Semburan cahaya suci yang terus-menerus dihujankan ke luka monster tanpa mempedulikan biaya langsung memperbaiki kondisinya secara signifikan. Barulah Han Sen menghela nafas lega.
“Akhirnya situasi sementara berhasil distabilkan.” Han Sen memfokuskan perhatian utamanya pada monster baju zirah baja.
Dalam aura Dongxuan-nya, dengan teknik gerak Dongxuan sebenarnya tidak sulit menghindari serangan monster baju zirah baja. Han Sen juga tidak berharap bisa mengalahkannya, hanya terus-menerus mengulur waktu sambil menahan musuh.
Han Sen sesekali mencari celah untuk menembakkan cahaya suci ke monster raksasa, membantu menyembuhkan lukanya agar bisa terus melawan kera raksasa.
Saat ini Han Sen hanya menunggu si iblis kecil segera mengeliminasi ular berkaki empat, lalu mereka bisa menggunakan strategi jumlah superior. Baru setelah itu segalanya akan lebih mudah, karena mengalahkan monster baju zirah ini sendirian terlalu sulit baginya.
"Sayangnya Si Perak Kecil masih dalam proses metamorfosis. Kalau tidak, menghancurkan tempat perlindungan super ini pasti bukan hal yang sulit." Pikir Han Sen dalam hati.
Dia menggunakan aura Dongxuan untuk memindai monster baja berzirah, menemukan bahwa monster ini ternyata adalah anak dewa super generasi kedua dengan aliran aura kehidupan aneh di dalam tubuhnya.
"Teknik aliran aura kehidupan-nya ini, apakah ini metode khusus untuk mengaktifkan kilatan pedang hijau? Jika iya, itu bagus sekali. Kilatan pedang ini memang sangat berguna dan cukup keren." Han Sen terus berkeliaran sambil merekam teknik aliran aura monster zirah.
Situasi di pihak iblis kecil semakin membaik. Tinju mungilnya menghajar ular berkaki empat hingga menjerit-jerit, menyemprotkan darah dari mulutnya yang langsung berubah menjadi es begitu menyentuh tanah.
Han Sen sekilas memindai ular berkaki empat. Makhluk ini ternyata hanya generasi pertama dewa super dengan kekacauan total di dalam tubuhnya.
Kera abu-abu juga sama, keduanya hanya generasi pertama dewa super. Harimau hitam bersayap di langit terlalu jauh, membuat Han Sen tak bisa melihat kondisinya - apakah itu generasi pertama atau kedua.
Saat melihat ular berkaki empat hampir dibunuh oleh iblis kecil itu, Han Sen yang awalnya gembira tiba-tiba merasakan degupan jantung berdesak-desakan, sorot matanya memancarkan kepanikan.
Dari kedalaman tempat perlindungan, terasa getaran aura kehidupan yang mengerikan perlahan mendekat. Meski gerakannya tak cepat, namun intensitas energinya sungguh di luar nalar.
Menggunakan topeng mata hantu, Han Sen mengamati sumbernya - semburat aura merah darah yang menyala-nyala di kejauhan, jelas-jelas menandakan kedatangan makhluk mengerikan.
"Sial! Masih ada makhluk super lain di sini?" gumam Han Sen frustasi. Pertarungan sudah mencapai level genting begini, tapi sepertinya hari ini mustahil mendapatkan apa-apa lagi.
Begitu makhluk itu bergabung dalam pertempuran, keseimbangan kekuatan akan langsung berubah. Han Sen sudah tak mampu lagi mengendalikan situasi pertempuran.
Tapi Han Sen enggan mundur begitu saja. Dengan mengatupkan gigi, ia melesat menuju aura menakutkan itu sambil melirik iblis wanita yang hampir membunuh si ular berkaki empat.
Asalkan bisa menahan monster itu beberapa saat hingga iblis wanita menyelesaikan pembunuhan, masih ada kesempatan untuk melanjutkan pertarungan.
Monster baja dan baju zirah terus mengejar Han Sen yang menghindar sambil berlari. Setelah melewati 14-15 istana, terlihat tangga batu panjang menjulang ke langit. Di puncak tertinggi perlindungan, berdiri megah sebuah istana.
Di atas tangga itu, seorang wanita kemuliaan yang mengenakan baju zirah hitam nan megah sedang turun. Posturnya jenjang, lebih tinggi satu kepala dari Han Sen. Proporsi tubuhnya sempurna: kaki jenjang yang indah, dada yang berisi, pinggang ramping bak jam pasir.
"Namun setiap gerak-geriknya memancarkan kesan penuh tenaga dan kemewahan, bagaikan seekor macan tutul betina yang memadukan kecantikan dan keganasan dalam satu tubuh."
"Inikah makhluk roh sesungguhnya dari perlindungan ini?" Han Sen langsung menggulingkan asumsi sebelumnya. Monster baja berzirah itu memang bukan makhluk roh perlindungan ini.
Saat itu, makhluk roh tersebut sedang mengawasinya dengan tatapan dingin. Sepasang mata seperti feniks dipenuhi sikap acuh tak acuh. Rambut hitamnya yang panjang terurai hingga menyentuh tanah, memancarkan aura pembunuhan tak kasat mata yang menyebar ke sekeliling.
Makhluk roh ini mengenakan baju zirah lengkap, namun di kepalanya terdapat mahkota kaisar. Tangan kosong tanpa membawa senjata, namun telapak tangan putih sehalus giok itu memberi Han Sen perasaan bahaya yang sangat ekstrem.
"Bagaimanapun juga harus bertahan hingga iblis kecil itu mengalahkan ular berkaki empat!" Han Sen mengatupkan giginya. Tanpa menunggu makhluk roh itu turun, dia langsung menyerbu tangga batu.
Belakangan ini aura Dongxuan-nya telah mencapai kesempurnaan, indra keenamnya luar biasa tajam. Ditambah teknik gerak Dongxuan, meski harus berhadapan dengan serangan dua makhluk hidup Tingkat Dewa yang kuat, diperkirakan tidak akan ada masalah besar asal bisa bertahan dalam waktu tertentu.
Monster baja zirah yang mengejar Han Sen dari belakang jelas sangat murka karena keberaniannya menghujat makhluk roh itu. Pedang besar dan kilatan pedang di tangannya diayunkan dengan semakin ganas.
Namun dengan Han Sen yang mengerahkan seluruh kemampuannya menggunakan teknik gerak Dongxuan, meski tidak bisa melakukan perlawanan frontal, tetap sulit bagi musuh untuk melukainya.
Baru beberapa ratus tangga batu dilalui Han Sen, makhluk roh itu sudah turun. Sorot matanya kejam mengawasi Han Sen, menunjukkan sikap merendahkan. Tangan halusnya terangkat perlahan, menggenggam tinju kecil yang langsung menghantam Han Sen dengan keras.
Tinju giok itu terlihat seperti tidak mengerahkan tenaga, namun dalam sekejap seolah melintasi ruang, langsung mendarat di perut Han Sen.
Dor!
Raga Han Sen seperti meteor yang terjun bebas dari tangga batu, menghujam langsung ke atap sebuah istana di bawahnya hingga membuat retakan di permukaan atap.
Baju zirah di perut Han Sen penuh retakan dengan satu bagian yang cekung ke dalam. Saat bangkit dari reruntuhan atap, darah sudah mengalir di sudut bibirnya.
Pukulan makhluk roh itu sebenarnya bisa dihindari, namun letusan kecepatannya yang tiba-tiba benar-benar di luar dugaan sampai Han Sen tak sempat bereaksi.
Untungnya tenaga pukulannya tak sebanding dengan kecepatannya. Andaikan tidak, baju zirah ini pasti sudah hancur berkeping-keping.
Monster baja zirah melompat dari tangga batu sarta mengayunkan pedang besi besar berkilau hijau mengerikan ke arah Han Sen.
Han Sen melangkah gesit menghindari serangan monster itu, tapi sorot matanya tetap tertancap pada makhluk roh. Kecepatan makhluk itu terlalu dashyat - mustahil bereaksi setelah melihatnya bertindak.
Tapi Han Sen memiliki indra keenam yang luar biasa, bahkan sebelum dia bertindak bisa melakukan pra-penilaian. Ini bisa disebut sebagai ujian atas capaian latihan Han Sen selama ini.
Makhluk roh itu menatap Han Sen, mengangkat tinjunya lagi dan menghantamkan pukulan ke arah Han Sen.
Saat tinjunya melesat, kecepatannya tiba-tiba meledak. Dengan kemampuan visual Han Sen yang tajam sekalipun, ternyata tak bisa melihat jelas bagaimana pukulan itu datang. Seluruh tubuh makhluk roh itu muncul tiba-tiba di hadapan Han Sen bagai teleportasi.
Dengan langkah kaki yang bergantian, Han Sen mengandalkan indra keenamnya yang superior berhasil merekam orbit pukulan sang makhluk roh. Posturnya bergeser halus, menghindar dari serangan itu.
Makhluk roh itu menyaksikan tinjunya melesat melewati pipi Han Sen. Ekspresi keheranan muncul di wajahnya.
Hanya sejarak rambut, Han Sen membalas dengan pukulan terbalik ke perut makhluk roh itu, ingin membalas dendam atas pukulan sebelumnya.
Tapi tubuh makhluk roh itu bergerak sedikit, dan tiba-tiba menghilang seperti teleportasi. Tinju Han Sen yang sudah sedekat itu ternyata masih meleset.
