Setelah beberapa hari berjalan lagi di dalam perlindungan dan keluar dari wilayah kendali manusia, sebuah hutan buah muncul di hadapan Han Sen dan Zero. Setiap pohon buah tingginya minimal 30-40 meter dengan batang yang hanya bisa dipeluk oleh beberapa orang bersama-sama.
Di pohon-pohon bergelantungan buah hitam seukuran tinju. Di hari biasa tidak tercium aroma apapun. Han Sen sekadar menghantamkan pisau ke salah satu buah. Cangkangnya sangat tebal, hanya di bagian tengah terdapat getah hitam dengan bau menyengat yang sangat tidak sedap.
Para pemain terus bergerak maju di tengah hutan buah. Setelah menempuh ratusan li, mereka masih berada di dalam kawasan hutan buah. Entah seberapa luas sebenarnya kawasan ini.
Berkat kehadiran Si Perak Kecil, tidak ada makhluk mutan yang mengganggu mereka. Melihat Zero mulai terlihat lelah, Han Sen pun mendirikan tenda di antara pepohonan untuk beristirahat semalam.
Han Sen dan para perempuan itu sedang memanggang barbekyu di luar tenda. Saat matahari benar-benar terbenam dan cahaya bulan menyinari hutan buah, mereka terkejut menemukan buah-buah yang siang hari berwarna hitam itu kini memancarkan cahaya merah muda. Lapisan demi lapisan kulit buah terbuka, berubah menjadi bunga-bunga bercahaya merah muda yang cantik.
Cairan menyengat yang sebelumnya ada di dalamnya juga telah menghilang, di mana-mana tercium aroma bunga yang pekat, meninggalkan rasa segar di pikiran.
"Bagusnya." Nol mengawasi hamparan bunga merah muda berpendar yang tak berujung, wajahnya memancarkan kejutan.
"Memang benar cantik." Han Sen juga sangat terkejut, tidak menyangka buah hitam itu ternyata bukan buah sesungguhnya, melainkan kuncup bunga aneh yang sedang menutup.
Nyonya Sekejap yang sedang memijat bahu Han Sen dari belakang, tak bisa menahan diri mengerutkan kening halus, menatap bunga-bunga berpendar itu dengan ekspresi termenung.
Tak lama kemudian, terlihat kehidupan terbang beterbangan di langit. Entah makhluk mutan jenis apa ini, mereka seperti lebah yang sedang mengumpulkan nektar dari bunga-bunga tersebut.
Dan yang agak aneh adalah, kunang-kunang itu sepertinya tidak menunjukkan ketakutan terhadap aura Si Perak Kecil, namun juga tidak menyerang Han Sen dan rombongannya. Mereka hanya sibuk mengumpulkan nektar dan serbuk sari dari setiap bunga di sekitar.
Ling mengulurkan telapak tangannya, membuat seekor kunang-kunang hinggap di atasnya. Secara mengejutkan, serangga itu patuh sekali. Ia merayap perlahan mengitari telapak tangan putih Ling beberapa kali, baru kemudian mengepakkan sayap untuk terbang kembali.
Dengan menggunakan aura Dongxuan-nya, Han Sen mengamati kunang-kunang itu lebih seksama. Postur tubuh mereka tidak terlalu besar, mirip kunang-kunang biasa. Namun bentuknya lebih mirip kumbang koksi, seluruh tubuhnya memancarkan kilau kehijauan tanpa organ cahaya khusus layaknya kunang-kunang.
Makhluk-makhluk ini memiliki aura kehidupan yang nyata, artinya mereka adalah makhluk mutan sesungguhnya, bukan sekadar makhluk panggilan hasil sihir.
Namun intensitas aura kehidupan mereka tidak terlalu kuat. Sebagian besar setara dengan makhluk purba, hanya segelintir yang bisa menyaingi makhluk bermutasi.
Dan yang agak aneh, mereka hampir tidak memiliki sifat agresif. Saat terbang melewati Han Sen dan kawanan, bahkan ketika menyentuh raga mereka, tidak satu pun kunang-kunang yang melancarkan serangan.
Kawanan demi kawanan kunang-kunang yang telah mengumpulkan nektar terbang ke langit. Karena jumlahnya terlalu banyak, hampir menyerupai galaksi yang mengalir di atas kebun buah, menciptakan suasana yang sungguh mencengangkan.
Meski hamparan bunga bercahaya di malam hari dan kawanan kunang-kunang terlihat cantik, setelah lama memandang pun rasa bosan mulai muncul. Setelah mengajak Zero kembali ke tenda untuk beristirahat, keesokan siangnya ternyata seluruh kunang-kunang telah menghilang, sementara bunga-bunga itu telah menutup diri kembali, berubah menjadi buah-buah hitam yang bergelantungan.
"Entah tanaman apa sebenarnya ini, ada nuansa ajaib tersendiri." Han Sen hanya mengucapkan komentar asal, lalu kembali melanjutkan perjalanan bersama Zero dan rombongannya.
Hanya saja kebun buah ini benar-benar sangat luas, mereka berjalan seharian, ternyata belum juga keluar dari kebun buah. Ketika malam tiba, buah-buah itu kembali berubah menjadi bunga bercahaya, dan kunang-kunang pun kembali datang mengumpulkan madu.
"Aneh, dari mana asalnya kunang-kunang ini? Jumlahnya yang begitu banyak, seandainya di siang hari mereka kembali ke sarang untuk beristirahat, pasti ada tanda-tanda keberadaan sarangnya. Kita sudah berjalan mungkin ribuan kilometer, tapi sama sekali tidak melihat sesuatu seperti sarang serangga. Ke mana mereka pergi di siang hari?" Han Sen tiba-tiba memikirkan masalah ini.
"Mungkin bersembunyi di dalam bunga," kata Zero sambil memiringkan kepala kecilnya sambil berpikir.
"Bagaimana mungkin!" Han Sen menggelengkan kepala, merasa Zero terlalu berkhayal. Bagaimana mungkin kunang-kunang bersembunyi di dalam bunga? Lagipula sebelumnya dia pernah membelah sebuah bunga yang mirip buah, di dalamnya hanya ada genangan kecil cairan berbau menyengat.
“Lagi pula kita harus jalan kaki malam ini, terus berjalan sampai cahaya fajar, lihat ke mana kunang-kunang itu pergi.” Han Sen berpikir sejenak lalu berkata.
Zero tampaknya sangat tertarik dengan ide ini, mengangguk penuh semangat.
Keduanya melanjutkan langkah, di sepanjang jalan dipenuhi bunga bercahaya malam dan kunang-kunang, namun setelah lama dilihat, pemandangan itu tak terasa istimewa lagi.
Menjelang fajar, Han Sen dan Zero sama-sama bersiaga, mengawasi ketat kemana kunang-kunang itu terbang.
Di luar dugaan Han Sen, saat matahari mulai terbit, kunang-kunang itu satu per satu terbang masuk ke dalam bunga-bunga itu.
Kelopak bunga melakukan kontraksi, dengan cepat membentuk buah hitam seukuran tinju yang membungkus setiap kunang-kunang di dalamnya.
"Ternyata benar-benar bersembunyi di dalam bunga!" Han Sen ternganga menyaksikan pemandangan ini.
Han Sen kembali membelah beberapa buah hitam, namun yang terlihat di dalamnya hanyalah genangan cairan transparan yang menyengat, tidak ada kunang-kunang yang terlihat.
Tapi sebelumnya Han Sen benar-benar menyaksikan seekor kunang-kunang terbang masuk ke dalam buah yang satu ini.
"Aneh, apakah cairan menyengat itu sebenarnya adalah kunang-kunang malam? Kalau iya, mereka memang tumbuh di dalam bunga. Lalu setelah mengumpulkan nektar di malam hari, ke mana mereka pergi?" Kebingungan di hati Han Sen semakin menjadi.
Tapi semua ini tidak mempengaruhi mereka, jadi Han Sen tidak terlalu memikirkannya dan terus memimpin Zero serta yang lain melanjutkan perjalanan.
Baru berjalan hingga siang hari, tiba-tiba terlihat di depan hutan buah terdapat pohon buah yang luar biasa besar. Dari kejauhan seperti gunung kecil, dipenuhi buah-buah hitam berukuran raksasa dengan diameter masing-masing melebihi satu meter.
“Ini seharusnya tidak bisa dianggap sebagai harta langka langit-bumi? Mana ada harta langka yang berbuah sebanyak ini?” Han Sen bergumam dalam hati, namun tetap berjalan mendekati pohon besar itu, ingin mengamatinya lebih seksama.
"Jangan mendekat..." Saat Han Sen dan kelompoknya hampir sampai di depan pohon raksasa itu, tiba-tiba terdengar teriakan seseorang dari kejauhan.
Memutar badan ke arah suara, terlihat seorang gadis manusia di antara pepohonan sedang melambaikan tangan dengan gelisah ke arah mereka.
Han Sen sedikit terkejut, tak menyangka ada manusia di sini. Ia segera menggerakkan Golden Roar yang ditungganginya mendekati gadis itu.
"Teman, ada keperluan apa memanggil kami?" Setelah mendekat, Han Sen menatap gadis anggun itu. Sulit menebak usianya - paling-paling 30-40 tahun. Dengan umur manusia sekarang, ini masih sangat muda, terlihat tak berbeda dengan gadis berusia dua puluhan.
“Sana tidak boleh pergi, bisa memakan korban jiwa.” Wanita itu menunjukkan ekspresi panik.
