"Melihat ekspresi Silver Fox, seharusnya labu ini tidak berbahaya. Tapi kalau ini barang bagus, kenapa sama sekali tidak ada reaksi?" Han Sen tidak bisa menebak hasilnya, namun juga tidak berani mengambil risiko. Ia berniat menunggu lukanya sembuh sedikit, lalu membuang labu ini di wilayah tak berpenghuni.
Yang terbaik adalah tempat seperti Abyss, agar nanti tidak muncul monster yang menyakiti orang.
Han Sen bukan tak ingin menghancurkan labu itu untuk melihat isinya, tapi labu ini terlalu keras. Bahkan dengan pedang darah suci mengamuk-nya pun tak mampu melukainya sedikit pun, benar-benar tidak bisa dihancurkan.
Luka Han Sen sangat parah. Meski dibantu Silver Fox kecil, dia butuh tiga empat hari baru bisa turun dari tempat tidur dan berjalan bebas. Untuk pulih total, pasti tak mungkin tanpa 10-15 hari.
Awalnya Han Sen ingin langsung membuang labu itu. Tapi setelah berpikir, dia masih memiliki 36 batang bulu hitam burung gagak. Jika dibuat menjadi panah dan dipadukan dengan busur merak, mungkin bisa menembus labu itu.
Han Sen mengamati bulu-bulu hitam gagak itu dengan seksama. Panjangnya sekitar satu kaki lebih, seluruh tubuhnya hitam pekat seperti baja mistis. Seperti bulu biasa, di tengahnya terdapat tabung bulat berongga, di kedua sisinya terdapat bulu halus hitam yang tersusun rapat miring, terlihat seperti dua lembar baja hitam.
Tapi jika meraba bulu ke belakang mengikuti arah bulu, bulu halus akan mudah tertekan dan menempel pada tabung berongga, terlihat sangat lembut.
Namun jika meraba berlawanan arah bulu, bulu-bulu itu menjadi tajam menakutkan seperti bilah pisau dari ribuan jarum baja halus, sungguh aneh.
Sedangkan di bagian pangkal bulu, tabung berongga tiba-tiba menyempit membentuk kerucut runcing yang sangat baik untuk penetrasi.
"Bisakah bulu ini langsung dipasang ke busur silang merak?" Han Sen memanggil busur merak dan mencoba memasang bulu gagak hitam ke slot panah sesuai arah bulu.
Hasilnya melebihi perkiraan Han Sen. Bulu gagak terpasang mulus karena saat ditembakkan ke depan, bulu miring akan mengikuti alur ke belakang sehingga sama sekali tidak menghalangi proses penembakan busur silang.
"Sekali anak panah menembus target, bulu-bulu itu akan menyusup masuk. Mencabutnya kembali menjadi sangat sulit - saat ditarik keluar, bulu-bulu halus yang terbalik itu berubah menjadi duri tajam yang langsung mengoyak daging dan organ dalam, sungguh mengerikan."
Han Sen mencoba menembakkan satu anak panah berbulu gagak. Cahaya hitam melesat sejauh 2-3 ribu meter, menembus pohon besar yang hanya bisa dipeluk oleh beberapa orang. Bahkan setelah itu, panah terus menembus tiga pohon selebar drum air sebelum akhirnya kehabisan gaya dan jatuh.
"Kuat... Benar-benar tangguh..." Han Sen nyaris melompat kegirangan. Ia buru-buru memungut kembali anak panah burung gagak itu.
Satu per satu anak panah hitam dimasukkan ke dalam slot panah. Tapi kapasitas maksimal hanya 15-16 anak panah - ini sudah batas kemampuannya. Ini karena bulu lebih tipis dari anak panah biasa. Untuk busur silang standar, maksimal hanya bisa memuat 8-9 anak panah.
Setelah memasang panah bulu, Han Sen mencari sebuah dinding tebing, menaruh labu di celah bebatuan, lalu langsung menembakkan panah bulu gagak menggunakan busur silang merak.
Boom!
Panah hitam tepat menghantam labu. Dentuman keras menggema, bebatuan gunung pecah berantakan hingga membentuk lubang besar di tebing. Namun labu itu tetap utuh terbaring di antara puing-puing.
Han Sen belum menyerah. Dengan panah beruntun dari busur merak, dentuman "Boom!" sambung-menyambung menghujani labu. Tebing akhirnya jebol membentuk gua besar, tapi kulit labu tetap mulus tanpa lecet.
"Sial! Labu apa sih ini?" Han Sen gemetar ketakutan.
Tapi setelah dipikir, wajar saja. Burung gagak pemilik asli pun tak mampu mengalahkan tanaman labu ini, sampai harus mencabuti bulu hitamnya demi kabur. Jadi wajar jika panah bulunya tak sanggup menembus labu.
Han Sen meraih labu itu, kondisi hatinya sangat rumit. Setelah lama ragu, Han Sen akhirnya menggigit keras dan membawa labu itu ke tepian jurang, mengulurkan tangan untuk melemparkannya ke dalam jurang.
Han Sen benar-benar takut kalau-kalau ada lebah beracun atau semacamnya di dalam labu. Kisah Petani dan Ular telah didengarnya sejak kecil jutaan kali. Dia tidak mau dikhianati.
Tapi baru saja Han Sen melemparkan labu itu, Si Perak Kecil yang selama ini tiarap di bahunya tiba-tiba melompat, menggigit labu itu dengan mulutnya, lalu berbalik dan kembali ke sisi Han Sen sebelum memuntahkan labu itu kembali ke tangan Han Sen.
"Apa sebenarnya maksudmu?" Han Sen meremas labu itu, memandangi Silver Fox kecil dengan pandangan kosong.
Tapi Silver Fox kecil tidak bisa bicara, mana mungkin menjawabnya. Dia hanya tetap tiarap di bahu Han Sen, mengibaskan ekor besar berbulu tebalnya dengan elegan.
Han Sen melihat tak ada hasil yang didapat, melirik Silver Fox kecil sejenak, lalu kembali mengulurkan tangan melemparkan labu ke jurang Abyss.
Silver Fox kecil benar-benar melonjak lagi, mengambil labu itu kembali dan memuntahkannya ke tangan Han Sen. Kini Han Sen akhirnya benar-benar paham: Silver Fox kecil memang ingin ia menyimpan labu ini.
Han Sen menatap Silver Fox kecil cukup lama, baru memijat labu itu sambil berbalik meninggalkan Abyss.
Karena ini adalah barang yang dipertahankan Silver Fox kecil dengan Keteguhan, Han Sen merasa seharusnya tidak ada bahaya. Bisa jadi ini memang barang bagus.
Apalagi saat ia membawa labu itu, tidak ada sistem alarm bahaya yang aktif. Rasanya tak akan muncul masalah besar.
Hanya saja gelombang jantung dalam labu itu tetap membuat Han Sen terus-menerus waspada dalam hati. Ia selalu menggenggam labu itu di tangan, memperhatikan dengan cermat setiap perubahan gelombang di dalamnya.
Sejak kembali dari Gunung Suci Tianzhu, gelombang mirip jantung dalam labu tidak pernah terputus lagi, terus berdenyut dengan teratur. Namun masih sangat tipis, jika tidak memegangnya di tangan, sama sekali tidak bisa merasakan getaran halus di dalamnya.
Han Sen memainkan labu itu selama beberapa hari. Entah labu itu memang tercipta seperti ini sejak awal, atau karena terlalu sering dipegang Han Sen, labu yang awalnya kering menguning berubah semakin transparan seperti giok kuning yang halus. Di dalamnya tampak serat-serat emas samar, terlihat sangat mewah dan elegan.
Detak jantung dalam labu itu juga sepertinya semakin kuat sedikit, meski masih sangat lemah.
Setelah hampir dua minggu menjalani pemulihan, luka di tubuh Han Sen akhirnya hampir sembuh total. Pikirannya langsung menjadi lebih aktif.
Sekarang dengan busur silang merak dan panah bulu gagak, selama tidak bertemu makhluk dewa super cabang seperti burung gagak, mungkin ada kemungkinan untuk memenggal mereka.
"Di mana mencari bulan-bulanan? Kalau ada Makhluk Dewa Super seperti Kuda Bagal Awan Merah, boleh dicoba. Meski tak bisa dibunuh, setidaknya ada kesempatan kabur." Han Sen berpikir dalam hati.
Tapi di puncak Gunung Suci Tianzhu masih ada burung gagak itu, Han Sen benar-benar agak tak berani pergi.
Adapun Makhluk Dewa Super di laut, Han Sen sama sekali tidak perlu mempertimbangkan. Daya hancur busur silang akan sangat berkurang di air asin.
Sang Ratu bilang ada urusan kembali ke Alliance. Han Sen ingin bertanya padanya di mana Makhluk Dewa Super yang relatif mudah dibunuh, tapi setelah menunggu ke kiri dan kanan, sang perempuan tak kunjung kembali.
Saat Han Sen dalam keraguan apakah harus mencari cara kembali ke dataran es dulu, tiba-tiba mendengar suara ketukan pintu dari luar.
"Siapa?" Han Sen mengerutkan kening bertanya.
"Saudara Han, ini aku." Sebuah suara terdengar di luar pintu, ternyata suara Chen Ran.
Han Sen langsung membeku, Chen Ran orang tua itu ternyata masih hidup, malah mendatangi dirinya, tidak tahu sebenarnya apa maunya.
