Han Sen menggendong Bao'er keluar dari tempat perlindungan, berkeliling di hutan duri sekitar sambil membunuh beberapa serangga level purba.
Benar saja, tak lama kemudian terlihat kera biru itu menyelinap mendekat, mengintip ke arah Han Sen dari balik semak duri.
Mungkin tahu Han Sen berbeda dengan orang-orang sebelumnya, kera biru itu ternyata tidak langsung menyerang dan merebut buruan.
Han Sen pura-pura tidak menyadarinya, terus berkeliaran di area ini. Kecepatan kera biru terlalu tinggi, dengan jarak sejauh ini sambil menggendong ular kobra bersisik hitam, Han Sen saja tak bisa mengejar, apalagi mengejar kera biru yang sedang tidak membawa apa-apa.
Han Sen sengaja membelakangi kera biru itu, sambil menggendong Bao'er mencari mangsa di hutan duri. Kera biru itu diam-diam mengikuti dari belakang, sepertinya sedang mencari celah.
Saat Han Sen memasuki area hutan duri yang lebih lebat, melihat seekor kalajengking sengat beracun berwarna hitam legam level purba di depan, ia segera mengambil busur dan melesatkan panah ke arahnya.
Kalajengking sengat beracun tidak menemukan Han Sen, ditembus tanpa suara oleh panah yang menembus cangkangnya, langsung tewas seketika.
Tiba-tiba terlihat siluet biru melesat dari semak duri di samping, kera biru itu telah menerjang keluar, langsung merampas kalajengking sengat beracun ke tangannya, sambil membanggakan diri pada Han Sen dengan dua kali teriakan, lalu berbalik ingin kabur.
Dengan kemampuan kera biru itu, membunuh kalajengking sengat beracun hanyalah angkat tangan saja, tapi ia memaksa merebut milik Han Sen, jelas menunjukkan sikap tidak akan berlalu begitu saja terhadap Han Sen.
Menyaksikan kera biru itu kabur, Han Sen segera mengaktifkan kunci gen lapis tiga dengan Jing Dongxuan, menyelimuti kera biru dalam aura Dongxuan yang menutup ketujuh indranya.
"Kulihat kamu mau kabur ke mana?" Han Sen menarik busur dan melepaskan panah, langsung menembakkan satu anak panah ke arah kera biru itu.
Tiba-tiba kehilangan tujuh indra, si kera biru terlihat jelas terkejut dan agak panik. Sebelum sempat menyadari, panah Lebah Bergigi Harimau Bermutasi itu telah menghantam tubuhnya.
Ujung panah yang tajam bagai gigi harimau itu menembus perut paling lemah si kera biru. Begitu kena, mata panah langsung berotasi ganas disertai tenaga spiral mengerikan yang terus menggerek masuk ke dalam daging.
Namun yang mengejutkan Han Sen, panah spiral sekuat itu ternyata hanya memutus beberapa helai rambut biru di tubuh kera, sama sekali gagal menembus kulit-dagingnya.
Kesakitan, si kera biru menjerit keras lalu berbalik ingin kabur. Entah karena sangat familiar dengan area ini atau tidak, meski tujuh indranya diblokir, dia masih bisa lari gesit tanpa nabrak semak duri sekalipun.
Sambil mengejar dengan cepat, Han Sen kembali menarik busur dan membidik pantat kera biru itu.
Panah melesat tanpa suara, di bawah pemutusan aura Dongxuan, anak panah itu meluncur tanpa suara melintasi ruang, dengan presisi sempurna menembus pantat kera biru.
"Roar!" Kera biru langsung menjerit keras sambil menutup pantatnya, tetesan darah menetes ke bawah. Sambil menutup pantat sambil kabur, sikapnya terlihat sangat menggelikan.
"Gek gek..." Bao'er terlihat sangat gembira, sambil menepuk-nepuk tangan kecilnya terkekeh gek gek.
Han Sen juga merasa senang di hati. Baru saja ingin mengejar dan menembakkan dua panah lagi, tiba-tiba melihat cahaya biru ajaib kembali memancar dari tubuh kera biru itu. Tiba-tiba kecepatannya melonjak drastis, seolah menggunakan cheat percepatan. Kedua kakinya berlari kencang, dengan cepat menjauh dari Han Sen.
Han Sen berusaha sekuat tenaga untuk mengejar, tapi sama sekali tak bisa menyaingi kecepatannya. Bao'er pun sepertinya tidak bermaksud mengeluarkan labu untuk menangkapnya, membuat Han Sen agak frustasi.
Han Sen menarik busur dan melepaskan panah, namun kecepatan panah yang dilepaskan ternyata tidak mampu mengejar kera biru itu. Tak lama kemudian, kera biru itu pun menghilang dari pandangan Han Sen tanpa jejak.
"Larinya cepat sekali." Han Sen tidak menyerah untuk mengejar. Meski kera biru itu berhasil kabur, bau darahnya masih tersisa di udara. Han Sen pun mengikuti bau darah tersebut untuk terus melacaknya.
Kera biru berlari menuju kedalaman hutan duri. Han Sen ragu sejenak, tapi akhirnya mengejar dengan hati-hati. Area ini belum terlalu dalam ke hutan duri, selama berhati-hati seharusnya tidak ada masalah besar.
Dia terus melacak bau darah. Karena Han Sen bisa memutus aura dan gelombang tubuhnya, meski bertemu beberapa makhluk mutan, mereka tidak terprovokasi.
Setelah mengejar 40-50 li, bau darah semakin memudar. Rupanya luka di pantat kera biru sudah berkeropeng. Memang kemampuan fisik Makhluk Darah Ilahi sangat tangguh.
Tapi Han Sen tidak rela menyerah. Kera ini terkenal pendendam. Terakhir kali panahnya meleset, si kera terus mengacau setiap hari. Kali ini pantatnya tertembak, pasti akan semakin gila menggangu.
"Ayah, Houzi." Bao'er tiba-tiba menunjuk ke depan dengan jari mungilnya yang gemuk.
Han Sen memandang ke arah yang ditunjuk Bao'er, melihat gerombolan monyet biru sedang berlarian di hutan duri, berayun-ayun di antara tumbuhan rambat.
Entah sejak kapan, ternyata hutan duri di sekeliling mereka telah dikepung oleh banyak monyet biru.
"Creek... creek..." Kera biru itu muncul di depan, melompat-lompat galak sambil mengerahkan pasukannya. Seketika monyet-monyet biru dari segala penjuru menerjang Han Sen dengan jeritan tajam.
Han Sen cepat menghitung: monyet-monyet ini terdiri dari level purba dan tingkat mutasi, jumlahnya tak kurang dari seribu ekor. Kera biru itu pastilah raja mereka.
Melihat gerombolan monyet biru dari segala penjuru mendekat, Han Sen sama sekali tidak terburu-buru. Bao'er bahkan semakin bersemangat menepuk-nepuk tangan kecilnya, seolah sedang menonton pertunjukan monyet dengan riang gembira.
Dengan konsentrasi penuh, aura Dongxuan langsung diaktifkan. Medan energi ini memutus semua tujuh indra di sekelilingnya, mengubah gerombolan monyet biru menjadi makhluk tuli-butu yang bahkan tak bisa mencium aroma. Sikap galak mereka berubah drastis bagai lalat tanpa kepala, berputar-putar tak karuan di tempat tanpa tahu harus menyerang ke mana.
Han Sen menarik busur dan melepaskan panah lagi, kali ini membidik rongga telinga sang Raja Monyet.
Panah menyelinap masuk tanpa suara. Tapi baru melukai sedikit, sang raja sudah bereaksi. Cakarnya yang gesit mencengkeram panah taring harimau bermutasi yang belum sepenuhnya menancap. Dengan tenaga penuh, panah itu langsung dipatahkannya.
Han Sen langsung merasa sayang, tapi sekarang sudah tidak sempat menyesali hal itu. Dia mencabut pedang Tai A dan menerjang ke arah raja monyet.
Meski raja monyet itu tak bisa melihat atau mendengar, sepertinya dia bisa menebak gerakan Han Sen. Dia berbalik dan terus kabur, bahkan meninggalkan anak buahnya.
Di hati Han Sen bergolak amarah. Raja monyet ini terlalu licik. Tubuhnya begitu tangguh, tenaganya sangat besar, tapi sama sekali tidak mau bertarung frontal dengannya.
Yang lebih menyebalkan, Han Sen bahkan tidak bisa mengejarnya.
Tapi Han Sen berpikir ulang: Ini kan wilayah kekuasaan kawanan monyet itu. Mau lari ke mana lagi? Sarangnya pasti ada di sekitar sini.
"Aku tidak percaya!" Han Sen mengatupkan gigi dan mengejarnya. Bao'er yang menempel di punggungnya sambil memeluk leher Han Sen, mulut kecilnya masih menggigit botol gemuk, dengan wajah bersemangat.
