Bao'er duduk di dahan pohon, kedua tangan memeluk buah merah besar. Saat menggigitnya, getah manis langsung mengalir dari sudut bibirnya, aroma harum menyergap hidung.
Bibir kecil Bao'er terus mengunyah tak henti. Buah merah seukuran tinju orang dewasa habis ditelannya dalam beberapa gigitan. Lidah mungilnya menjilat-jilat bibir yang belum puas, matanya yang lebar berkilat-kilat seperti pencuri saat memandangi buah-buah merah di pohon.
Sambil memanjat ranting pohon, tangan kecilnya tak henti bergerak lincah mengumpulkan buah. Setelah memeluk segenggam buah, dia langsung menyuapkannya ke mulut kecilnya. Dengan suara tak jelas sambil mengunyah, dia berteriak ke Han Sen: "Ayah... cepat makan buah..."
Han Sen berpikir dalam hati: "Setidaknya kau belum melupakan ayahmu ini. Tapi nasib ayah tidak seberuntungmu. Kau bisa makan seenaknya, sementara ayah harus berurusan dengan kera-kera itu."
Saat ini Han Sen telah tiba di bawah pohon buah tempat Bao'er berada, hanya saja dia tidak punya mood untuk memetik buah. Gerombolan monyet biru mengerumuni mereka, setidaknya lebih dari seribu ekor, semuanya melototi Bao'er yang sedang duduk di dahan pohon sambil melahap buah-buahan.
Raja monyet biru itu keluar dari kerumunan, dengan amarah menunjuk ke arah Bao'er di atas pohon sambil melompat-lompat dan berteriak creek creek. Kemudian gerombolan monyet itu menerjang seperti air pasang, di segala penjuru terlihat monyet-monyet galak yang menjulurkan cakar dan taring.
Sementara sang raja monyet, dari tubuhnya memancar cahaya biru seolah menggunakan cheat, menerjang ke udara menuju Bao'er yang masih asyik mengunyah buah.
Han Sen mengulurkan tangan dan mengangkat Bao'er dari pohon, sambil mengaktifkan aura Dongxuan. Medan energi ini membuat semua monyet menjadi tuli dan buta. Namun Raja Monyet sepertinya masih bisa melihat Han Sen di dalam medan energi tersebut. Dengan keganasan, ia menerjang ke arah Han Sen. Cakar-cakarnya yang mirip kail logam berusaha mencengkeram tubuh Han Sen.
Hati Han Sen berdesir. Tenaga dalam tubuhnya meledak seketika. Dengan mengoperasikan Mantra Panjang Umur dan Bao Yu Yuan Yang Gong, posturnya tiba-tiba bergerak cepat menghindari sergapan cakar Raja Monyet itu.
Letusan tenaga yang dikeluarkan Raja Monyet jauh melebihi imajinasi Han Sen. Jika tidak menggunakan status Super Di Ling, Han Sen sama sekali tidak berani melakukan bentrokan frontal dengannya.
Dalam hal kecepatan mutlak, Han Sen jauh kalah. Tapi dengan menggunakan pohon-pohon buah sebagai perisai alami, sambil menyusun strategi sambil menghindar, Raja Monyet yang takut merusak pohon buah akhirnya tidak bisa melukai Han Sen untuk sementara waktu.
Bao'er masih memeluk tumpukan buah sambil makan. Tapi dia terbang sangat cepat, tumpukan buah itu segera habis dimakannya. Perut kecilnya menggembung bulat seperti genderang, sepertinya bahkan kesulitan untuk membalikkan badan. Berbaring di pelukan Han Sen, tangan mungilnya yang gemuk mengusap-usap perut, wajahnya penuh ekspresi kebahagiaan dan kepuasan.
Nasib Han Sen tidak seberuntung itu. Dia dikejar-kejar raja monyet hingga berlarian kacau di seluruh lembah.
Setelah berlari beberapa jarak ke dalam lembah, tiba-tiba Han Sen melihat sesuatu muncul di depannya. Benda itu ternyata sebuah botol minuman dari giok, terlihat kristal bening dan sangat indah.
Tapi saat ini setengah bagian botol giok itu terkubur dalam tanah. Hanya sebagian kecil cerat dan tutup botol, serta separuh badan botol yang masih terlihat di luar.
Botol giok ini ternyata tingginya mencapai belasan meter, terlihat sangat aneh. Entah orang seperti apa yang bisa minum dari botol sebesar ini.
"Di sini ada peralatan, apakah di lembah ini ada manusia atau makhluk roh?" Han Sen terkejut. Jika benar ada makhluk, kemungkinan besar adalah makhluk roh. Dia belum pernah melihat manusia minum dari kendi seperti ini.
Mengelilingi botol minuman sambil menghindar dari serangan Raja Monyet, Han Sen terdesak maju dan menemukan mangkuk batu raksasa terbalik di tanah yang ukurannya tak kalah besar dengan kendi giok tadi.
Dengan perasaan takjund, Han Sen berlari menyusuri lembah. Di sana-sini terlihat kendi giok, cawan giok, piring giok, mangkuk batu, tempayan batu, dan banyak benda aneh setengah terkubur yang terlihat sangat misterius.
Bahkan ada tungku tembaga raksasa setinggi 30-40 meter roboh di antara rumput liar, penuh karat tembaga. Di sekitarnya tersebar kuali perunggu dan gelas tembaga kuno.
Benda-benda aneh ini memiliki satu kesamaan: ukurannya yang sangat besar. Yang satu lebih besar dari yang lain. Bahkan gelas anggur terkecil pun diameternya mencapai beberapa meter, jelas bukan barang yang bisa digunakan manusia.
Tidak diketahui sudah berapa lama benda-benda ini teronggok di lembah. Semuanya terkubur sebagian dalam tanah, dengan debu yang menumpuk di permukaannya.
Peralatan dari batu giok masih terlihat baik, namun benda-benda tembaga sebagian besar sudah berkarat. Terlihat seperti telah mengalami pengasahan selama waktu yang tak berujung, hampir-hampir membusuk.
Tapi Han Sen terus berlari hingga ke ujung paling belakang lembah, tetap tidak melihat bayangan manusia maupun makhluk roh. Sekeliling lembah dikelilingi dinding tebing, tidak ada jalan keluar kecuali terowongan batu tempat dia datang tadi.
Melihat Raja Monyet mendekat lagi sementara dia sudah tidak punya jalan lari, kecepatan makhluk ini sungguh luar biasa. Cahaya biru di tubuhnya berkilauan layaknya mengaktifkan gir percepatan, sama sekali tidak bisa ditandingi oleh Han Sen.
Han Sen tubuhnya melesat, langsung melambung ke udara, tidak lagi berurusan dengan Raja Monyet itu, ingin terbang ke langit agar Raja Monyet tidak bisa mengganggunya lagi.
Raja Monyet melompat bangkit, ingin menyerang Han Sen di udara, tapi Han Sen justru menggambar lintasan melengkung indah di langit, menghindari tendangan voli di udaranya, lalu mengejek dengan bangga: "Monyet mati, Kakak bisa terbang, kamu tidak bisa kan?"
Tapi setelah Raja Monyet mendarat di tanah, tidak terlihat ekspresi marah sama sekali, malah menunjukkan wajah masam seolah mengejek Han Sen yang semakin tinggi terbangnya.
Han Sen merasa ada yang tidak beres di hatinya, tapi tidak menemukan keanehan di sekitar. Di bawah aura Dongxuan pun, tidak terdeteksi makhluk mutan yang menyerangnya dari udara.
"Aduh!"
Hampir berhasil terbang keluar dari lembah, Han Sen tiba-tiba merasa seperti menghantam tembok baja. Seluruh tubuhnya nyaris hancur berantakan, entah berapa tulang yang patah. Dengan memeluk Bao'er, ia terjatuh ke bawah.
Han Sen berusaha menstabilkan posturnya di udara, menghindari serangan kedua dari Raja Monyet. Saat menengadah ke langit, tak terlihat apapun di sana.
Jangankan tembok besi, kabut pun tak ada sehelai. Langit tampak kosong, bahkan aura Dongxuan-nya tak merasakan kehadiran makhluk asing di sana.
Tak percaya, Han Sen mencoba terbang lagi. Kali ini ia lebih waspada, mendekati sambil meraba perlahan. Tiba-tiba terasa dinding tak kasat mata yang memancarkan gaya dahsyat, langsung melemparnya kembali.
"Sial, kekuatan apa yang menghalangi langit lembah ini?" Han Sen terkejut dalam hati. Ia mencoba dari beberapa posisi berbeda, namun hasilnya sama: kekuatan tak kasat mata menyelimuti seluruh lembah. Dari mana pun ia mencoba terbang keluar, selalu terpental kembali.
Raja monyet terus melompat menyerang. Han Sen terpaksa terbang menuju gua tempat masuknya, terus dikejar sang raja. Stamina fisiknya tak mungkin bertahan lama. Lebih baik mundur sementara.
Tapi saat Han Sen mundur ke dinding tebing tempat masuk, jantungnya nyaris copot - gua yang dia lewati ternyata menghilang.
Han Sen menghantam posisi bekas gua dengan pukulan. Alih-alih hancur, gaya reaksi dahsyat membuat darah dan amarahnya bergejolak. "Blarrgh!" Darah menyembur dari mulutnya.
"Sial, tempat angker apa sebenarnya ini?" Hati Han Sen berdebar kencang.
