Kakak Ketujuh memamerkan wajah masam, sorot matanya tertuju pada posisi lampu yang dipilih Han Sen. Dalam hati ia menghitung secara diam-diam, tiba-tiba ekspresinya berubah drastis.
"Lampu keempat, bukankah itu lampu kematian dalam kehidupan? Seharusnya menjadi lampu penunjuk jalan hidup, kini berubah menjadi penunjuk ajal. Jalan ini sangat berbahaya, tidak mungkin selamat..." Wajah Kakak Ketujuh berubah pucat. Tangannya cepat menghitung menggunakan metode metafisik, kemudian langsung berlari ke sisi lampu phoenix. Ia mengambil lampu phoenix ketujuh, lalu bergegas masuk ke dalam saluran.
Kedua orang ini masuk saluran hanya berselang beberapa langkah, terpaut kurang dari sepuluh detik. Namun ketika Kakak Ketujuh membawa lampu phoenix masuk, siluet Han Sen sudah tidak terlihat lagi.
Cahaya lampu phoenix di dalam saluran gelap ini hanya mampu menerangi area berdiameter satu meter. Di luar itu, cahaya seolah ditelan oleh kegelapan, tidak menyisakan secercah sinar pun.
Kakak Ketujuh bergegas berjalan ke depan sambil membawa lampu, berharap bisa menyusul Han Sen. Sambil berjalan, dia terus memanggil nama Han Sen, namun sama sekali tidak ada jawaban, bahkan gema pun tak terdengar.
Malahan, tiba-tiba terdengar suara-suara aneh dari sekelilingnya, seakan ada jutaan siluman Setan mengintip dari balik kegelapan, sesekali mengeluarkan tangisan hantu yang memilukan.
Kakak Ketujuh mengatupkan gigi dan terus melangkah. Dia tahu lampu yang dipilihnya ini membawa berkah, namun hanya dengan memegang lampu inilah dia mungkin menemukan Han Sen.
Lampu Yin ketujuh juga disebut lampu pengembalian arwah. Bagi mereka yang menginjak Jalan Huangquan, satu-satunya cahaya yang terlihat hanyalah sinar lampu ini. Tapi bagi pemegang lampu yang justru menginjak Jalan Huangquan sendiri, ini hampir pasti merupakan jebakan maut.
Menyalakan lampu pengembalian arwah di jalan kematian, bukankah itu seperti kambing masuk ke kawanan harimau? Bahkan si kambing sengaja memanggang dirinya di atas api, seolah ingin mengundang para harimau untuk menyantapnya.
Tapi sekarang Kakak Ketujuh sudah tidak peduli lagi, hanya ingin segera mengembalikan Han Sen. Jalan ini harus dihindari baginya.
Tak berjalan jauh, tiba-tiba lampu pada Lentera Kepala Phoenix berubah menjadi hitam. Seluruh saluran tiba-tiba terang benderang, seolah kobaran api hitam menyala di setiap sudut. Di tengah semburan api itu, monster-monster mengerikan yang terbentuk dari api hitam mengawasinya dengan tatapan tajam.
Detik berikutnya, kumpulan iblis jahat dari api hitam itu mulai menerjang bagaikan gerombolan serigala lapar.
Ekspresi Kakak Ketujuh berubah drastis. Cahaya ungu ilahi menyelimuti tubuhnya, tapi kekuatannya ditekan hebat di saluran ini. Cahaya suci itu hanya mencapai tiga chi.
Saat pedang roh binatang panjang menghantam iblis api hitam, cahaya ungunya justru diredam. Senjatanya tertangkap cakar iblis, sementara monster api hitam dari segala penjuru langsung menerjang.
Di hati Kakak Ketujuh terasa pahit getir. Ia tahu momen ini adalah akhir hidupnya. Hanya berharap Han Sen bisa melihat cahaya lampunya dan segera berbalik arah.
Ratusan monster api hitam di sekelilingnya telah menerjang. Mereka menggigit dan merobek cahaya ilahi ungunya. Saat gigi-gigi mengerikan itu hampir mencabik kepala, lengan, dan tubuhnya, tiba-tiba semburan api merah darah bagai letusan gunung berapi menyapu semua monster itu. Rintihan menyayat hati memenuhi saluran.
Saluran yang awalnya diselimuti api hitam kini sepenuhnya dikuasai kobaran api merah. Abu beterbangan tersisa dari monster-monster yang hangus terbakar.
Dari kejauhan, sosok manusia muncul membawa lampu minyak. Lidah api merah di lampu itu berkobar dahsyat bagai obor, membentuk siluet Bloodbird yang hampir hendak terbang. Cahayanya menerangi setiap sudut.
"Han Sen!" Kakak Ketujuh tertegun seperti patung. Siapa lagi yang berdiri di sana kalau bukan sang pemuda itu?
"Kakak Ketujuh, bukankah kita sudah sepakat menunggu aku kembali? Kenapa baru saja aku masuk, kamu ikut masuk juga?" Han Sen bertanya sambil tersenyum.
"Aku..." Kakak Ketujuh mengucapkan satu kata, namun sulit melanjutkan, hanya menunjuk lentera kepala phoenix di tangan Han Sen: "Kamu mempelajari teknik gen super nuklir elemen api? Termasuk aliran yang mana?"
Han Sen mengangguk pelan, lalu menjawab: "Aku mempelajari 《Api Burung Phoenix yang Abadi》."
Kakak Ketujuh menghitung dengan jari, kemudian berkata: "Kalau begitu pantas saja, justru aku yang terlalu khawatir."
Han Sen tahu Kakak Ketujuh masuk karena mengkhawatirkannya, hatinya tersentuh: "Terima kasih, Kakak Ketujuh."
Kakak Ketujuh menggelengkan kepala sambil tersenyum pahit: "Aku tidak melakukan apa-apa, malah diselamatkan olehmu. Tempat ini tidak aman, mari kita keluar dulu."
Han Sen mengangguk, berjalan di depan sebagai pemandu membawa Kakak Ketujuh maju bersama.
Di bawah sorotan api merah darah, area sekitar terang benderang, namun hanya mampu melihat wilayah di sekitarnya, area yang lebih jauh masih diselimuti kegelapan.
Di dalam kegelapan itu terdengar berbagai suara aneh tak henti-hentinya, seolah ada ribuan siluman Setan yang mengintip diam-diam, namun tak satu pun berani memasuki area yang diterangi api merah darah.
Han Sen berjalan sambil tersenyum: "Lampu Kepala Phoenix ini memang barang berharga, bisa meningkatkan kekuatan elemen api secara signifikan. Saat pulang nanti, kita harus bawa semua sisa Lampu Kepala Phoenix dan Lampu Kepala Fenghuang."
Zhao Qi tersenyum pahit: "Lampu ini tidak bisa digerakkan dengan kekuatan api biasa. Harus menggunakan api mati dan api hidup. Api Phoenix-mu adalah api kematian dalam kematian, seharusnya menggunakan Lampu Mati baru efektif. Ternyata kamu bahkan bisa menggerakkan Lampu Hidup, ini agak aneh."
Han Sen hanya tersenyum tanpa bicara. Api Phoenix-nya masih dilapisi dengan Sutra Darah dan Nyawa, itu bukan api Phoenix biasa. Mungkin karena itulah dia bisa menggerakkan api hidup.
Dua orang berjalan dalam kegelapan, tidak tahu sudah berapa lama mereka berjalan. Dalam kegelapan ini, seolah-olah aliran waktu pun menjadi sulit diprediksi.
Sambil berjalan, muncul sekumpulan cahaya di depan. Keduanya langsung bersemangat dan bergegas menuju sumber cahaya itu. Benar saja, mereka berhasil keluar dari saluran.
Tapi setelah keluar, keduanya justru terpana.
Sepertinya mereka telah keluar dari Perlindungan Phoenix, muncul dari sebuah gua. Langit cerah dengan sebuah matahari keemasan tergantung tinggi di angkasa.
Tapi segala sesuatu di atas tanah semuanya hitam - baik bebatuan dan tanah, maupun pepohonan dan rerumputan, semuanya berwarna hitam.
Tentu ini bukan warna aslinya. Alasan semuanya terlihat hitam adalah karena seluruh permukaan tanah seolah-olah telah hangus terbakar menjadi arang.
Namun ada yang sangat mengerikan, pepohonan dan tumbuhan yang terkarbonisasi itu masih mempertahankan bentuk aslinya, bahkan urat-urat daun masih terlihat jelas, seolah tidak terbakar api.
Seakan... seakan seluruh alam semesta terkarbonisasi dalam sekejap, langit dan bumi bagai lukisan tinta yang menyeramkan. Selain langit biru dan matahari terang, semua yang ada di bawah penuh dengan warna hitam pekat.
"Kakak Ketujuh, tempat apa ini? Bukankah kita harus ke Mata Phoenix? Kenapa malah keluar dari Perlindungan Phoenix?" tanya Han Sen dengan bingung.
Kakak Ketujuh mengeluarkan kompas, matanya menyapu sekeliling sambil menghitung dengan jari. Beberapa saat kemudian ia berseru gembira: "Kita tidak salah jalan, masih di dalam Perlindungan Phoenix. Inilah Mata Phoenix!"
"Ini... Mata Phoenix?" Mata Han Sen membelalak tak percaya.
Sangat sulit membayangkan, alam semesta yang begitu luas ini ternyata masih berada di dalam Perlindungan Phoenix. Ini benar-benar terasa mistis, bahkan Han Sen yang berpengalaman pun merasa terkejut saat ini.
