Tidak berani maju lagi, Han Sen bersembunyi di samping lubang batu dan mengintip ke dalam. Dia melihat makhluk-makhluk laut itu satu per satu bermain di permukaan air, sesekali melesat keluar dari air. Ternyata itu adalah naga-naga perak bersisik yang sangat mirip dengan yang dibebaskan Han Sen dengan memutus rantai.
"Kenapa ada begitu banyak naga putih?" Han Sen terpana melihatnya. Setelah menghitung dengan teliti, naga-naga putih yang muncul mencapai empat ekor. Mereka saling melilit leher, bermain kejar-kejaran di laut, seolah sangat menikmati permainan mereka.
Setelah mengamati lebih seksama, Han Sen menemukan aura kehidupan mereka tidak sekuat naga putih. Jika diperhatikan lebih detail, terdapat perbedaan fisik antara mereka dengan naga putih sejati.
Naga putih biasanya memiliki empat cakar dan tubuh ular tanpa sayap. Tapi keempat naga putih ini memiliki sayap semi-transparan berwarna perak seperti sirip ikan di sisi tubuhnya. Sayap ini biasanya terlipat rapi, namun ketika dikembangkan memungkinkan mereka terbang di udara.
“Ini sebenarnya benda apa?” Han Sen merasakan keanehan yang semakin menguat di hatinya. Setelah mengamati beberapa saat, tiba-tiba permukaan laut bergelombang hebat dan seekor makhluk laut raksasa lainnya menyembul ke permukaan.
Han Sen semakin terkejut melihat penampakan hiu putih perak bersayap berukuran dua kali lipat lebih besar dari empat naga putih aneh tadi. Gerakan ekornya yang lembut di laut sudah cukup menciptakan ombak raksasa yang dahsyat.
Munculnya Hiu Perak Bersayap itu membuat keempat naga putih berperilaku seperti anak-anak yang bermain di sekitarnya, membuat Han Sen tertegun seperti patung.
Dengan pengamatan lebih seksama, sayap di tubuh keempat naga putih itu ternyata sangat mirip dengan milik sang hiu perak. Gigi mereka pun lebih menyerupai gigi hiu daripada gigi naga.
Perut mereka juga lebih buncit dibanding naga putih biasa, membuat penampilannya lebih mirip naga terbang dalam mitologi Barat.
"Sial! Empat naga putih aneh ini, jangan-jangan adalah keturungan naga putih besar itu dengan hiu perak?" Han Sen diam-diam membuat hipotesis dalam hati, semakin dipikir semakin yakin tidak ada yang salah.
Naga putih besar itu dikurung di tempat gelap gulita ini entah berapa ratus atau ribu tahun, pasti sudah tertahan selama ini. Begitu menemukan betina, tak peduli spesies sama atau tidak, pasti buru-buru 'menaikinya'.
Lagipula di wilayah bawah tanah ini, yang bisa mencapai kolam itu dan berpostur setara dengan naga putih, mungkin hanya hiu perak ini.
"Katanya sifat aneh naga memang luar biasa, benar-benar berani menaiki apa saja. Bahkan hiu pun tak dilewatkan, malah meninggalkan keturunan." Han Sen diam-diam menggerutu dalam hati.
Saat Han Sen masih berimajinasi berlebihan, tiba-tiba permukaan air di sampingnya muncul riak. Seekor naga putih bersayap dengan tubuh keperakan merangkak keluar dari air.
Hanya saja postur tubuh anggota ini jauh lebih kecil dibandingkan keempat naga putih itu, tingginya hanya setara manusia. Saat menyelinap keluar dari air, sepasang matanya yang penasaran langsung menatap Han Sen yang bersembunyi di balik dinding batu.
Han Sen langsung terkejut. Tak disangka masih ada seekor naga putih lagi. Dari ukuran tubuh dan ketampanannya, sepertinya ini adalah individu yang masih dalam masa kanak-kanak dan belum sepenuhnya tumbuh.
Mungkin karena belum pernah melihat makhluk hidup lain, naga kecil putih ini tidak tahu sebenarnya Han Sen itu apa. Ia hanya mengamati Han Sen dengan tatapan penasaran, tanpa maksud untuk melancarkan serangan.
"Pergi main sana," kata Han Sen sambil melambaikan tangan ke arah naga kecil itu, berusaha mengusirnya. Sementara itu, raganya perlahan mundur, bersiap untuk segera meninggalkan tempat ini.
Dia sama sekali tidak bisa membayangkan bagaimana caranya bertahan hidup jika dikepung oleh empat naga putih dan seekor hiu perak. Meski aura kehidupan mereka sedikit lebih lemah dibanding naga putih besar, tapi setidaknya sudah memenuhi standar Makhluk Darah Ilahi. Ini bukan perkara main-main.
Tapi saat melihat Han Sen melambaikan tangan, naga kecil itu malah salah paham. Mengira Han Sen sedang mengajaknya bermain, dengan gembira ia merangkak keluar dari air mendekati sisi Han Sen, membuka mulut lebar-lebar seolah hendak memanggil.
Han Sen langsung panik. Buru-buru ia maju memeluk kepala naga kecil itu, menutup rapat mulutnya dengan tangan agar tidak bersuara.
Kalau sampai teriakannya keluar, bisa dipastikan nyawa Han Sen akan melayang di tempat ini.
Naga kecil yang polos itu menganggap ini permainan. Dengan kepala kecilnya, ia mendorong tubuh Han Sen dua kali, sama sekali tidak merasa sedang diserang.
"Ssst... jangan berteriak..." Han Sen yang sudah sering bekerja sama dengan makhluk mutan tahu bahwa tidak semua makhluk itu suka pembunuhan. Semakin tinggi kecerdasannya, semakin terarah tujuan kekerasannya.
Han Sen bisa melihat si ular naga kecil ini tidak punya niat melukai manusia, karena itulah dia berani melakukan ini.
Sambil memberi isyarat pada ular naga kecil, sambil perlahan melepas cengkeramannya di mulutnya. Namun aura Dongxuan sudah diaktifkan, memutus gelombang energi di area ini. Kalau tidak, mungkin sudah terdeteksi oleh empat ular naga putih dan hiu perak di sebelah sana.
Entah karena mengerti perkataan Han Sen atau memang belum ingin berteriak, ular naga kecil itu tidak membuka mulutnya lagi. Hanya mengendus-ngendus tubuh Han Sen dengan hidungnya, dengan ekspresi penasaran seperti bayi.
Han Sen mengangkat kedua tangan sambil mundur perlahan, khawatir membuat si ular naga kecil kaget. Apalagi takut mengganggu lima anggota mengerikan yang ada di sisi sana.
Tapi saat Han Sen mundur, naga putih kecil malah maju mendekat. Tak lama kemudian, manusia dan naga itu sudah mundur hingga ke dalam gua, tak lagi melihat lautan bawah tanah dan lima makhluk mengerikan tadi.
Han Sen yang baru saja lolos dari bahaya justru mulai bernafsu: "Naga putih kecil ini pasti makhluk mutan level tinggi. Kalau bisa menipunya untuk ikut pulang, dia akan jadi sekutu yang sangat berharga."
Sambil berpikir demikian, Han Sen merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebotol Pil Hewan Peliharaan. Dia menuangkan satu butir di telapak tangannya, lalu memperlihatkannya ke naga kecil itu.
Naga putih kecil langsung mengendus-ngendus dengan penuh minat, lalu membuka mulutnya hendak menggigit tangan Han Sen.
Han Sen tak berani membiarkannya makan langsung dari tangan. Khawatir tangannya akan terkam, dia langsung melemparkan pil itu ke dalam mulut naga kecil.
Si Ular Naga Kecil hanya menjilat sekali, Pil Hewan Peliharaan itu langsung lenyap dijilatnya. Kemudian dengan ekspresi belum puas, ia membuka mulut ingin berteriak lagi.
Han Sen cepat-cepat menutup mulutnya, lalu menuangkan sebutir pil hewan dan melemparkannya ke dalam gua.
Si Ular Naga Kecil langsung gembira berlari ke sana, mulai menjilati butiran pil tersebut.
Dengan cara ini Han Sen terus melemparkan pil ke jarak yang semakin jauh, memancing Si Ular Naga Kecil menjauh dari lautan bawah tanah itu.
"Ular Naga Kecil sudah berhasil dibujuk keluar, tapi bagaimana caranya kita bisa keluar dari sini?" Han Sen mengamati persimpangan jalan di sekitarnya dengan cemas.
Awalnya mengira cukup mengikuti aliran air untuk pulang, tapi siapa sangka justru sampai di lautan bawah tanah. Sekarang bahkan dia sendiri bingung mencari jalan keluar.
"Tak ada pilihan lain, terpaksa mencoba jalan ini." Han Sen mengatupkan gigi dan melangkah masuk ke salah satu cabang gua.
Naga putih kecil penasaran mengikuti Han Sen, bahkan sesekali menyondolkan tubuhnya ke pelukan Han Sen, masih ingin memakan Pil Hewan Peliharaan.
Han Sen hanya membawa dua botol Pil Hewan Peliharaan saat keluar kali ini, tak menyangka akan mengalami hal seperti ini. Jadi persediaan pilnya sudah habis diberikan ke naga putih kecil selama perjalanan.
Setelah Han Sen berjalan beberapa saat, naga putih kecil melihat ke depan sepertinya enggan melanjutkan. Ditambah hilangnya godaan pil, naga itu berbalik ingin kembali.
"Jangan pergi!" Han Sen langsung panik. Dua botol pil sudah dikorbankan, jika naga ini pergi maka kerugiannya akan sangat besar.
Tapi naga putih kecil mengabaikan Han Sen, berbalik menuju arah laut bawah tanah.
Han Sen membuka sebotol darah beruang putih kecil, kembali menggoda naga itu: "Lihat ini... Ini lebih enak..."
"Xiao Bai Jiao" berbalik dan mengendus, namun sepertinya tidak tertarik pada darah "Beruang Putih Kecil", lalu berbalik lagi ingin pergi.
Han Sen mengatupkan giginya, memanggil setetes "Tetesan Air Kehidupan": "Jangan pergi, cium aroma ini."
"Xiao Bai Jiao" mengendus bau itu, dengan gembira berlari mendekat dan menjulurkan lidahnya untuk menjilat tetesan air tersebut.
"Sayang, ini baru anak baik. Ikuti Aku dengan patuh." Han Sen memeluk kepala "Xiao Bai Jiao", berusaha terus menggiringnya.
Tiba-tiba terdengar suara cipratan dari sungai di samping. Seekor "Naga Sisik Perak" raksasa menyembulkan separuh badannya, sepasang mata seperti lentera menatap Han Sen yang sedang memeluk kepala "Xiao Bai Jiao".
Ketika pandangan mereka bertemu, tubuh Han Sen langsung membeku.
