Han Sen yang baru saja kembali dari Alliance ke shelter, langsung disambut Bao'er yang terbang ke pelukannya. Bibir kecilnya mencium pipi Han Sen dengan mesra sambil berkata: "Ayah... Bao'er rindu..."
"Bao'er sayang, Ayah juga rindu padamu." Han Sen mencium pipi Bao'er, matanya mengamati sekeliling namun tidak melihat bayangan Si Perak Kecil.
Mengembangkan aura Dongxuan untuk memindai, ditemukan Si Perak Kecil berbaring di gerbang kota kuno, matanya seolah menatap tajam ke kejauhan.
Han Sen datang ke gerbang kota dengan Bao'er dalam pelukannya, tersenyum sambil berkata, "Si Perak Kecil, aku sudah kembali. Di sini tak ada makhluk kuat yang perlu dijaga."
Si Perak Kecil menoleh memandang Han Sen, lalu kembali mengarahkan pandangannya ke kejauhan. Dari raut wajahnya, Han Sen melihat ekspresi rumit nan manusiawi yang sulit diuraikan - ada kecemasan, rasa berat untuk berpisah, membuat hatinya terasa tertarik.
Han Sen mengerutkan kening halus, mengikuti arah pandangan Si Perak Kecil. Ternyata makhluk itu sedang menatap tajam ke arah Pegunungan Hantu.
Dengan gesit Han Sen mendarat di samping Si Perak Kecil, membelai kepalanya sambil bertanya, "Apakah kau sudah rindu pada teman-temanmu di sana?"
Han Sen menduga Si Perak Kecil merindukan makhluk-makhluk mutan di Pegunungan Hantu. Mengingat perlakuan baik mereka sebelumnya, pantas saja dia ingin kembali.
Tiba-tiba, Han Sen mendengar raungan panjang seperti hantu dari kejauhan, mirip tangisan dan isakan yang terdengar membuat deg-degan. Suara itu sepertinya berasal dari arah Pegunungan Hantu.
Si Perak Kecil langsung memandang tajam ke arah sumber suara. Lama sekali baru menoleh kembali, matanya penuh harap memandang Han Sen. Ia mendekat dan menggesek-gesekkan kepala ke betis Han Sen, menunjukkan sikap berat untuk berpisah.
Hati Han Sen berdesir, kesadarannya menyadari persoalan ini tidak beres. Ia berjongkok menggenggam wajah Si Perak Kecil: "Si Perak, apa yang terjadi?"
Si Perak Kecil mengeong pelan, mengulurkan lidah kecilnya dan dengan lembut menjilati pipi Han Sen beberapa kali, lalu berbalik dan melompat turun dari gerbang kota, berjalan menuju arah Pegunungan Hantu. Setelah berjalan beberapa langkah, ia menoleh lagi memandang Han Sen, lalu berbalik dan melanjutkan langkah. Beberapa langkah kemudian, ia kembali menoleh.
Han Sen langsung terbang untuk mengejar Si Perak Kecil, namun si kucing perak itu tiba-tiba mengaum keras kepadanya seolah ingin menghentikannya, lalu menggelengkan kepala.
"Xiao Yin Yin, sebenarnya ada apa?" Hatinya sangat tersiksa. Mengabaikan larangan si kucing perak, Han Sen meninggalkan Bao'er di dalam perlindungan sambil berlari mengejar Si Perak Kecil dan berteriak, "Apa yang sebenarnya terjadi?"
Han Sen tiba-tiba menyadari sesuatu. Dulu saat Si Perak Kecil berada di Pegunungan Hantu, mengapa dia tidak segera menemuinya? Ini tidak seperti gaya khas Si Perak Kecil yang selalu paling lengket pada Han Sen. Tidak masuk akal baru menampakkan diri setelah Han Sen meninggalkan pegunungan itu.
"Auu!" Si Perak Kecil kembali berteriak kencang ke arah Han Sen, berusaha menghentikannya mendekat.
"Si Perak Kecil, apakah ada orang yang mengancammu? Memaksamu harus kembali? Apakah pemilik teriakan tadi?" Han Sen justru mempercepat langkahnya, semakin gencar mendekati Si Perak Kecil.
Meski Si Perak Kecil bukan manusia, sejak kelahirannya Han Sen selalu menjaganya. Si Perak Kecil pun telah beberapa kali menyelamatkan nyawa Han Sen. Sudah lama Han Sen menganggapnya seperti keluarga sendiri.
Jika Si Perak Kecil sendiri yang ingin kembali ke Pegunungan Hantu dan hidup bersama para makhluk mutan itu, Han Sen mungkin akan merasakan kepedihan di hatinya namun tidak akan memaksanya melakukan hal yang tidak disukainya.
Tapi jika ada sesuatu yang memaksa Si Perak Kecil, Han Sen bagaimanapun juga tidak bisa hanya diam melihatnya kembali ke sana.
Mendengar panggilan Han Sen, Si Perak Kecil tampak ragu. Namun saat itu, raungan panjang nan menyayat hati kembali bergema. Si Perak Kecil langsung mengatupkan giginya, meneriakkan keras pada Han Sen sebelum berbalik dan melesat dengan kecepatan luar biasa diiringi letusan petir, menuju sumber suara tersebut.
Kecepatan Si Perak Kecil benar-benar di luar jangkauan Han Sen. Jarak di antara mereka semakin jauh, dan Han Sen hanya bisa menyaksikan sosok perak itu hampir menghilang dari pandangannya.
Dengan mengatupkan gigi, Han Sen memaksa membuka gembok gen ke-8, meningkatkan kecepatannya secara drastis untuk mengejar Si Perak Kecil dengan Amuk.
Meski Han Sen mulai tertinggal dan perlahan menarik jarak dengan Si Perak Kecil, dia tetap berlari ke arah Pegunungan Hantu - yakin bahwa itu tujuan Si Perak Kecil.
Si Perak Kecil yang mendengar langkah pengejaran Han Sen dan raungan berikutnya, tiba-tiba berhenti di tengah jalannya.
Han Sen yang buru-buru menyusul langsung berseri-seria melihat Si Perak Kecil berhenti, namun saat hendak mendekat, petir menyembur dari tubuh makhluk itu dan menghantamnya hingga terjengkang.
Si Perak Kecil meneriakkan suara keras beberapa kali ke arah Han Sen, seolah memaksanya untuk kembali dan menghentikan pengejaran ini.
Han Sen bangkit dari tanah, tidak menunjukkan tanda-tanda kesal, tetap berjalan mendekati Si Perak Kecil sambil berkata: "Jika kamu ingin kembali sendiri, aku tidak akan menghentikanmu. Tapi kalau tidak, bahkan orang paling berkuasa sekalipun enak saja mimpi ingin membawamu pergi dari sisiku."
Boom!
Si Perak Kecil kembali melepas petir yang menghantam Han Sen hingga terhempas. Ia menatap Han Sen dengan sorot mata yang mulai goyah sambil mengeluarkan suara parau.
Han Sen mengabaikan semuanya, berdiri dan kembali berlari ke arah Si Perak Kecil.
Bulu-bulu Si Perak Kecil berdenyut listrik, tapi petir ketiga tak kunjung turun. Dengan suara rendah, ia menghentakkan empat kukunya dan melonjak masuk ke pelukan Han Sen.
"Aku takkan membiarkanmu pergi, Perak Kecil." Han Sen mengusap kepala si makhluk perak itu dengan keras.
Si Perak Kecil menggesek-gesekkan kepalanya ke pipi Han Sen sambil mengeluarkan dua kali suara parau lembut.
Tiba-tiba, Si Perak Kecil melonjak turun dari pelukan Han Sen. Matanya mengawasi ketat satu arah, seluruh bulu peraknya berdiri tegak.
Han Sen juga merasakan aura menakutkan yang semakin mendekat. Ia memusatkan pandangannya, dan melihat siluet hitam seperti hantu berjalan perlahan dari cakrawala di atas padang rumput.
Langkah siluet itu terlihat lambat. Namun setiap langkahnya membuat Han Sen merasa alam semestanya seolah terpampat, ruang hidupnya semakin berkurang. Sementara siluet hantu itu tampak membesar, seakan akan mendominasi seluruh dunia Han Sen.
Han Sen tahu siluet itu sebenarnya tidak membesar. Hanya karena aura yang terlalu kuat, sehingga menciptakan ilusi seperti itu.
Sekarang Han Sen akhirnya mengerti, mengapa Si Perak Kecil tidak langsung menemuinya saat di Pegunungan Hantu. Sebelumnya Han Sen mengira Si Perak Kecil ingin memberinya kejutan, tapi ternyata tidak demikian.
Bukan Si Perak Kecil tak ingin datang, melainkan dihalangi oleh siluet seperti hantu itu sehingga tidak bisa bertemu Han Sen. Baru setelah Han Sen menemui kesulitan di padang rumput, Si Perak Kecil tidak tahan lagi menampakkan diri untuk menyelamatkannya.
Han Sen menatap dengan tatapan tajam pada siluet seperti hantu itu. Hanya dari aura mengerikannya saja, Han Sen sudah menyadari betapa kuatnya makhluk ini. Sekalipun ular putih besar itu, tampaknya tidak memiliki aura sekuat ini.
