"Tidak akan salah, di sinilah Mata Phoenix." Kata Kakak Ketujuh dengan penuh keyakinan.
"Lalu, di mana letak harta itu?" Han Sen melihat sekeliling. Pegunungan yang terkarbonisasi bergelombang tak berujung terlihat di sekitarnya. Wilayah ini sungguh mengerikan luasnya. Mencari satu barang di sini mungkin bukan hal yang mudah.
Kakak Ketujuh menatap kompas di tangannya, lalu menyimpannya kembali sambil bergumam pasrah: "Tempat ini sepertinya aneh. Aku juga tidak bisa menghitung apa-apa lagi. Kita harus mencari manual."
"Meski tidak tahu mengapa ada ruang aneh seperti ini di dalam Phoenix Shelter, tapi satu hal yang pasti, ada semacam kekuatan yang mengkarbonisasi segalanya di sini. Jika kekuatan itu masih ada, kita juga akan dalam bahaya besar," ujar Kakak Ketujuh sambil membungkuk meraba rumput kecil di tanah, tangannya langsung penuh debu arang hitam, ekspresinya serius.
"Kalau begitu jangan berpisah, mari cari bersama biar bisa saling menjaga," kata Han Sen sambil matanya menyapu sekeliling area.
Kakak Ketujuh mengangguk pelan, paham Han Sen khawatir dia akan menghadapi bahaya jika pergi sendirian.
Han Sen memang tidak ahli dalam navigasi, akhirnya tetap meminta Kakak Ketujuh memimpin jalan.
Meski tidak bisa menghitung posisi pasti harta itu, Kakak Ketujuh tetap mudah merencanakan rute yang rasional.
Keduanya berjalan sambil mengamati, berharap menemukan sesuatu yang mencurigakan, tapi di sekeliling hanya ada pegunungan, hutan, dan tumbuhan yang terkarbonisasi.
Sebatang pohon kuno yang terkarbonisasi bahkan sulit dipeluk oleh tujuh delapan orang. Bunga-bunga mungil itu terus mekar selamanya tanpa pernah layu, menampilkan keindahan yang tak wajar.
Bao'er sepertinya tertarik dengan keindahan bunga karbon itu. Ia mengulurkan tangan kecilnya untuk menyentuh, namun begitu tersentuh, bunga-bunga itu langsung berubah menjadi abu beterbangan.
"Sungguh mengerikan! Tenaga macam apa yang bisa membakar wilayah ini hingga seperti ini?" Han Sen tak kuasa menahan decak kagum.
Kakak Ketujuh tersenyum: "Tak tahu. Yang kusadari cuma, jika kita terjebak di sini, tak perlu khawatir jadi daging panggang - langsung jadi arang. Pasti tak ada makhluk hidup yang mau memakan arang."
Han Sen tak menyangka Kakak Ketujuh masih bisa bercanda di situasi seperti ini. Ia justru mengagumi sikap santainya yang bebas.
Saat mereka sedang berbincang, tiba-tiba terdengar suara-suara kecil dari balik pepohonan karbon di hutan itu.
Kedua orang itu langsung waspada menatap ke arah suara, dan segera melihat seekor makhluk mutan berwarna putih seperti domba keluar dari hutan, sedang menundukkan kepala memakan rumput dan bunga terkarbonisasi di tanah.
Seluruh tubuh putihnya membentuk kontras yang kuat dengan dunia hitam terkarbonisasi ini, terlihat sangat mencolok.
"Makhluk mutan... Ternyata ada makhluk mutan di sini..." Han Sen menghela nafas lega dalam hati.
Tempat ini terlalu aneh, membuatnya merasa seperti berada dalam ketidaknyataan, bahkan curiga ini adalah Ilusi Lingkungan. Tapi melihat makhluk mutan ini justru membuatnya sedikit tenang.
Jika benar ilusi, dia benar-benar tidak tahu apakah bisa keluar. Metode yang bisa menciptakan ilusi seperti ini sungguh mengerikan.
Jika bukan ilusi, setidaknya tenaganya bisa sepenuhnya ditunjukkan. Tidak takut siapa pun yang datang.
Bao'er melihat domba itu, matanya langsung berbinar-binar. Dia melompat dari pelukan Han Sen dan merangkak cepat ke arah domba itu, lalu melompat ke punggungnya. Tangan kecilnya menggenggam erat tanduk domba sambil terlihat sangat antusias.
Domba itu kaget bukan main, langsung kabur terbirit-birit. Kecepatannya ternyata sangat luar biasa, dalam sekejap sudah menyelinap masuk ke dalam hutan.
Han Sen buru-buru mengejarnya. Medan energi Dongxuan-nya tidak terlalu berpengaruh di sini. Jika sampai kehilangan jejak, akan sulit menemukan Bao'er kembali.
Domba itu jelas bukan makhluk mutan level tinggi, mungkin hanya makhluk bermutasi biasa. Han Sen dan Kakak Ketujuh dengan cepat menyusul. Melihatnya terus lari panik, Han Sen langsung menekan kepala domba itu dengan tangan.
Seketika keempat kakinya langsung lemas dan domba itu terjatuh. Bao'er malah tertawa riang sambil terus menepuk-nepuk tangan kecilnya.
Kakak Ketujuh hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba ekspresinya berubah drastis. Ia menoleh memandang hutan di sekeliling.
"Han Sen, lepaskan domba itu sekarang!" bisik Kakak Ketujuh sambil menekan suaranya.
"Ada apa?" Han Sen menggendong Bao'er. Saat menengadah, raut wajahnya pun berubah pucat.
Dari balik pepohonan, domba-domba putih berduyun-duyun mendekat. Sorot mata mereka dipenuhi permusuhan. Jumlahnya mencapai ratusan ekor.
Yang lebih mengerikan, domba kecil tadi ternyata masih anak-anak. Domba-deomba dewasa ini bertubuh sebesar sapi dengan tanduk melengkung bagai golok. Sama sekali tak mirip hewan jinak.
Domba kecil saja sudah memiliki kecepatan dan tenaga makhluk bermutasi. Domba-deomba dewasa ini pastilah entitas yang jauh lebih mengerikan. Jika mereka Makhluk Darah Ilahi, gerombolan sebesar ini akan menjadi kekuatan tempur yang sangat menakutkan.
Kemampuan fisik Han Sen sendiri baru bisa menyaingi level darah suci. Tanpa menggunakan status Super Di Ling, melawan sekelompok domba seperti ini mungkin sangat berisiko.
"Ini anak kalian ya? Sungguh menggemaskan." Han Sen tersenyum palsu sambil mengelus kepala domba kecil itu, mengangkatnya dan berusaha mengembalikannya ke kawanan untuk menghindari konflik.
Di wilayah berbahaya seperti ini, entah berapa banyak ancaman yang menunggunya. Jika bisa tidak menggunakan status Super Di Ling, sebaiknya dihindari.
Namun gerakannya justru memancing kemarahan kawanan domba. Ratusan domba mengaum serempak: "Mbeeek..."
Puluhan siluet putih perkasa langsung menerjang Han Sen dan Zhao Qi. Mereka menundukkan kepala seperti tank yang menyerbu, tanduk melengkung mirip pisau tajam mengarah ke dua manusia itu.
Han Sen langsung menarik lengan Zhao Qi dan melesat ke udara, kabur menjauh dari lokasi.
Dia sendiri sebenarnya tidak takut, hanya khawatir akan melukai Kakak Ketujuh. Lebih baik mengantarnya ke tempat aman dulu.
Domba-domba itu malah melompat bangkit dengan raungan, ternyata bisa meloncat puluhan meter tinggi. Tanduk mereka menghujam keras ke arah Han Sen yang sedang di udara.
Han Sen terbang kesana-kemari seperti burung, menghindar dari serangan satu per satu domba sambil membawa Kakak Ketujuh menjauh.
Tapi kawanan domba itu tak kenal lelah mengejar. Dari langit terlihat Han Sen terbang sementara di bawahnya gerombolan domba terus mengejar, sesekali terdengar suara "mbee" menggema.
Kekuatan kaki domba-domba itu luar biasa. Jika dilihat dari kecepatannya, pasti mencapai tingkat darah suci.
Han Sen awalnya mengira mudah melepaskan diri dari mereka. Tapi segera ia sadar telah salah. Domba-domba yang tertinggal itu mulai menunjukkan perubahan: bulu putih mereka berkonversi cepat menjadi hitam.
Tak lama kemudian, kawanan domba yang semula putih seperti awan berubah menjadi awan hitam pekat. Raga domba-domba itu seolah-olah terkarbonisasi, satu per satu berubah menjadi hitam legam berkilau.
Tenaga dan kecepatan mereka juga meningkat drastis setelah transformasi raga. Saat Han Sen sedang bingung, terdengar suara domba yang bergemuruh seperti halilintar.
Dari kejauhan hutan, seekor domba jantan hitam perkasa berlari kencang dengan kecepatan yang tak terbayangkan, jauh melebihi domba biasa.
"Makhluk Dewa Super!" Ekspresi Han Sen langsung berubah.
