Di dalam kolam itu, tepat di lokasi yang sedang diamati Si Perak Kecil, ternyata ada seekor ikan!
Ikan itu tidak besar, panjangnya hanya belasan sentimeter. Seluruh tubuhnya transparan, bahkan tulang dan duri ikannya pun tembus pandang. Hanya pembuluh darah tipis yang memancarkan rona merah samar-samar. Jika tidak diamati lebih dalam, sulit melihatnya yang diam membisu di dasar air.
Karena terhalang air, Han Sen juga sulit merasakan aura kehidupannya.
Saat memanggil topeng mata hantu, Han Sen langsung menyaksikan kobaran api vitalitas membara di seluruh tubuh ikan kecil transparan itu. Kekuatannya tak kalah dari Makhluk Dewa Super.
"Dia ini ternyata Makhluk Dewa Super?" batin Han Sen terkejut, tapi tetap ada kebingungan.
Di dalam tubuh ikan kecil itu hanya ada kekacauan. Seharusnya ini adalah Makhluk Dewa Super generasi pertama. Lagipula tidak ada sifat petir, kenapa Si Perak Kecil begitu tertarik padanya?
Dan Si Perak Kecil hanya tiarap di tepi kolam sambil mengawasi, seolah tak punya niat untuk menyerang. Setelah beberapa saat mengamati, dia kembali berjalan mondar-mandir di pinggiran kolam, sepertinya sedang bergolak antara berbagai pemikiran dan keraguan.
"Apa sebenarnya yang ingin dilakukan anggota ini?" gumam Han Sen sambil mengamati Si Perak Kecil dengan tatapan penuh keheranan.
Seandainya dia ingin membunuh ikan kecil itu, tinggal menerjang saja. Kolam ini pun tak dalam, paling-paling hanya tiga kaki. Dengan satu sambaran petir, seluruh air di dalamnya bisa dibelah tanpa perlu pertarungan bawah air atau keraguan sedikit pun.
Apalagi Han Sen sendiri ada di situ. Mustahil dia hanya akan berdiam diri jika Si Perak Kecil benar-benar berniat menyerang.
Tapi Si Perak Kecil tak kunjung bergerak. Malah dia memilih berbaring di tepian, terus menatap ikan transparan dalam air itu seolah menanti sesuatu.
Meski merasa aneh, Han Sen terpaksa menunggu di samping. Setiap kali dia mencoba mendekati kolam, Si Perak Kecil langsung menghentikannya dengan galak, tidak mengizinkannya mendekat.
Tak lama kemudian, seekor domba dari luar masuk tanpa diketahui waktunya. Makhluk-makhluk ini sama sekali tidak takut pada manusia, dan segera mendekati Han Sen.
Melihat kolam tersebut, domba itu mengembik sekali lalu mulai berjalan ke arahnya, sepertinya ingin minum.
Han Sen mengira Si Perak Kecil akan menghentikannya, tapi ternyata si perak kecil tetap tirap tak bergerak, membiarkan domba itu sampai di tepi kolam dan menunduk minum airnya.
Han Sen juga mengira ikan kecil di dasar kolam mungkin akan melancarkan serangan tiba-tiba, tapi ikan itu terus berenang bolak-balik tanpa tanda-tanda agresi.
Setelah minum cukup banyak, domba itu akhirnya mengangkat kepala, berbalik bersiap pergi.
Namun Han Sen menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan. Mulut domba itu mengeluarkan daging dan darah yang jatuh seperti lumpur yang membusuk, terlihat sangat menakutkan.
Tapi domba itu sama sekali tidak menyadari apapun, tidak merasakan sakit, dan terus berjalan keluar.
Seiring langkahnya, semakin banyak daging yang rontok dari kepala dan wajahnya. Seluruh tubuhnya seolah-olah membusuk, bagian besar kulit dan daging berjatuhan berkeping-keping, memperlihatkan tulang putih yang mengerikan.
Domba itu tetap tidak bereaksi, terus berjalan sendiri. Namun sebelum sempat keluar gua, seluruh tubuhnya telah menyusut menjadi kerangka kosong, bahkan organ dalam yang membusuk berceceran di tanah.
Meski demikian, domba kerangka ini masih tetap hidup. Kerangka kambing itu berjalan keluar dengan cara yang aneh tak terkira.
Han Sen melihat keringat dingin mulai mengucur deras di tulang punggungnya, barulah ia paham mengapa Si Perak Kecil begitu galak melarangnya mendekati kolam. Air ini ternyata sederhana namun begitu mengerikan hingga tak terbayangkan.
Sementara itu, ikan kecil transparan itu ternyata bisa bertahan hidup di dalam air ini. Dirinya sendiri sudah merupakan sebuah keajaiban.
Dari luar terdengar suara-suara domba. Han Sen mendekati mulut gua dan melongok ke luar. Ternyata domba-domba lain sedang bersembunyi dari kerangka domba itu. Namun kerangka tersebut sama sekali tidak menyadari, masih menganggap dirinya sebagai bagian tak terpisahkan dari kawanan, ingin kembali bergabung.
Saat berjalan, tiba-tiba terdengar suara "kres"! Tulang kerangka domba itu mulai patah. Tak lama kemudian seluruh kerangkanya berantakan, berubah menjadi serpihan tulang yang berceceran di tanah.
"Sebenarnya apa sih air di kolam ini?" Hati Han Sen dipenuhi ketakutan dan kegelisahan. Ketika ia menatap kolam itu lagi, rasa kekaguman yang mendalam telah memenuhi seluruh jiwanya.
Mengendus-endus dengan cermat, tetap tidak "mencium" aroma khusus apa pun, tidak seperti asam sulfat yang memiliki bau menyengat.
Sepertinya air-air ini mengalir dari atas stalaktit, terkumpul seiring waktu hingga membentuk kolam ini.
Melacak stalaktit ke atas, kubah batu memiliki banyak retakan halus. Air tersebut mungkin merembes dari celah-celah itu, namun jumlahnya sangat sedikit. Puluhan stalaktit itu hanya meneteskan setitik air setiap beberapa menit. Butuh waktu bertahun-tahun lamanya untuk mengumpulkan volume sebesar kolam ini.
"Si Perak Kecil, kalau hanya menunggu begini, ikan kecil itu takkan melonjak keluar sendiri dari air. Tidakkah lebih baik kita cari cara untuk mengeluarkannya?" kata Han Sen kepada si perak kecil yang masih tiarap di tepi kolam, matanya terpaku pada ikan transparan itu.
Si Perak Kecil menoleh memandang Han Sen, seolah menanti penjelasan tentang metode apa yang dimaksud.
"Coba kamu serang dia dengan petir, langsung tebas sampai mati di dalam kolam, lalu kita ambil bangkainya. Bagaimana?" Han Sen mengusulkan setelah berpikir sejenak.
Si Perak Kecil memandang Han Sen dengan pandangan merendahkan, lalu menyemburkan kilatan listrik ke arah kolam. Saat kilatan menyentuh permukaan air, energinya langsung diserap dan menghilang di dalam air.
Han Sen langsung paham: ternyata serangan petir Si Perak Kecil tidak bisa menembus air kolam.
"Air macam apa ini? Kok bisa punya efek seperti ini?" Han Sen terkesima, tapi segera melanjutkan, "Gapapa! Kalau petir bisa diserap, masa benda ini juga bakal diserap?"
Sambil berkata demikian, Han Sen memanggil busur silang meraknya dan memasang panah Bijih Baja Z, bersiap untuk membidik ikan kecil di kolam.
Mata Si Perak Kecil berbinar. Ia mundur beberapa langkah sambil berdiri, seolah menanti aksi Han Sen membunuh ikan transparan itu.
Han Sen mendekat ke tepi kolam, membidik ikan kecil itu, memperhitungkan pergerakannya, lalu melepaskan panah langsung ke bawah.
Namun begitu panah menyentuh air, Han Sen langsung tahu bidikannya meleset. Air memiliki sudut pembiasan tertentu, dan air kolam ini sepertinya memiliki sudut pembiasan lebih besar dibanding air biasa, membuat posisi sebenarnya ikan transparan itu berbeda dengan yang terlihat. Panahnya menyentuh sisi ikan transparan sebelum menancap ke batu di dasar kolam, membuat Han Sen menyesal.
Air yang begitu mengerikan ini membuat proses mengambil panah Bijih Baja Z dari dalamnya menjadi hal yang sulit.
Tapi sekarang bukan saatnya menyesal. Han Sen mengambil panah Bijih Baja Z lain, kembali membidik ikan transparan itu sambil menghitung pergerakan dan sudut pembiasan, lalu melepaskan tembakan busur silangnya.
Krek!
Busur silang masuk ke air, dengan mudah yang tak terduga, ternyata langsung menembus tubuh ikan kecil transparan itu. Ikan transparan itu sama sekali tidak punya kemampuan perlawanan, hanya menggelengkan tubuhnya beberapa kali, lalu perutnya terbalik, dan akhirnya mati ditembak panah.
Han Sen langsung membeku, sama sekali tidak menyangka ikan transparan itu mati begitu saja. Kematiannya terlalu mudah, bahkan tidak ada perlawanan berarti, hanya satu panah langsung meregang nyawa.
