tak bisa melihat pisau.
Angin tak berbentuk, tapi pisau punya wujud.
Tanpa senjata di kedua tangan, Han Sen menyatukan telapak tangan bagaikan Buddha berikrar. Sorot matanya bahkan tak memandang pisau itu, tenang dan damai. Kontras ekstrim dengan guncangan amuk Yi Dongmu membuat penonton hampir memuntahkan darah.
Dang!
Tapi serangan pamungkas yang luar biasa itu, pukulan tak tertandingi yang mengorbankan segalanya, ternyata terjepit dengan gemilang di antara kedua telapak tangan yang menyatu.
Dalam sekejap, badai berhenti, pedang membeku, perubahan drastis dari gerak ekstrim ke diam total, seolah adegan itu membeku dalam bingkai waktu yang terhenti.
Serangan kejam nan dahsyat itu sepenuhnya diam dalam genggaman kedua tangan tersebut.
Semua orang ternganga, membelalak seperti patung menyaksikan adegan beku itu, tak ada yang percaya atau bisa menerima bahwa serangan itu berakhir begitu saja.
Persis seperti truk besar yang melaju 200 km/jam tiba-tiba berhenti total tanpa tanda peringatan, sensasi absurd yang membuat bulu kuduk berdiri dan tak masuk akal - bahkan rem pun harus meninggalkan jejak percikan api di aspal.
Sekalipun menghantam tembok beton, pasti akan hancur lebur berkeping-keping.
Tapi tidak ada apapun, semuanya berhenti secara tiba-tiba bagai terpotong pisau.
Ujung pisau tajam hanya berjarak satu inci dari dahi Dewa B, namun jarak satu inci ini telah bagai langit dan bumi yang terpisah.
Dewa B laksana Buddha yang sedang memetik bunga, di antara kedua telapak tangannya tersimpan Kerajaan Surga. Sekejap ini telah menjadi keabadian, meski langit runtuh dan alam semesta hancur, takkan mampu menggoyahkan kedua tangannya sedikit pun.
Terlalu sulit dibayangkan, podium penonton tetap sunyi sekian lama. Seperti kepala yang tak mampu mencerna situasi, mereka menatap dua sosok yang membeku dengan ekspresi bodoh.
Tangan Yi Dongmu yang menggenggam pisau telah mulai gemetar. Serangan maut ini ternyata bahkan tak mampu menembus kedua tangan lawan.
Jalan pembunuh adalah sukses atau pengorbanan. Serangan ini telah mengerahkan segala kemampuan Yi Dongmu, namun hasilnya diluar dugaan. Semangat bertarung Yi Dongmu langsung runtuh, wajahnya pucat seperti salju, jari-jarinya bergetar tak terkendali hingga bahkan pisau pun tak bisa digenggamnya lagi.
Han Sen menggerakkan kedua tangannya, telah memegang pisau belati di tangan, menggenggam bilahnya dan mengembalikannya ke hadapan Yi Dongmu: "Pesona satu tebasan ini, kuterima. Di hidup ini, dunia ini, hari ini, tempat ini, hanya ada satu tebasan."
Badan Yi Dongmu bergetar, tangannya meraih pisau belati itu, wajahnya bermacam perasaan saat memandang Han Sen di hadapannya.
Pertarungan tidak dilanjutkan, Han Se langsung keluar dari platform virtual.
Menyaksikan Dewa B dan Yi Dongmu secara bergantian meninggalkan arena, meski sistem belum mengumumkan pemenang, namun hasil pertarungan telah tertanam di hati semua orang.
"Pesona satu tebasan ini kuterima... Aku mau menangis... Yi Dongmu sayang sekali..."
"Hidup-mati di hari-tempat ini hanya untuk satu tebasan, Yi Dongmu layak menyandang gelar serangan pertama terindah. Tebasan itu sungguh terlalu kuat, sayang dia berhadapan dengan Dewa B!"
"Mengapa harus ada matahari terbit ketika bulan purnama masih bersinar? Tragedi generasi kita."
"Yi Dongmu jangan menangis, kami akan selalu mendukungmu. Di hati kami, engkau selamanya Raja Pembunuh terhebat."
"Dewa B tetaplah Dewa B yang dulu."
……
Fang Mingquan menghela napas panjang dan berkata dengan penyesalan: "Satu tebasan memutus jalan hidup-mati, sejak saat ini ujung langit menjadi pejalan asing. Satu pertandingan, dua legenda, namun takkan pernah bertemu lagi."
Mendengar perkataan Fang Mingquan, semua orang merasa tertekan karena perjanjian antara Yi Dongmu dan Koin Emas yang telah ditetapkan sebelumnya, membuat pertarungan ulangan mustahil. Pertempuran ini telah menjadi mahakarya yang tak tertandingi.
"Tuan Long, bagaimana penilaian Anda tentang pertarungan ini?" Fang Mingquan beralih ke Tuan Long yang berada di sampingnya.
"Di hidup ini, di dunia ini, di bawah langit dan di atas tanah ini, hanya ada satu tebasan ini." Tuan Long hanya mengulangi kalimat itu, lalu berdiri dan meninggalkan platform virtual.
Hampir semua yang menyaksikan pertarungan ini mengulang-ulang rekaman berkali-kali. Meski telah ditonton berulang, tetap terasa belum puas. Mereka terus menonton tanpa henti.
"Yi Dongmu, sungguh disayangkan."
"Pesona satu tebasan ini, bisakah kita saksikan lagi? Aku benar-benar ingin melihatnya sekali lagi."
"Pangeran Pilu."
"Aku rela menukar sepuluh tahun umurku untuk kesempatan Yi Dongmu bertarung kembali melawan Dewa B."
“Pesona satu tebasan ini, kuterima. Aku benar-benar hampir menangis, Dewa B terlalu kejam, Dia telah mengambil jiwa Yi Dongmu.”
……
Setelah kembali ke kantor, Fang Mingquan merapikan rekaman pertarungan tersebut. Sama sekali tidak perlu diedit, hanya memberi judul lalu menulis artikel di bagian akhir.
Hanya saja artikelnya ini bukan ditujukan untuk Dewa B, melainkan untuk Yi Dongmu.
《Raja Pembunuh》
Dari kehidupan ke kehidupan, tak pernah berakhir.
Di langit dan bumi ini, hanya satu tebasan.
Melihat tamu tak berperasaan ratusan tahun.
Hanya pesona Yi yang paling memikat.
Untuk Yi Dongmu, sang Raja Pembunuh abadi di hatiku.
Dalam pertarungan ini, Dewa B jarang disebut. Pada dasarnya semua membahas Yi Dongmu. Meski tak bisa menang, namun pesona satu tebasan Yi Dongmu telah menyentuh hati semua orang, dianugerahi gelar Raja Pembunuh.
Adapun Dewa B, di mata orang telah menjadi Tuhan yang tak terkalahkan, bahkan minat untuk mendiskusikannya pun tak ada.
