Sepasang kaki pualam bagai dua ekor naga yang beterbangan tak keruan, berubah menjadi senjata pembunuh mengerikan yang mencoba membunuhnya di tempat.
Han Sen mundur sambil berkata: "Cewek, dengarkan dulu penjelasanku. Aku sudah terlalu lama berjalan di gurun hitam ini, mengira ini fatamorgana. Jadi cuma ingin memastikan apakah ini halusinasi."
Meski sebenarnya Han Sen tidak sepenuhnya berpikir demikian, tapi dia mutlak tidak akan mengaku. Sampai mati pun tidak akan mengaku.
"Aku akan membunuhmu..." Wanita itu sama sekali tidak mendengarkan, terus menyerang Han Sen dengan mati-matian.
"Bahkan jika ingin membunuhku, setidaknya pakai baju dulu." Han Sen mundur sambil pasrah. Sikap wanita sekarang membuatnya mulai malu untuk memandang.
Wanita itu langsung membeku, lalu menjerit histeris lagi. Detik berikutnya, akhirnya dia memanggil full set baju zirah yang menutupi tubuhnya, sambil mengatupkan gigi kembali menyerang Han Sen.
“Cewek, kamu harus percaya padaku, aku seorang tentara, tentara berintegritas...” Han Sen merasa pernah mendengar kalimat seperti ini di suatu tempat, lalu langsung menggunakannya saat ini.
Tapi cewek itu sama sekali tidak mendengarkan, terus menerus melancarkan serangan dahsyat bertubi-tubi terhadap Han Sen dengan penuh kegilaan.
Han Sen sedikit terkejut di hati. Teknik tendangan cewek ini jelas luar biasa, kebrilianannya hanya sedikit lebih rendah dari sang Ratu. Kemampuan fisiknya diperkirakan telah menembus angka 100, meski sepertinya belum mengaktifkan gembok gen.
“Cewek, kalau terus begini aku tidak akan segan-segan! Ini juga bukan sepenuhnya salahku. Di siang bolong yang terang benderang ini, kau telanjang berjemur di depan umum. Meski aku tidak melihat, pasti ada orang lain yang melihat, ‘kan?” lanjut Han Sen.
"Pergi sana dengan 'di depan umum'-mu, selain laki-laki mesum sepertimu, tidak ada siapa-siapa di sini." Cewek itu menggigit giginya menahan amarah, tak henti menyerang Han Sen.
Han Sen baru menyadari bahwa kota kuno ini memang benar-benar sepi. Selain cewek berambut pendek ini, area sekitarnya sunyi senyap. Bahkan setelah membuka aura Dongxuan, tetap tidak terdeteksi adanya makhluk hidup.
"Apa di kota ini hanya kamu seorang?" tanya Han Seri sambil menahan serangan sang cewek.
Cewek itu tak menjawab, hanya terus menghujamkan tendangan keras ke arah Han Sen.
Prinsip Han Sen selalu jelas: Bisa dijelaskan - dijelaskan. Kalau tidak jelas - serang dulu baru bicara.
Tangan besar Han Sen menyergap, menggenggam erat kaki jenjang yang hendak menendangnya. Badannya melesat maju, menangkap kepalan tangan yang hendak menghantam. Dengan putaran sederhana, cewek itu terpelanting ke tanah.
Cewek itu mengayunkan tangan satunya lagi ke arah Han Sen. Han Sen menangkapnya, memelintirnya ke punggung, sambil menarik kunci kawat paduan dari pinggangnya. Langsung ia mengikat kedua tangan dan kaki cewek itu secara terbalik, lalu mengangkatnya dengan satu tangan.
"Brengsek! Laki-laki mesum! Lepaskan aku..." Cewek itu menggeram garang, berusaha menggigit Han Sen dengan gigi putihnya. Tapi posisi tergantung membuatnya tak bisa mencapainya.
"Nanti setelah kau tenang, baru kulepaskan." Han Sen menggantung cewek terikat itu sambil mengambil sebotol minuman dengan tangan satunya. Tanpa basa-basi ia langsung menenggaknya.
"Puuuas!" Setelah menghabiskan tiga botol berturut-turut, Han Sen akhirnya bersendawa lega.
"Kau tak tahu malu... brengsek... jorok... kembalikan minumanku..." Cewek itu semakin marah melihat Han Sen malah meminum habis persediaannya.
Han Sen mengabaikannya, mengangkatnya dan berjalan ke dalam kota kuno.
Di dalam kota terlihat penuh kesedihan, rumah-rumah batu tua yang runtuh bertebaran di mana-mana. Tidak terlihat tanda-tanda kehidupan manusia yang pernah bertahan di sini selama bertahun-tahun.
Han Sen menuju alun-alun. Di tempat perlindungan kecil seperti ini, teleportasi biasanya tidak ada di ruangan biasa. Hanya ada satu teleportasi publik di alun-alun, plus satu teleportasi khusus di Kuil Roh.
Alun-alun berbentuk setengah lingkaran dengan lantai batu kuning. Area ini terlihat lebih bersih, sepertinya baru saja disapu.
Namun saat melihat teleportasinya, Han Sen kecewa. Medan gaya teleportasi itu sudah rusak parah, sama sekali tidak mungkin digunakan lagi.
Han Sen melanjutkan ke bagian dalam kota. Jalan-jalan berdebu dipenuhi rumah batu lapuk. Tidak ada bangunan tinggi—yang tertinggi hanya dua lantai. Sebuah bangunan batu empat lantai yang mencolok jelas merupakan Kuil Roh.
Han Sen sudah hampir mencapai depan bangunan batu, ketika wanita pendek berambut pendek yang selama ini marah dan mengoloknya tiba-tiba panik berteriak: "Tidak bisa masuk, cepat tinggalkan tempat ini."
"Kenapa?" Tanya Han Sen sambil menunduk melihatnya, merasa wanita itu akhirnya mulai kooperatif.
"Pokoknya tidak boleh masuk ya tidak boleh!" Wanita itu mengatupkan gigi dengan keras.
Melihat sikapnya kembali tidak kooperatif, Han Sen mengabaikannya dan terus membawa wanita itu masuk ke dalam bangunan batu.
"Cepat berhenti! Jangan masuk! Di dalam ada makhluk roh yang mengerikan!" teriak wanita pendek itu gugup.
Han Sen mencibirkan bibir: "Tempat perlindungan kecil seperti ini paling-paling cuma tempat perlindungan bangsawan. Bahaya apa lagi yang bisa ada? Lagipula, kalau benar ada makhluk mengerikan di dalam, bagaimana caranya kamu bisa teleportasi keluar?"
"Benar ada makhluk roh menakutkan di dalam! Aku tidak pernah keluar!" protes wanita itu dengan gusar.
“Cih, jangan bilang semua minuman dan barangmu itu dibawa dari masa lalu saat kamu masuk sebelumnya.” Han Sen sama sekali tidak percaya.
Mendengar perkataan Han Sen, wanita berambut pendek itu teringat bagaimana Han Sen tak hanya memijat pantatnya, malah meneguk minuman yang selalu ia sayangkan, langsung tiga botol sekaligus. Emosinya meledak, "Tepat sekali! Kamu brengsek mesum! Kembalikan minumanku!"
"Cih." Han Sen tetap enggan percaya. Langsung ia menyeret wanita itu dan mendorong Pintu Batu masuk ke dalam.
Sebenarnya Han Sen sudah menggunakan medan energi Jing Dongxuan untuk mengintip isi dalam, sama sekali tidak menemukan aura kehidupan. Karena itu ia yakin wanita itu sedang berbohong.
"Jangan masuk, di dalam benar-benar ada makhluk roh yang mengerikan, kamu akan menyesal... Lepaskan aku, masuklah sendiri untuk bunuh diri, jangan menarikku..." Wanita berambut pendek itu melihat Han Sen mengabaikannya dan nekat masuk ke Kuil Roh, buru-buru menasihatinya lagi, hampir menangis.
Namun saat Han Sen melangkah ke dalam kuil batu, hatinya tiba-tiba berdebar kencang. Sebuah aura mengerikan menyergap, bayangan hitam menyambar seperti ular berbisa.
Dang!
Tyrannosaurus Thrust Api terhunus di tangan Han Sen, menahan bayangan hitam mirip ular itu. Tampak rantai logam hitam sebesar lengan melilit senjata tersebut.
Di ujung lain rantai logam hitam itu, tergenggam oleh seorang pria berbaju rompi hitam yang pecah-pecah. Tubuhnya tertusuk rantai besi di dada, terkunci pada pilar besi hitam.
Pria itu berwajah tampan namun dingin, mata sipitnya memiliki pupil ganda. Di antara rambut hitam panjangnya yang terurai sembarangan, tumbuh dua telinga mirip serigala. Saat ini sedang memandangi Han Sen dengan tatapan dingin, jari-jari jenjangnya mencengkeram erat ujung lain rantai logam.
