Han Sen mendengar dengan jelas, suara itu ternyata berasal dari burung merak tersebut. Sebelumnya dia kabur terbang setelah disengat lebah beracun di wajah, tak disangka akan bertemu lagi di sini.
"Kicauannya sepertinya penuh kesakitan dan heroisme, jangan-jangan kerusakan racunnya kambuh?" Mata Ratu berbinar sambil menatap ke arah sumber suara burung.
Jika benar kerusakan racunnya kambuh, maka ini mungkin kesempatan paling dekat dalam sejarah manusia untuk memburu Makhluk Dewa Super.
"Mengapa tidak pergi melihat saja?" Wajah Han Sen juga dipenuhi kegembiraan. Jika bisa memanfaatkan situasi untuk membunuh Makhluk Dewa Super, meski tidak mendapat roh binatang, memakan dagingnya pun sudah menguntungkan.
Keduanya saling memandang, sama-sama menangkap strategi lawan. Ratu segera memerintahkan paus raksasa bergerak menuju sumber kicauan burung.
Kicauan burung itu menggema hingga menembus awan, seakan mampu membelah emas dan menembus batu. Makhluk-makhluk mutan di sekitarnya tampak ketakutan, bahkan yang terbang di langit pun menjauh.
Setelah menempuh 30-40 li, Han Sen akhirnya melihat sebuah pulau kecil yang lebih mirip karang besar daripada pulau sebenarnya.
Burung merak itu kini bertengger di atas karang. Seluruh wajahnya telah membusuk tak karuan, dipenuhi gelembung air dan luka bernanah yang mengalirkan darah.
"Benar! Racunnya sudah mulai bekerja!" seru Han Sen dengan perasaan girang bercampur takjub.
Yang menggembirakan adalah burung merak itu tampak tak kuasa menahan racun lebah kristal darah. Namun yang mengkhawatirkan, racunnya begitu ganas - bahkan jika berhasil membunuhnya, entah masih bisakah dagingnya dimakan.
Sang Ratu memerintahkan paus raksasa berhenti di kejauhan, tidak langsung mendekat. Meskipun itu adalah Makhluk Dewa Super yang sedang keracunan, kemampuan mereka untuk membunuhnya masih diragukan. Kondisi burung merak itu masih belum jelas, gegabah mendekat sangat mungkin berakhir kehilangan nyawa.
"Dari suara kicauannya, sepertinya tenaganya masih kuat. Lebih baik kita tunggu beberapa hari lagi di sini." Han Sen juga berpikir demikian.
Daripada mengambil risiko sekarang, lebih baik menunggu hingga kerusakan racunnya semakin parah.
Namun belum lagi selesai bicara, tiba-tiba air laut di sekitar karang menyembur setinggi puluhan meter. Seekor lobster raksasa ungu muncul dari dasar laut, capit besinya menyambar tubuh burung merak secepat kilat.
Ternyata lobster raksasa ungu itu menyelinap dari laut. Gagal memperoleh keuntungan di pulau itu, kini ia berusaha membunuh burung merak yang sedang terluka racun.
Racun mengenai tepat di area wajah burung merak, efek toksin sepertinya mempengaruhi fungsi kognitifnya. Reaksinya tidak secepat sebelumnya, dan ketika menyadari situasi, lobster sudah menjepit salah satu sayapnya.
Burung merak berusaha melepaskan diri namun sia-sia. Sayapnya mengepak keras dua kali, tapi justru membuat bulu-bulunya rontok berantakan.
Merak itu murka. Bulu ekor indahnya mengembang, puluhan "mata" biru pucat berkelip memancarkan cahaya hipnotis. Lobster pun limbung seperti orang mabuk.
Tapi lobster sudah mengantisipasi trik ini. Capitnya mencengkeram erat sayap merak, tak peduli betapun keras sang burung merak mengibas-ngibaskan tubuhnya.
Cangkang lobster itu memang terlalu keras, Merak tidak bisa berbuat banyak. Justru sayapnya sendiri darah berterbangan, sudah banyak bulu yang patah tertjapit, daging dan kulitnya pun terkoyak.
Menyaksikan dua makhluk mengerikan yang bergulat itu, Sang Ratu sudah menutup matanya. Membalikkan badan tak berani melihat cahaya biru itu.
Meski jaraknya jauh, daya hancur cahaya biru Merak masih terasa. Melihat sekilas saja kepala langsung pusing, hampir terjatuh ke dalam air laut.
Han Sen melakukan hal serupa. Bedanya setelah mengaktifkan kunci gen, meski membelakangi dua Makhluk Dewa Super, ia tetap bisa melihat jelas pertarungan mereka tanpa terpengaruh.
"Kemampuan bertarung Merak memang masih luar biasa, tapi mengingat sudah keracunan dan dijangkiti lobster jarak dekat, sepertinya sembilan dari sepuluh kemungkinan mati sudah. Terbunuh hanya masalah waktu." Han Sen diam-diam merencanakan cara untuk mendapatkan keuntungan.
"Karang hancur, ombak jahat mengganas."
Batu karang raksasa itu tak tahan menerima amukan dua binatang buas. Potongan besar batuan berhamburan, tampaknya sebentar lagi akan runtuh total.
Lobster itu mengandalkan cangkangnya yang keras. Sepasang capitnya menjepit burung merak dengan mati-matian sambil menyeretnya ke dalam air, sama sekali tidak menghiraukan patukan terus-menerus sang merak.
Meski merak meronta-ronta mati-matian, begitu karang hancur total, terseretnya dia ke dalam air hanyalah soal waktu belaka.
"Kenapa lobster ini tidak ikut keracunan?" Han Sen merasa frustasi.
Tapi melihat performa pertarungan yang ditunjukkan merak tadi, kalau mereka gegabah menyerang sebelumnya, mungkin nasibnya akan seperti daging yang dikembalikan ke anjing - sia-sia tak kembali.
Boom!
Setelah dua tiga jam berlalu, karang akhirnya tak tahan dan hancur total. Seketika itu juga merak diseret lobster ke dalam air laut.
Meski burung merak masih memancarkan cahaya biru di dalam air laut, namun intensitasnya sudah jauh berkurang dibanding sebelumnya. Efek meredam terhadap Han Sen dan Ratu juga semakin melemah.
Ratu baru menoleh ke arah lautan. Dari bawah terlihat kilauan cahaya biru yang menyala-nyala, air laut bergolak dahsyat mengangkat gelombang setinggi puluhan zhang, semangatnya benar-benar mengerikan.
"Makhluk hidup mengerikan seperti ini, sungguh terlalu sulit bagi kita manusia untuk memenggalnya." Ratu menghela napas penuh kesedihan.
"Jika kita yang harus membunuhnya sendiri, tentu tidak ada kemungkinan berhasil. Tapi sekarang ini justru kesempatan." Han Sen malah memandang gelombang ganas itu dengan raut penuh keserakahan.
Burung merak yang sudah terkena racun pun tetap tak mungkin mereka bunuh. Namun kini sang makhluk terus diseret lobster ke kedalaman lautan, kondisinya kian kritis. Barangkali ada celah untuk mengambil keuntungan.
Tentang merebut daging burung merak dari cengkeraman lobster, Han Sen jelas tak berani dan juga tak punya kemampuan untuk itu.
Tapi cuma mengambil kesempatan untuk serangan sekilas, mungkin ada kesempatan mendapatkan roh binatang siapa tahu.
"Apa yang ingin kamu lakukan?" Ratu mengerutkan kening memandang Han Sen.
"Kamu tunggu aku dulu." Han Sen langsung terjun ke air sambil berkata, menyusup langsung ke dalam laut.
Silver Fox kecil terus menempel di bahu Han Sen, cakar mungilnya mendekap erat leher Han Sen, ikut menyelam ke bawah bersamanya.
Karena dua binatang buas itu bertarung di laut, arus kacau di sekitarnya membuat tubuh Han Sen terhempas tak karuan di dalam air, sampai-sampai tidak bisa mengendalikan raganya sendiri.
Untungnya dia bisa bernapas bebas dalam air, jadi tidak takut tenggelam, paling-paling cuma butuh waktu lebih lama.
Lobster mati-matian menyeret burung merak ke laut dalam. Meski burung merak meronta-ronta keras, jelas tidak berguna, perlahan-lahan terseret semakin dalam.
Han Sen mengejar dua binatang buas menyelam ke laut dalam, terus memantau situasi, berharap menemukan kesempatan untuk bertindak.
Meski Burung Merak itu tidak mahir berenang, di dalam laut ia tetap sangat galak, dalam waktu dekat sepertinya tidak akan mudah dibunuh oleh Lobster.
