Han Sen memanjat pohon pinus itu hingga ke puncak, tapi tetap tak menemukan bayangan Bao'er.
"Bao'er, kamu di mana?" Han Sen berseru lagi.
"Di sini..." Sebuah kepala kecil muncul dari dinding tebing, membuat Han Sen terkejut.
Kepala Bao'er seolah tumbuh dari dinding tebing, menggantung di jarak tidak sampai dua kaki darinya. Han Sen mengulurkan tangan ke sana, telapak tangannya ternyata menembus langsung ke dalam dinding batu tanpa hambatan.
Dinding tebing yang terlihat sangat keras itu, ternyata seolah sama sekali tidak ada.
"Ayah... ke sini..." kepala kecil Bao'er kembali merapat ke dalam sambil berseru dari dalam.
Han Sen mengatupkan gigi dan langsung menerjang masuk ke dalam dinding batu. Betapa terkejutnya dia menemukan gua besar di dalamnya. Sinar matahari dari luar masuk melalui lubang setinggi tiga empat meter dan selebar belasan meter. Dari dalam, pohon pinus dan lingkungan sekitar terlihat jelas.
Tapi saat berdiri di luar, gua itu sama sekali tak terlihat, membuat Han Sen takjub bukan main.
Di dalam gua ini tampak biasa saja, seperti gua alami yang dipenuhi stalaktit di mana-mana.
Bao'er saat ini sedang duduk di atas batu di dalam gua, satu tangan menggenggam jamur ungu sebesar tinju yang terus dia masukkan ke bibir mungilnya.
Han Sen mendekat dan melihat di sekitar podium batu tumbuh banyak jamur ungu yang terlihat sangat cerah dan gemuk.
Jika berada di dalam Alliance, Han Sen pasti tidak akan memakan jamur-jamur ini karena semakin cerah warnanya semakin beracun - memakannya berarti cari mati.
Tapi di dalam Sanctuary berbeda. Melihat Bao'er makan dengan riang, seharusnya ini bukan barang beracun.
Han Sen mengulurkan tangan memetik satu jamur, menggigit sedikit. Rasanya renyah dan harum, ternyata sangat lezat.
Mengunyah beberapa kali, Han Sen langsung menelan jamur itu. Sebuah jamur sebesar tinju hanya butuh beberapa gigitan untuk dihabiskan. Di perutnya terasa aliran dingin menyebar ke seluruh tubuh, seolah pembuluh darahnya disuntikkan air es. Rasanya sangat aneh.
“Gen Tuhan +1.”
Suara tiba-tiba bergema di otak Han Sen. Ia membeku sejenak sebelum berseri-seri - ternyata jamur di sini bisa meningkatkan Gen Tuhan, pasti ini adalah tumbuhan gen level darah suci.
Han Sen tak mau kalah. Meniru Bao'er, ia menggenggam jamur di kedua tangan dan menyuap dengan lahap. Tak lama, suara peningkatan Gen Tuhan kembali terdengar.
Tapi setelah menghabiskan lima buah jamur, Gen Tuhan tak lagi bertambah. Setelah makan beberapa buah lagi, Han Sen akhirnya menyerah.
Bao'er melahap jamur secepat angin, baru setelah beberapa saat dia duduk sambil menutupi perut kecilnya yang bulat sambil bersendawa. Terlihat kali ini dia memang benar-benar kenyang.
Selama Bao'er duduk mengusap-usap perutnya, Han Sen mengamati gua tersebut. Lubang gua ini masih bisa ditelusuri lebih dalam, namun bukan ke bawah melainkan ke atas.
"Apa dari sini kita bisa masuk ke dalam Perlindungan Phoenix?" gumam Han Sen dalam hati sambil bergolak berbagai pemikiran.
Jika seluruh pintu masuk Gunung Suci Phoenix seperti di sini yang sama sekali tidak terlihat, maka bagaimanapun dia mencari, mungkin tidak akan menemukan lokasi pintu masuk yang sesungguhnya.
Jika harus meraba setiap inci gunung, untuk mengelilingi seluruh Gunung Suci Phoenix, puluhan tahun mungkin belum cukup untuk menyelesaikannya.
Tapi setelah memasuki gua ini, Han Sen merasakan aura Dongxuan-nya entah kenapa seolah-olah gagal berfungsi, atau lebih tepatnya diredam.
Indranya hanya bisa mendeteksi dalam radius satu meter dari tubuhnya, di luar itu hampir tak merasakan apapun. Alasan dia tidak langsung menyadari jamur-jamur itu adalah tumbuhan gen saat pertama kali melihat, karena aura Dongxuan-nya sedang diredam.
"Bao'er, ayo kita lihat bagian dalam." Han Sen menggendong Bao'er menyusuri gua lebih jauh.
Benar saja, gua ini terus menanjak ke atas tanpa banyak percabangan. Meski ada beberapa jalur bercabang di tengah perjalanan selama beberapa jam, akhirnya semua jalur bergabung kembali dan terus mengarah ke atas tanpa ada cabang ke area lain.
Selain jamur ungu di pintu masuk, setiap beberapa jarak terlihat jamur-jamur ungu serupa.
Hanya saja Bao'er sudah kenyang dan tidak tertarik dengan jamur-jamur ungu ini. Han Sen mencoba memakan satu lagi, tapi tetap tidak ada peningkatan Gen Tuhan.
Miao Jun dan Golden Roar dipanggil keluar, mereka juga diberi jamur. Belakangan ini Han Sen sering memberi mereka tetesan air kehidupan. Meski terlihat ada perubahan, esensi mereka tetap sama.
Setelah berjalan hampir seharian, cahaya tiba-tiba muncul di depan. Han Sen tersenyum pahit. Rupanya setelah sekian lama berjalan, dia justru keluar dari gua bawah tanah. Rencananya masuk ke Phoenix Sanctuary melalui terowongan batu pun gagal total.
Saat menggendong Bao'er keluar dari mulut gua, matanya berbinar. Pemandangan terbuka luas terhampar. Tak ada puncak yang lebih tinggi lagi - rupanya dia sudah mencapai puncak Gunung Suci Phoenix.
Dari puncak gunung melihat ke bawah, terlihat lapisan-lapisan kontur gunung di bawah bagaikan bunga teratai raksasa yang mencuat dari lautan awan. Setiap kelopak merupakan puncak sampingan yang menempel pada puncak utama, berlapis-lapis tak terhitung jumlahnya. Pantas saja dia mendaki begitu lama tanpa melihat puncak utama yang sesungguhnya.
Di puncak utama ini tumbuh sebatang pohon besar yang tidak dikenal spesiesnya oleh Han Sen. Tingginya mencapai tiga ratus meter, batangnya megah seperti gunung kecil. Namun pohon ini telah mati dengan kulit pohon pecah-pecah seperti arang hitam, terlihat banyak lubang di batangnya yang mungkin akibat gigitan serangga.
Yang lebih aneh, pohon mati ini ternyata hanya tersisa separuh. Bagian atasnya terlihat seperti dipotong secara diagonal oleh senjata mengerikan, terlihat jelas ada bagian yang hilang. Ranting-ranting kering di sepanjang kemiringan itu juga kehilangan sebagian besar volumenya.
“Pohon besar seperti gunung kecil ini, entah senjata apa yang bisa memotongnya hingga terpotong satu bagian.” Han Sen mendekati pohon mati itu dan melihat ke dalam lubang pohon.
Seketika dia terkejut menemukan bahwa batang pohon raksasa ini hampir seluruhnya kosong, membentuk gua bundar yang sangat besar. Ukurannya sedikit lebih kecil dari lapangan basket, tapi tidak terlalu berbeda.
Tatapan Han Sen menyapu bagian dalam lubang pohon, tiba-tiba matanya membelalak. Sehelai bulu emas tergeletak di dalamnya. Bukan karena penglihatannya tajam, tapi bulu itu begitu mencolok hingga mustahil untuk dilewatkan.
Bulu emas sepanjang hampir dua meter itu berkilauan seperti dicor dari logam mulia. Saat Han Sen mengulurkan tangan menyentuhnya, panas membara langsung terasa. Bahkan dirinya yang memiliki gen api makhluk roh penuh pun merasa seperti memegang bara.
Dan tekstur bulu ini juga sangat mirip dengan logam, tidak ada sedikit pun kelembutan bulu biasa. Han Sen mengulurkan tangan menggenggam pangkal bulu, ingin membawa pulang bulu emas ini.
Namun saat sedikit ditekan, ternyata dia tidak bisa mengangkatnya sama sekali, hanya membuatnya sedikit terangkat. Berat bulu ini sungguh mengerikan.
