Di tengah hamparan gunung tak berujung, satu pasukan berkuda berjalan tertatih-tatih. Kelompok ini terdiri dari pria-wanita, tua-muda, total sekitar dua ratus orang. Hampir semua anggota tubuh mereka terluka, banyak yang terbalut perban, bahkan tak sedikit yang tangan terputus atau kaki terpotong, terlihat sangat memilukan.
"Paman, apakah kita masih punya jalur bertahan hidup?" tanya seorang wanita muda yang menunggangi unicorn dengan ragu, memandang ke arah anggota senior di sisinya.
"Pasti ada." jawab sang tua dengan tegas, meski di dalam hati diam-diam berkesedihan.
Awalnya mereka adalah para Evolusioner yang tinggal di Perlindungan Dewa Angin, dilindungi oleh seorang petarung manusia yang telah membuka delapan kunci gen. Kekuatan Perlindungan Dewa Angin juga sangat tangguh, dengan banyak jagoan manusia di dalamnya. Selama bertahun-tahun berseteru dengan beberapa Perlindungan Keluarga Kerajaan di sekitarnya, tempat ini tetap berdiri kokoh, bahkan sempat mendominasi posisi atas.
Namun segalanya hancur seketika setelah kedatangan seorang makhluk roh mengerikan. Banyak petarung manusia dibantai, Perlindungan Dewa Angin yang sebelumnya menampung ribuan manusia kini banjir darah. Hanya sekitar dua ratus orang yang berhasil kabur, itupun dengan luka-luka berbagai tingkat keparahan.
Pun demikian, ini berkat pengorbanan petarung manusia pemilik delapan kunci gen itu yang menguras potensinya secara paksa, bersama beberapa petarung manusia lain berhasil menahan makhluk roh mengerikan itu. Mereka membeli waktu beberapa helaan napas bagi para pengungsi untuk menyelamatkan diri ke Pegunungan Hantu.
Tapi kabur ke Pegunungan Hantu tidak berarti sudah aman. Di dalam Pegunungan Hantu terdapat makhluk mutan mengerikan yang tak terhitung jumlahnya, bahkan pasukan makhluk mutan pun tak berani sembarangan masuk. Pasukan yang terluka dan kalah seperti mereka ini memasuki Pegunungan Hantu, persentase keberhasilannya tetap sangat kecil.
Yang terpenting, mereka sama sekali tidak tahu di mana ada area aman untuk bertahan hidup. Bahkan jika mereka berhasil melewati Pegunungan Hantu dengan berpikir untung-untungan, yang kemungkinan besar menanti mereka tetap saja wilayah kekuasan ras makhluk mutan. Mereka tetap sulit menghindari takdir mati atau diperbudak.
Tapi mereka sudah tidak punya jalan mundur lain. Terpaksa terus melangkah menuju takdir yang tidak pasti itu. Bahkan saat tahu bahwa di depan hampir seluruhnya adalah wilayah mati, mereka tetap harus terus berjalan.
Lin Weiwei tidak bertanya lagi. Sebenarnya di dalam hatinya dia juga paham, jalan yang mereka tempuh adalah jalan yang hampir mustahil selamat. Dari dua ratus lebih orang ini, entah berapa yang bisa bertahan hidup melewati Pegunungan Hantu.
Hanya berjalan dua hari, sudah ada beberapa orang tewas disergap makhluk mutan. Ini masih di ambang Pegunungan Hantu. Jika benar-benar menyelami lebih dalam dan bertemu makhluk mutan yang mengerikan, kemungkinan musnah seluruhnya sangat besar.
"Semua berhati-hati, ada gerakan di kiri." Seseorang mendesak, semua orang langsung mengawasi ketat pegunungan di sebelah kiri. Benar saja, suara mulai terdengar dari sana.
"Persiapkan pertempuran!" Seru Lin He, anggota senior yang dipanggil Lin Weiwei sebagai Paman Ketiga, matanya tak lepas dari kaki gunung tempat suara semakin jelas sambil memerintahkan persiapan tempur.
Tapi ini tidak memberi rasa aman. Banyak yang cemas sampai telapak tangan berkeringat, bola mata terpaku pada belokan puncak gunung.
Sebuah siluet muncul dari balik belokan. Semua jantung berdebar, hampir ada yang tak kuasa menahan diri untuk melancarkan serangan.
Tapi setelah diperhatikan lebih dalam, sosok yang muncul dari kaki gunung itu ternyata adalah seorang remaja berusia sekitar dua puluh tahunan. Kulitnya halus mulus, putih dan kenyal, bahkan lebih bersinar ketimbang kulit gadis-gadis.
Andai saja raut wajahnya yang tegas dan garis tubuhnya yang maskulin tak menonjolkan karakternya yang jantan, orang bisa saja mengira dia seorang wanita karena kulitnya yang begitu mulus.
Melihat yang muncul adalah manusia, semua orang menghela nafas lega. Bahkan ada yang kesal mengumpat: "Kamu ini ada-ada saja! Kenapa tak mengikuti pasukan malah kabur-kaburan? Ngeri tahu, bikin orang mati kaget!"
"Tidak! Dia bukan bagian dari kita. Aku tak pernah melihatnya sebelumnya. Lagipana mana mungkin ada manusia membawa bayi di Perlindungan Ketiga?" Teriak Lin He tiba-tiba, membuat hati yang baru saja tenang itu kembali berdebar kencang.
Semua orang kembali menatap dengan seksama pria itu. Benar saja, wajah pemuda itu tak dikenal oleh mereka. Di pelukannya, terlihat bayi berusia beberapa bulan yang sedang tidur pulas dengan mata tertutup. Bayi itu mengisap ibu jarinya dengan manis, namun pemandangan ini justru membuat bulu kuduk mereka meremang.
Manusia di bawah enam belas tahun bahkan tak bisa bertahan lama di Perlindungan Pertama sebelum menemui ajal, apalagi berada di dalam Perlindungan Ketiga. Bagaimana mungkin seorang bayi manusia bisa selamat di sini?
"Bunuh dia!" teriak seseorang tiba-tiba. Banyak pemanah langsung menarik busur mereka, mengarahkan anak panah ke arah pria dan bayinya.
"Jangan tembak! Aku dari pihak kalian!" Pria itu melambaikan tangan kosongnya sambil tetap memeluk bayi yang tertidur. Suaranya terdengar parau. "Kita satu tim!"
"Jangan coba menipu!" Seruan itu diabaikan. Dering tali busur yang ditarik penuh menggema di udara dingin, puluhan mata panah berkilat siap dilepaskan.
Di pegunungan hantu ini, mereka sudah seperti burung ketakutan. Ditambah keberadaan mengerikan sang bayi, membuat mereka sama sekali tak percaya pada ucapan pria itu.
"Jangan serang, itu bukan musuh, tapi orang dalam!" Lin Weiwei yang sudah melihat jelas wajah pria itu, langsung melompat dari unicorn dan mencegat orang-orang yang hendak menembak.
"Weiwei, bagaimana kau yakin dia orang dalam? Kami tak mengenalnya, apalagi bayi dalam pelukannya..." seseorang memandang curiga ke Lin Weiwei.
"Aku kenal dia, dia temanku. Kalian mungkin tak mengenalnya, tapi nama Han Sen pasti pernah kalian dengar." jelas Lin Weiwei.
"Weiwei, ini bukan main-main. Kau benar-benar kenal orang itu?" Lin He bertanya khidmat. Senjata di tangan semua orang masih mengarah ke pria itu, tak ada yang menurunkan.
"Han Sen, menantu Pemimpin Negara Ji. Meski belum pernah lihat, pasti pernah dengar kan?" Lin Weiwei buru-buru menjelaskan.
Lin Weiwei adalah bibi kecil Lin Feng. Mereka pernah bertemu di forum pertemuan empat keluarga besar Ji, Lin, Xue, dan Wang sebelumnya, dan berdiskusi dengan akrab. Secara alami, dia langsung mengenali Han Sen sekilas.
"Dia Han Sen?" Lin He dan yang lain tertegun sejenak.
"Tidak percaya, tanya sendiri." kata Lin Weiwei.
Sebelum Lin He sempat bertanya, Han Sen di kaki gunung sudah berteriak: "Aku Han Sen. Kakak Weiwei, apa Lin Feng baik-baik saja?"
Mendengar ucapan Han Sen, Lin He langsung merasa lebih lega. Sekalipun Han Sen menguping percakapan mereka dan tahu nama Lin Weiwei, mustahil dia mengetahui keberadaan Lin Feng yang masih di Perlindungan Kedua dan belum datang ke Perlindungan Ketiga.
"Seharusnya baik-baik saja. Tapi kamu, kenapa ada di Pegunungan Hantu ini? Dan ada apa dengan bayi dalam pelukanmu?" Lin Weiwei berjalan mendekat untuk menyambut Han Sen.
Para anggota lainnya masih sangat siaga terhadap Han Sen. Langkahnya menyambut Han Sen juga bertujuan untuk menenangkan yang lain. Pertanyaan-pertanyaan ini pada dasarnya meminta Han Sen memberikan penjelasan, sekaligus meyakinkan semua orang.
"Jangan ditanya. Kami sedang berburu lalu dikejar sekelompok makhluk mutan sampai masuk ke sini. Ini bukan bayi, tapi hewan peliharaan berbentuk manusia yang belum mencapai status pertempuran metamorfosis. Aku cuma memeliharanya untuk hiburan," jawab Han Sen sambil tersenyum.
Han Sen hendak melanjutkan bicara ketika tiba-tiba terdengar jeritan-jeritan memilukan dari barisan depan. Terlihat seorang Evolusioner yang seluruh tubuhnya terbakar, dalam sekejap berubah menjadi arang hitam legam.
