Han Sen tiba-tiba berhenti, menoleh dan mengawasi ketat makhluk mutan yang bagai Kaisar itu dengan seluruh otot tubuhnya menegang.
Bukan dia tak ingin terus maju, namun gelombang kegelisahan di hatinya telah membuatnya menjadi target terkunci sang mutan - sedikit saja gerakan akan memicu serangan mengerikan yang tak terbayangkan.
Tapi dengan berdiri diam, aura mengerikan di tubuh makhluk roh itu terus meroket tanpa henti. Ketika dia akhirnya bertindak, mungkin akan menjadi serangan dahsyat yang mengguncang langit dan bumi. Bahkan Han Sen pun tidak yakin bisa sepenuhnya menghindar.
Meski mampu melakukan pra-penilaian sampai tingkat tertentu, jika kecepatan lawan membuatnya bahkan tidak punya waktu untuk bereaksi, maka pra-penilaian itu menjadi sia-sia belaka.
Kini aura yang terus bertambah di tubuh makhluk roh ini memberikannya perasaan mengerikan yang sama.
"Sial!" Keringat dingin telah mengalir tak terkendali di dahi Han Sen. Ia hanya bisa menyaksikan tenaga makhluk roh itu yang terus meningkat, sementara dirinya sama sekali tak berdaya.
"Harus bertarung habis-habisan!" Tanpa pilihan lain, Han Sen mati-matian mengerahkan seluruh tenaganya. Jurus BIG THUNDER FIST terkristal di tangannya, mempersiapkan diri untuk menghadapi serangan mengerikan itu secara frontal.
Untuk serangan sehebat ini, Han Sen yakin makhluk roh itu takkan bisa melancarkannya kedua kali. Asalkan bisa bertahan dari pukulan ini, masih ada harapan.
Bahkan jika tidak bisa menahan, paling-paling zirah, Moge Beast, dan Tato Sihir Stone Armor Demon yang hancur. Dengan kemampuan fisiknya saat ini ditambah banyak spirit binatang pelindung, seharusnya tidak mungkin langsung terbunuh.
Boom!
Saat Han Sen mengerahkan seluruh tenaganya di tinju, makhluk roh yang terbakar api hitam seperti Penyihir Kaisar itu tiba-tiba bergerak.
Posisinya tiba-tiba ambruk membentuk distorsi ruang. Tubuh makhluk roh itu langsung menghilang, seolah tersedot ke dalam ruang yang ambruk, lenyap tanpa jejak.
Pupil Han Sen menyempit tajam. Kali ini dia gagal merekam pola gerakan makhluk roh itu. Hatinya berdebar kencang, indra keenamnya menjerit histeris: Kengerian besar sedang turun!
Boom!
Han Sen tidak peduli, langsung menghantamkan tinjunya. Petir perak di tinju itu memancar, meledakkan udara hingga berkeping-keping. Kilatan listrik menyebar di udara, deru halilintar yang mengerikan bagai halilintar di siang bolong, mengguncang gendang telinga hingga hampir pecah. Di kepalanya berdenging tak henti.
Tapi di detik berikutnya, makhluk roh itu tiba-tiba muncul tepat di hadapan Han Sen. Jarak mereka sedekat ujung hidung. Wajah masamnya yang bak ratu es itu hampir menyentuh hidung Han Sen. Tinju putihnya yang mengkilap sudah menghantam keras ke perut Han Sen.
Boom!
Han Sen ingin menghindar, tapi mustahil. Perutnya terkena pukulan makhluk roh itu. Baju zirah yang sudah retak itu langsung hancur berantakan. Serpihan logam beterbangan ke segala arah. Seluruh tubuh Han Sen terlempar puluhan meter, menghantam keras sebuah pilar batu.
Di bawah hantaman tenaga mengerikan, baju zirah di punggungnya juga retak. Tato sihir Stone Armor Demon telah terbagi sepenuhnya. Roh binatang hancur total, langsung berubah menjadi asap dan menghilang.
Terhadap serangan fisik langsung seperti ini, Moge Beast tidak memiliki efek resistensi yang baik. Meski asap hitam masih ada, tapi sama sekali tidak membantu.
Untungnya baju zirah belum hancur total, tapi hampir saja. Han Sen menyemburkan darah dari mulutnya, namun memaksa menyimpan kembali roh baju zirah Raja Semut Iblis.
Roh baju zirah Raja Semut Iblis sudah terbebani berat. Jika terus bertarung akan langsung meledak. Han Sen hanya memiliki satu baju zirah Dewa Super ini, tentu tak tega menghancurkannya.
Tanpa perlindungan baju zirah Dewa Super, posisi Han Sen menghadapi makhluk roh semakin sulit. Meski kemampuan fisiknya sudah cukup baik, tapi belum mencapai level yang bisa menyaingi makhluk Dewa Super.
Han Sen sudah bersiap untuk kabur sekuat tenaga. Pertarungan ini tidak bisa dilanjutkan lagi. Jika dipaksakan, ini akan menjadi situasi yang hampir pasti mati.
Cahaya suci meletus dalam tubuhnya, dengan cepat memperbaiki fisik yang rusak. Han Sen dengan gesit menerjang ke luar perlindungan.
Seperti yang Han Sen duga, makhluk roh itu tidak bisa melakukan serangan mirip teleportasi setelah serangan pertamanya. Namun dari kondisinya, dia tidak semenguras tenaga seperti Han Sen. Bukan tidak mungkin dia bisa melancarkan serangan kedua.
Setelah menggunakan BIG THUNDER FIST, kondisi fisik Han Sen agak lemah. Tapi sekarang dia terpaksa menguras tenaga untuk menggunakan Teknik Terbang, melesat ke langit demi melepaskan diri dari makhluk roh itu.
Han Sen tidak berani menggunakan sayapnya. Bahkan sayap darah ilahi yang mengamuk pun kecepatannya jauh lebih lambat. Dia terpaksa mengerahkan seluruh tenaga dengan Teknik Terbang, melesat ke angkasa secepat mungkin.
Makhluk roh itu melompat bangkit, menerobos ruang lebih dari seratus meter hingga mencapai hadapan Han Sen.
Han Sen berputar-putar di udara seperti burung monster, berhasil menghindar dari serangan makhluk roh. Namun ia terkejut menemukan api hitam di tubuh makhluk itu berkobar-kobar, ternyata bisa mengapung di udara.
"Kali ini benar-benar harus mengejar dengan segenap tenaga." Hati Han Sen bertekad bulat sedang mempersiapkan pelarian mati-matian, tiba-tiba mendengar suara "kres" jernih masuk ke telinganya.
Suara kres itu berasal dari tas di pinggangnya. Hati Han Sen langsung berseri: "Jangan-jangan Si Perak Kecil mau menyelesaikan evolusinya?"
Tapi Han Sen sekarang tak sempat melihat, terus berputar-putar di udara menghindari serangan demi serangan makhluk roh.
Namun setelah suara itu, tak ada bunyi lain lagi. Han Sen frustasi dalam hati, terpaksa terus mengatupkan gigi kabur ke luar perlindungan.
Sekaligus berteriak ke arah iblis wanita: "Iblis wanita, cepat pergi."
Han Sen langsung terbang mati-matian ke luar. Saat hampir lolos dari pengejaran makhluk roh di dekat perlindungan, tiba-tiba dia merasakan kembali deg-degan yang familiar.
"Sialan, ini terjadi lagi." Han Sen menoleh dan melihat aura menakutkan kembali menyembur dari makhluk roh itu, sepertinya akan melancarkan serangan teleportasi lagi.
Han Sen mengatupkan gigi dalam hati, bersiap memanggil kembali malaikat kecil untuk menahan serangan ini. Jika tubuhnya terkena serangan lagi, bisa-bisa separuh nyawanya terkuras meski tak mati.
Tapi tiba-tiba terdengar suara kres dari tas punggungnya. Aura familiar terasa dari bungkusan di pinggangnya, seolah ada sesuatu yang sedang menyelinap keluar.
Boom!
Dalam waktu Han Sen membeku, makhluk roh itu telah berhasil mencapai ruang baru, membuat Han Sen kehilangan persepsi terhadapnya. Kini, Han Sen sudah terlambat untuk memanggil kembali malaikat kecilnya.
Tanpa tanda-tanda, makhluk roh itu muncul tiba-tiba di hadapan Han Sen. Tinju gioknya menghantam tanpa ampun ke perut Han Sen. Jarak yang sedekat ini dengan kecepatan setinggi itu membuat Han Sen sulit bereaksi.
Namun dalam sekejap mata, Han Sen melihat ekspresi makhluk roh itu berubah. Pupil hitamnya menyempit, wajah dinginnya yang sempurna tiba-tiba menunjukkan kepanikan.
Boom!
Kilatan petir keperakan menyembur dari pinggang Han Sen, bagai bulan perak yang bertubrukan dengan tinju makhluk roh itu.
