Badak putih terus berjalan ke depan, arah yang dituju persis sama dengan tujuan Han Sen.
Setelah akhirnya bertemu makhluk super dewa yang begitu kuat namun jinak seperti ini, Han Sen pun nebeng di punggungnya. Meski langkah badak putih tak terburu-buru, kecepatannya justru melebihi Golden Roar.
Di sekujur tubuh badak putih seolah diselubungi cahaya suci, melindunginya dari terik matahari dan hujan. Bahkan badai pasir hitam yang mengerikan pun terhalang oleh benteng tak kasatmata saat mendekat, lalu menerpa dari samping.
Setelah berjalan enam hari enam malam, badak putih akhirnya berhenti. Di depan mereka, di tengah Gurun Hitam, berdiri tiang raksasa menyerupai pilar langit yang menghalangi jalan.
Han Sen mengamati lebih dekat. Barulah ia sadar itu adalah kaktus raksasa setinggi ratusan meter. Di puncaknya mekar sekuntum bunga putih suci yang agung.
Namun Han Sen yang berdiri di atas kepala badak putih, saat melihat kaktus raksasa itu, ekspresi wajahnya berubah aneh. Dari kejauhan, kaktus raksasa itu lebih menyerupai organ intim pria yang tak terkatakan. Tapi seharusnya tidak ada pria di dunia ini yang "perkasa" sampai segitunya.
Saat Han Sen sedang termenung, tiba-tiba terdengar kicauan burung. Terlihat seekor burung raksasa berbulu hitam yang seluruh tubuhnya terbakar api hitam, berputar-putar di sekitar kaktus raksasa itu. Persis seperti burung phoenix berapi hitam yang pernah mereka lihat sebelumnya.
Hanya saja burung hitam besar itu tampak takut pada badak putih. Ketika badak putih berjalan sampai di bawah kaktus raksasa, burung hitam itu langsung menjauh dan berkicau dengan suara aneh dari kejauhan.
Badak putih mengabaikannya, hanya merem-melek dan berbaring beristirahat di bawah kaktus raksasa.
Di langit sepertinya ada awan kelam yang diam-diam naik sedikit. Han Sen melihat awan itu, hatinya kembali berdesir.
Awan kelam itu persis seperti yang pernah Han Sen rasakan sebelumnya. Aura mengerikan di dalamnya masih tetap ada, sepertinya juga mengincar tanaman kaktus raksasa ini.
Bunga putih di puncak kaktus memancarkan aroma samar yang aneh. Hanya dengan mencium aromanya, raga Han Sen langsung bereaksi, terasa seperti melayang-layang seperti dewa.
"Jangan-jangan kaktus ini mirip dengan pohon persik, juga merupakan varietas langka di tempat perlindungan, memiliki nasib yang luar biasa?" Hati Han Sen dipenuhi rasa takjub dan girang.
Yang menggembirakan tentu bisa menyaksikan keajaiban alam semacam ini lagi, yang mencemaskan adalah di sini ada tiga ekor Makhluk Dewa Super mengerikan yang semuanya memiliki aura yang sangat menakutkan.
Mungkin badak putih ini cukup jinak dan tidak akan melukai mereka, tapi burung api hitam serta makhluk mengerikan di balik awan kelam belum tentu demikian.
Ini bukan hal yang paling dikhawatirkan Han Sen. Jika dia ingin mempertahankan diri, dengan mengandalkan Malaikat Perang Suci dan iblis wanita, seharusnya tidak sulit untuk mundur.
Tapi setelah menyaksikan benda langka seperti ini, Han Sen enggan mundur begitu saja. Dia juga ingin melihat apakah bisa mendapat keuntungan di sini. Nantinya, bahkan badak putih yang jinak mungkin akan berubah menjadi musuh.
Tapi sekarang masih terlalu awal. Han Sen akan duduk di atas badak putih sambil menyerap aroma bunga untuk lebih lanjut mempelajari Jing Dongxuan.
Meski Jing Dongxuan telah mencapai tingkat pertama dan membuka kunci gen pertama, karena keterbatasan konstitusi fisik, pembukaannya tidak sempurna—hanya sebagian yang teraktifkan.
Awalnya Han Sen mengira sebelum meningkatkan level menjadi Evolusioner, Jing Dongxuan takkan ada perkembangan. Tapi setelah menyerap aroma bunga, tingkat mistis pertama mulai menunjukkan aktivitas, seolah-olah ada tanda-tanda pembukaan baru.
Han Sen merasa girang luar biasa, lalu memutuskan untuk tinggal dan menyerap aroma bunga siang-malam.
Keberadaan badak putih yang berbaring di bawah Pohon Dewa membuat burung besar mirip Phoenix maupun makhluk mengerikan dalam awan kelam enggan mendekat, memberikan ketenangan bagi Han Sen.
Zhou Yu Mei juga merasakan manfaat aroma bunga itu, mulai mempelajari teknik latihan energinya sendiri seperti Han Sen.
Si Perak Kecil dan yang lain tak perlu diajari, udah dari dulu mulai menyerap aura wangi bunga.
Labu yang selalu dibawa Han Sen juga diam-diam menyerap aroma bunga, tapi yang lebih banyak diserapnya justru aura dari tubuh Han Sen sendiri.
Kini labu itu telah berubah menjadi keemasan dengan jutaan serat emas terlihat di dalamnya. Setelah lama diputar-mainkan Han Sen, aura kehidupan di dalamnya semakin kuat.
Han Sen sangat penasaran apa sebenarnya yang ada di dalam labu ini. Setelah menyaksikan banyak makhluk mutan yang lahir dari tumbuhan, dia berhipotesis di dalam hati mungkin terdapat Makhluk Dewa Super yang hidup. Begitu labu pecah dan makhluk itu keluar, akan menjadi anak dewa super generasi kedua yang baru lahir.
Sayangnya labu ini terlalu keras. Bagaimanapun Han Sen menghujamkannya, tetap tidak bisa dihancurkan. Ingin menyelesaikannya sekarang juga tidak bisa berbuat apa-apa, terpaksa menunggu sampai labu itu pecah dengan sendirinya.
Beberapa orang termasuk Han Sen terus menyerap aroma bunga dan berlatih di punggung badak putih. Mereka tidak perlu khawatir akan burung besar mirip Phoenix atau makhluk mengerikan di balik awan kelam. Proses latihan justru berjalan sangat menyenangkan.
Hanya saja aroma bunga semakin hari semakin kuat. Setelah tiga hingga lima hari, baunya perlahan memudar. Han Sen bisa melihat dengan jelas di dalam bunga tersebut terdapat buah keriput yang sedang tumbuh perlahan. Vitalitasnya begitu menggebu-gebu, seolah aura kehidupan tak terbatas berdesakan di dalamnya.
“Benar-benar bukan benda biasa!” Aura kehidupan dalam buah itu membuat Han Sen tergoda, barang bagus seperti ini jika bisa dimakan, mungkin bisa langsung membuka sepenuhnya gerbang mistis tingkat pertama, artinya sepenuhnya mengaktifkan kunci gen pertama, mungkin bisa mencapai tingkat pelepasan tenaga.
Hanya saja burung besar berapi hitam mirip phoenix di sana dan makhluk dalam awan kelam juga sudah gelisah, burung itu tak tenang terus-menerus bersuara, dari dalam awan kelam juga hujan rintik-rintik mulai turun, semakin suram.
Hanya badak putih yang masih tenang berbaring di bawah tongkat dewa, terlihat seperti masih tidur pulas, aura kehidupan dalam tubuhnya bagai laut pasang-surut dengan hening, tak menimbulkan badai maupun ombak.
"Ayo pergi." Han Sen melihat buah di puncak tongkat dewa semakin membesar setiap hari, hampir mencapai masa matang, lalu membawa Zhou Yu Mei pergi.
Dia berminat merebut buah ini, tapi tubuh kecil Zhou Yu Mei jelas tidak akan tahan bergulat, lebih baik mengirimnya pergi dulu baru bisa fokus memperebutkan buah aneh itu.
"Buah di kaktus itu pasti barang bagus, kenapa kita tidak menunggu dan memakannya nanti?" Zhou Yu Mei juga tidak bodoh, jelas dia tahu itu barang berharga.
"Tidakkah kamu takut diinjak sampai mati?" Han Sen memandang Zhou Yu Mei dengan raut wajah penuh keanehan.
"Badak putih ini begitu jinak, seharusnya dia tidak akan keberatan kan?" Zhou Yu Mei berkata dengan nada bersalah.
"Bahkan jika dia tidak menginjakmu, berani-beraninya kamu mengincar buah itu - burung besar itu mungkin akan membakarmu jadi arang." Han Sen mencibirkan bibir.
Zhou Yu Mei langsung gemetar, melihat Han Sen sudah turun dari tulang punggung badak putih, tidak berani tinggal sendirian di sini, lalu membawa Xiao Juzi mengikutinya.
"Burung besar mirip Phoenix dan makhluk mengerikan di balik awan kelam sedang memusatkan perhatian pada buah itu, tidak berminat mengganggu mereka. Hal ini justru memudahkan Han Sen dan rombongannya untuk pergi dengan lancar."
