Di sisi kanan monster berkepala harimau, terdapat ular raksasa berkepala delapan dengan panjang tubuh mencapai tiga ratus meter. Di punggungnya tumbuh empat sayap, dan setiap kepala ularnya memiliki tanduk hijau tunggal.
Di sisi lain ular berkepala delapan ini, seekor kambing putih sedang berbaring. Seluruh tubuhnya putih salju dengan bulu yang terlihat halus, menyerupai gumpalan awan besar di langit yang tampak tidak berbahaya. Matanya terpejam seolah sedang tertidur pulas.
Sementara di sisi lain anjing berkepala dua, terdapat seorang pria bersayap iblis yang sedang duduk bersila.
Pria itu mengenakan baju zirah ungu kehitaman, bahkan sayap iblis-nya terbungkus rapat. Wajahnya sama sekali tidak terlihat, namun Han Sen yakin: dia mutlak bukan manusia.
Bukan hanya karena aura-nya yang berbeda, atau keberadaan sepasang sayap iblis di punggungnya. Alasan utamanya adalah dua lengan tambahan yang tumbuh di sisi tulang rusuknya, dengan telapak tangan yang nyaris identik dengan lengan normal di atasnya.
Makhluk mutan berbentuk manusia ini memiliki empat lengan. Di setiap tangannya mencengkeram pedang besar baja berwarna ungu kehitaman, menciptakan kesan otoriter yang berlebihan.
Ditambah dengan monster cangkang bersisik baja itu, total hanya enam makhluk super dewa yang menguasai alun-alun. Meski masih banyak area kosong, tak ada makhluk lain yang berani mendekat.
Di atas atap istana yang dekat dengan alun-alun, Han Sen melihat seekor Gui Yaliao berwarna darah menjulang di sana. Makhluk ini sama persis dengan Gui Yaliao Wang tingkat dewa yang pernah dibunuhnya. Dari aura yang dipancarkannya, jelas ini juga merupakan Makhluk Dewa Super.
Namun meski demikian, dia pun tidak berani memasuki area alun-alun. Jelas-jelas makhluk ini merasa takut terhadap enam Makhluk Dewa Super yang mendominasi sana.
Han Sen juga tidak berani mendekat. Dia mendarat di atas tembok di sisi lain dan terus mengamati situasi di alun-alun.
Di pusat alun-alun terdapat podium batu. Di salah satu sisinya tergantung lonceng besi hitam. Dentang lonceng yang terdengar sebelumnya berasal dari lonceng ini.
Han Sen memusatkan pandangannya ke Lonceng Besi Hitam. Tidak terdapat ornamen atau ukiran apapun, bentuknya sangat kasar seperti buatan asal dari besi mentah. Kalau bukan karena lokasinya yang strategis, Han Sen takkan menyangka ini adalah harta genetik milik seorang Kaisar.
"Jika dilemparkan ke dalam tumpukan sampah, Han Sen pun tidak akan memiliki keinginan untuk mengambilnya."
Semakin banyak makhluk mutan yang mendarat di dalam perlindungan, namun semuanya hanya hinggap di kejauhan atau di atap rumah dan puncak tembok. Tak ada lagi makhluk mutan yang berani menginjakkan kaki di alun-alun.
Dentang lonceng kini telah berhenti. Han Sen melirik ke luar dan menemukan kabut hitam di luar perlindungan seakan menjadi jauh lebih pekat. Baru saja ia masih bisa melihat samar-samar patung penyihir, namun sekarang sama sekali tak terlihat apa-apa.
"Kaisar Naga, situasi seperti apa ini?" Han Sen mengamati para makhluk mutan itu, menyadari mereka masih diam berdiri. Berhentinya lonceng sepertinya tidak banyak mempengaruhi mereka.
"Jangan bersuara. Tunggu sebentar." Kaisar Naga justru menurunkan suaranya sambil berbisik kepada Han Sen.
Han Sen melirik sekeliling dan melihat banyak makhluk mutan mulai membelalakkan mata ke arah mereka.
Han Sen segera menutup mulutnya dan tidak berbicara lagi. Jika diserang oleh gerombolan makhluk mutan di tempat seperti ini, dia merasa bahkan dengan sembilan nyawa pun tidak akan cukup.
Saat Han Sen sedang menunggu, Bao'er tampak mulai tidak sabar. Dia melompat dari bahu Han Sen dan mendarat di punggung gerombolan makhluk mutan di bawah, merangkak cepat ke pusat alun-alun bagaikan panah api.
"Dasar si kecil! Kau benar-benar ingin mengambil nyawaku!" Hati Han Sen berdebar kencang. Dengan menggigit gigi, dia segera mengejar Bao'er untuk menghentikannya.
"Jangan pergi!" Kaisar Naga panik, nyaris terkesiap ketakutan.
Han Sen mana mungkin mengacuhkannya. Langsung menggenggam Kaisar Naga, tubuhnya melesat gesit tanpa jeda menuju Bao'er.
Tapi kecepatan merangkak Bao'er ternyata terlalu cepat, Han Sen belum sempat mengejarnya, dia sudah berhasil merangkak melewati banyak makhluk mutan, menginjak kepala dan wajah mereka, langsung masuk ke dalam alun-alun.
Sorotan mata dingin enam Makhluk Dewa Super seketika mengarah ke Bao'er. Han Sen merasakan udara seolah memadat, dalam hati menggerutu: "Bao'er, kamu benar-benar menyebalkan kali ini."
Bao'er tampaknya sama sekali tidak menyadari suasana mengerikan itu, malah terus merangkak mendekati kambing putih itu, lalu menerjang masuk ke dalam bulu domba yang lembut, melonjak-lonjak gembira di atasnya seperti bermain di pegas.
Tubuh Kaisar Naga gemetar hebat. Bukan karena takut - sebagai penguasa naga yang pernah mengalami banyak hal, ini murni amarah. Tingkah Bao'er benar-benar ulah gegabah yang memancing maut.
Han Sen juga berkeringat dingin. Kali ini ia akhirnya berhasil melompat ke dekat Bao'er dan menarik si kecil kembali ke pelukannya.
"Saudara sekalian, mohon maaf. Anak kecil ini belum mengerti keadaan. Aku janji akan mendidiknya baik-baik sepulang nanti," ujar Han Sen sambil tersenyum palsu kepada para Makhluk Dewa Super itu.
Tapi baru saja Han Sen hendak mundur, Bao'er tiba-tiba melonjak dari pelukannya dan mendarat lagi di punggung kambing putih. "Ayah... Seru..." teriaknya gembira sambil melompat-lompat.
Jantung kecil Han Sen serasa mau copot. Rasanya ia hampir terkena serangan jantung. Ulah bodoh Bao'er kali ini benar-benar keterlaluan. Sebagai ayah, ia mulai limbung tak sanggup menahan.
Adapun Long Di, wajahnya sudah dipenuhi keputusasaan. Ia hanya bisa menunggu enam Makhluk Dewa Super itu murka dan menghabisi mereka semua di tempat.
Tapi keenam Makhluk Dewa Super itu mengawasi Bao'er sebentar, lalu ternyata mereka semua memalingkan kepala. Tak satu pun lagi menghiraukan Bao'er dan kawanannya, seolah sama sekali tidak melihat.
Bahkan Kambing Putih yang ditunggangi Bao'er, hanya meliriknya sekali lalu kembali tiarap di tempat tanpa bergerak.
Han Sen dan Kaisar Naga ternganga lama tak bisa menutup mulut, hampir tak percaya dengan apa yang mereka saksikan.
Kaisar Naga semakin merasa otaknya tak sanggup mencerna. Tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Makhluk-makhluk super ganas nan kejam ini sama sekali tidak memberi respons, hanya membiarkan Bao'er bermain-main di sini seolah mereka buta.
Mata Kaisar Naga membelalak memandang Bao'er. Sangat tidak masuk akal baginya bagaimana iblis kecil ini bisa mendapat perlakuan istimewa seperti ini. Bahkan di masa kejayaannya dulu, jika datang ke sini mungkin nasibnya hanya dikeroyok habis-habisan.
Han Sen justru sudah agak terbiasa. Pada diri Bao'er, sepertinya semua hal mungkin terjadi. Asal-usul anggota ini memang agak aneh, hampir tidak ada makhluk mutan yang aktif menyerangnya.
Mendarat di sebelah kambing putih, Han Sen tidak berani melompat ke punggungnya seperti Bao'er. Semua bisa mentolerir Bao'er, tidak berarti bisa menerimanya. Bisa berdiri di alun-alun tanpa diserang, Han Sen merasa sudah cukup puas.
Bao'er tidur nyenyak di antara bulu domba yang lembut, membuat mata Long Di langsung terpana.
"Ini benar-benar putrimu?" Long Di melototi Han Sen dengan wajah penuh kecurigaan, berbisik sangat pelan karena takut didengar oleh enam makhluk Dewa Super itu.
Han Sen hendak menjawab, tiba-tiba podium batu itu memancarkan kilatan cahaya menyilaukan yang membuat semua orang tidak bisa membuka mata. Aura mistis mulai menyebar dari podium tersebut.
