Han Sen terus membuntuti Lobster hingga menyelam seribu meter ke dasar laut, cahaya biru di tubuh Burung Merak baru perlahan memudar, terlihat sudah sekarat.
Sayapnya sudah dijepit Lobster hingga tulang patah, hanya daging dan kulit yang masih menempel, genangan darah terus dibanjiri ke air laut dari luka, membuat wilayah sekitarnya memerah.
Hanya saat cahaya biru sesekali menyala, barulah bisa melihat jelas kondisi Burung Merak itu.
Wajah Burung Merak sudah membusuk tak berbentuk, ditambah guncangan pertempuran dan air laut, dagingnya sudah membusuk hingga memperlihatkan tulang di dalamnya.
Bagian tubuh lainnya juga dipenuhi bulu yang patah, bulu ekor yang awalnya indah pun banyak yang rontok dan patah karena ulah lobster. Penampilannya sama sekali tidak lagi menyerupai burung merak yang anggun, malah lebih mirip ayam hutan botak berukuran raksasa.
"Memang benar pertahanan tinggi lebih keren, mengulur waktu pun bisa mengurasmu sampai mati." Han Sen menghela nafas dalam hati. Kemampuan burung merak itu megah dan dahsyat, tapi selama tidak bisa membunuh lobster, semuanya sia-sia. Pada akhirnya tetap tewas di tangan lobster.
Han Sen sama sekali tidak tertarik pada lobster itu. Bahkan Makhluk Dewa Super seperti burung merak pun gagal membunuhnya, hanya meninggalkan beberapa luka di cangkang lobster. Dia semakin yakin tak mungkin berhasil. Menembuskan tenaga yin pun tak berguna, fondasi utama tetap tak mampu melukai lobster.
Melihat burung merak yang sudah sekarat, Han Sen diam-diam menyelinap mendekat. Warna merah darah di air laut sedikit menyamarkan jejak pergerakannya.
Saat Han Sen masih berjarak 10 meter dari mereka, lobster tetap belum menyadari kedatangan Han Sen. Sang krustasea sedang asyik memperebutkan daging burung merak untuk disumpal ke mulutnya.
Sang merak tak lagi punya tenaga untuk melawan. Matanya mulai semburat keputihan, air laut terus mengalir masuk ke paruhnya. Tubuhnya hanya bergerak-gerak tak berdaya saat lobster merobek dagingnya.
Han Sen memanggil Pedang Roh Hewan Suci Kuno, menggenggam erat senjata legendaris berstatus mengamuk ini. Jika bisa mengena titik vital, mungkin pedang darah suci ini bisa menyelesaikan nyawa sang merak.
Tentu saja "titik vital" yang dimaksud Han Sen adalah luka besar yang sudah diobrak-abrik lobster sebelumnya.
Dengan hati-hati Han Sen menyesuaikan posisinya, menghindari pandangan lobster sambil perlahan menyelinap mendekati sang merak yang sekarat.
Han Sen terus mengamati, luka di tubuh burung merak sangat banyak, tapi dia hanya punya satu kesempatan. Begitu menyerang, pasti akan memprovokasi lobster yang sedang asyik menyelami kesenangan melahap mangsa. Karena itu Han Sen harus mengalahkannya dalam satu serangan, kalau tidak tak akan ada kesempatan kedua.
Luka di sayap burung merak paling parah, tapi sekalipun pedang menusuk ke dalam, jelas itu bukan posisi yang berakibat fatal.
Meski ada beberapa luka di tubuh burung merak yang terlihat memilukan, sebenarnya bukan itu penyebab kematiannya. Yang benar-benar mematikan adalah karena terlalu lama ditarik ke dalam air, selama pertempuran dicekik oleh banyak air laut sampai mati lemas hidup-hidup. Luka-luka itu bukan faktor utama.
Setelah mengamati bolak-balik, kalau benar-benar ingin membunuh dengan satu tusukan pedang, maka hanya bisa memanfaatkan kerusakan racun yang ditinggalkan lebah beracun. Area lain tidak berguna.
Wajah burung merak sudah sepenuhnya membusuk, rongga matanya masih mengeluarkan luapan darah beku. Tampaknya bahkan otaknya sudah sangat parah diserang racun.
Han Sen berhati-hati menghindari plasma merah itu. Meski warnanya mirip dengan darah biasa, plasma tersebut membeku membentuk gumpalan-gumpalan di air laut, tidak seperti genangan darah biasa yang langsung menyebar di laut.
Memanfaatkan tubuh burung merak dan tirai darah sebagai penyamaran, Han Sen perlahan mendekati burung merak. Lobster raksasa yang sedang mati-matian mencabik daging burung merak itu sama sekali tidak memperhatikan siluet kecil Han Sen.
Ini membuat Han Sen bersemangat. Jika terdeteksi lebih awal, dia terpaksa mundur. Han Sen sama sekali tidak menganggap dirinya punya modal untuk bertarung melawan lobster di laut.
Meski lobster terlihat tidak semenakutkan lebah beracun, cangkangnya terlalu keras. Ditambah kecepatannya di air yang pasti melebihi Han Sen, sama sekali tidak berani dia menantang makhluk itu.
Jika di darat, mungkin Han Sen masih bisa bertahan sebentar melawannya. Tapi di laut saat ini, satu-satunya harapannya hanyalah tidak ketahuan oleh si lobster.
"Untungnya hoki Han Sen bagus. Sampai Han Sen menempel di tubuh burung merak yang luar biasa besar itu, dia masih belum terdeteksi oleh lobster."
"Hanya ingin menusuk tepat ke rongga mata burung merak, ini agak merepotkan. Lobster hampir tepat menghadap ke kepala burung merak. Jika Han Sen nekat menerobos, pasti akan terlihat oleh lobster."
"Han Sen menempel di tubuh burung merak sambil menunggu beberapa saat, tapi tetap tidak menemukan kesempatan. Namun melihat kondisi burung merak yang sepertinya hampir benar-benar mati, kepalanya bergerak tanpa kesadaran mengikuti arus laut. Bahkan saat dagingnya dicabik lobster, reaksinya hanya gemetar lemah yang nyaris tak terlihat, tidak bisa dianggap sebagai gerakan berarti."
"Tidak bisa, tidak boleh menunggu lagi. Jika terus menunggu, burung merak ini benar-benar akan jadi mayat kaku. Harus bertarung habis-habisan!" Han Sen mengatupkan gigi, erat menggenggam Pedang Roh Hewan Suci Kuno di tangannya. Sorot matanya mengawasi ketat kepala burung merak yang terayun-ayun tak menentu di genggamannya.
Gu Xie Zhou dan Bao Yu Yuan Yang Gong aktif secara bersamaan, energi tak terbatas membanjiri sepasang ginjal. Jantung berdegup kencang seperti mesin, mendorong tenaga Han Sen ke puncak legenda seketika.
Han Sen memilih transformasi Ratu Iblis alih-alih Snow Maiden. Kemampuan visual yang kuat sekarang lebih dibutuhkan untuk menganalisis gerakan kepala burung merak dan setiap aksi lobster.
Indra keenamnya membentang luas, memproyeksikan seluruh situasi ke dalam otaknya. Dia melakukan pra-penilaian terhadap segala skenario yang mungkin terjadi.
Tindakan frontal seperti ini pasti akan menarik perhatian lobster. Jika sampai terjadi pengejaran di bawah air, kemampuan bertahan hidupnya akan diuji sampai ke batas. Tak ada ruang untuk kecerobohan sekecil apapun.
Tibalah momen krusial. Tanpa ragu lagi, tubuh Han Sen melesat bagai torpedo menembus air, menghunjamkan Pedang Roh Hewan Suci Kuno ke rongga mata burung merak dengan presisi mematikan.
Pada saat Han Sen mulai menyerang, lobster akhirnya menyadari keberadaannya. Capit yang sebelumnya merobek daging burung merak langsung menyambar secepat kilat ke arah Han Sen.
Sorot mata Han Sen dingin membeku. Teknik Kulit Es dan Tulang Giok yang telah mengaktifkan gembok gen membuat seluruh dirinya kejam dan tanpa belas kasihan, sama sekali tak tersentuh rasa takut akan maut.
Gerakan capit lobster terlalu cepat. Han Sen tahu jika ia tetap menusukkan pedang ini, pasti tidak akan bisa menghindar dari serangan capit.
Tapi jika sekarang ia menghindar, tidak akan ada kesempatan kedua untuk membunuh burung merak. Satu-satunya pilihan adalah langsung kabur.
Dengan tatapan acuh tak acuh, Pedang Roh Hewan Suci Kuno terus menusuk rongga mata burung merak tanpa ragu. Secara bersamaan, baju zirah emas dan Tato sihir Stone Armor Demon muncul, sementara tangan satunya menghadang capit yang menyambar bagai kilat.
Bles!
Pedang Roh Hewan Suci Kuno menyelusup masuk ke dalam rongga mata burung merak. Bilah pedang sepanjang sekitar 1,2 meter itu sepenuhnya tenggelam dalam rongga mata tanpa menemui rintangan berarti.
Hampir bersamaan, capit ungu kehitaman besar lobster telah menghantam hingga di hadapan Han Sen. Dengan telapak tangan, Han Sen menangkisnya.
Dor!
Telapak tangan Han Sen terpental kembali menghantam dadanya sendiri. Seluruh tubuhnya terlontar seperti proyektil dalam air laut puluhan meter, mulutnya menyemburkan darah segar.
