Han Sen mengulurkan tangan menyangga Ratu, mencegahnya terjatuh ke tanah. Kemudian mengangkat tubuhnya dan mulai memeriksa luka-luka di sekujur badan.
Luka-luka di tubuh Ratu sangat mengerikan. Baju zirah level darah suci yang diberikan Han Sen padanya sudah compang-camping berantakan di sana-sini seperti potongan besi tua yang menggantung di tubuhnya.
Pakaian dalamnya sudah lama terkoyak, memperlihatkan sebagian besar kulitnya. Tapi sama sekali tidak menimbulkan khayalan apapun.
Bekas luka saling silang memenuhi tubuhnya. Ada bekas luka yang hanya menyisakan garis hitam samar, ada yang sudah berkeropeng, ada pula yang seperti daging terkoyak hingga tulang putih yang mengerikan terlihat. Bekas luka lama dan baru saling bertautan, membuat hampir tidak ada bagian tubuhnya yang utuh. Terutama luka besar di perutnya, organ dalamnya mulai terlihat seolah akan keluar, sungguh pemandangan yang sangat mengerikan.
"Wanita ini benar-benar bertarung mati-matian." Han Sen menggelengkan kepala halus. Dirinya yang selama ini menganggap dirinya gigih, ternyata tidak ada artinya dibandingkan Ratu.
Memancarkan cahaya suci penyembuhan yang jatuh di tubuh Ratu, namun efeknya tidak terlalu signifikan. Konstitusi fisik Ratu sebenarnya sudah cukup baik, namun cahaya sucinya masih meniru kekuatan Badak Suci dulu, hanya efektif untuk luka ringan. Untuk luka berat seperti ini, efeknya sangat buruk.
"Tidak bisa berbuat apa-apa, kamu harus bersabar." Han Sen juga tidak punya cara lain, terpaksa meniru kekuatan petir Si Perak Kecil, mengarahkan kilat perak ke tubuh Ratu.
"Hm!"
Tubuh Ratu yang pingsan mulai berdenyut-denyut oleh kilat perak. Seluruh raganya terbungkus cahaya elektrik keperakan, kesakitan hingga langsung tersadar. Badannya terus berkedut tak terkendali, namun yang mengejutkan dia sama sekali tidak menjerit. Hanya menggigit giginya hingga berbunyi "krek", mengeluarkan erangan kesakitan yang tertekan.
"Tahan! Petir ini memiliki kemampuan penyembuhan. Hanya dengan cara seperti ini lukamu bisa pulih." Kilat di tangan Han Sen terus menyambar tanpa henti, serangan Amuk yang terus-menerus menghujam tubuh Ratu.
Barang rongsokan baju zirah yang hangus terbakar listrik atau jatuh, menampakkan tubuh yang penuh luka besar di bawah sengatan petir perak. Luka-luka itu mulai sembuh dengan cepat dalam kilatan listrik.
Sang Ratu adalah wanita paling tabah yang pernah Han Sen temui. Dulu saat Han Sen terluka dan diobati oleh Si Perak Kecil walau cuma sekali dua kali, bahkan dia sendiri sampai menjerit keras. Tapi dari awal sampai akhir, Sang Ratu hanya mengeluarkan beberapa erangan kesakitan.
Luka biasa sembuh seketika di bawah petir perak. Tapi luka di perut Sang Ratu yang parah itu membutuhkan sengatan listrik kontinu untuk perlahan pulih.
Selama satu jam sengatan listrik terus-menerus, Han Sen sampai ikut merasakan sakitnya. Namun dengan gemilang Sang Ratu bertahan melewati semuanya.
"Cukup. Luka yang tersisa bisa diobati dengan cairan penyembuhan di Alliance. Setelah beberapa hari pasti pulih." Han Sen menghentikan perawatan saat luka sudah tak membahayakan, membiarkan Sang Ratu berteleportasi kembali ke markas untuk perawatan lanjutan.
“Lanjutkan, sembuhkan luka di tubuhku.” Gigi sang Ratu gemetar, namun nada bicaranya tetap tegas tak tergoyahkan.
“Diobati di Alliance juga sama saja.” Han Sen berkata.
“Dengan begini lebih cepat, lanjutkan.” Sang Ratu berkata dengan tenang.
Melihat wajah tenang sang Ratu, Han Sen menggelengkan kepala dengan pasrah. Sebuah kekuatan petir kembali menghujam tubuhnya.
Setengah jam kemudian, luka-luka di tubuh sang Ratu akhirnya pulih seluruhnya. Bekas luka telah terkelupas, hanya menyisakan jejak merah muda yang saling bersilangan.
Sang Ratu memanggil zirah roh binatang dan mengenakannya, lalu menatap Han Sen: “Ragamu sudah pulih?”
“Hampir. Masih ada sedikit masalah, tapi sudah tidak berpengaruh besar.” Han Sen memang tidak berniat menyembunyikan hal ini dari sang Ratu, apalagi setelah menunjukkan kekuatannya tadi.
Sang Ratu mengangguk pelan, lalu berbalik hendak meninggalkan perlindungan. Terlihat ia akan kembali melanjutkan perburuan.
Han Sen segera memanggil Ratu: "Jangan buru-buru pergi, aku ada urusan yang perlu dibicarakan denganmu."
Ratu menghentikan langkahnya, berbalik menatap Han Sen seolah menanti perkataannya.
"Sekarang kondisi ragaku sudah hampir pulih. Aku berencana meninggalkan Tanah Gurun ini dan kembali ke tempat perlindungan lamaku. Maukah kau ikut?" ujar Han Sen.
Ratu mengangguk pelan: "Baik."
Han Sen yang semula mengira perlu memberikan penjelasan panjang lebar malah terkejut dengan kesigapan jawaban Ratu, membuat semua alasan yang telah dipersiapkannya menjadi sia-sia.
Setelah membersihkan kerongkongan, Han Sen bertanya lagi: "Luka-luka di tubuhmu itu dapat darimana?"
Ratu menjawab: "Di sebuah bangunan perlindungan rusak di sebelah barat wilayah tandus. Aku hendak menggunakan teleportasi di sana untuk kembali ke Alliance, tapi baru saja masuk langsung diserang sekelompok makhluk mutan."
Setelah mendengar penjelasan detail dari Ratu, raut kontemplasi muncul di wajah Han Sen.
Ratu sangat mati-matian. Meski belum lama di Perlindungan Ketiga, gennya sudah meningkat cukup banyak. Ditambah bantuan roh binatang dari Han Sen, bahkan jika bertemu Makhluk Darah Ilahi pun dia punya modal kabur.
Sekelompok makhluk mutan bisa melukainya sedemikian parah, pasti ada makhluk darah suci di antara mereka.
Tapi menurut penjelasan ratu, dia baru saja menyentuh kawanan makhluk itu lalu kabur kembali. Seekor makhluk darah suci malah mengejarnya keluar, nyaris merenggut nyawanya. Ini benar-benar mengerikan.
Jika bukan karena hoki alami ratu yang langsung bertemu raja dalam kawanan makhluk mutan itu, sangat mungkin ada makhluk tingkat dewa di antara mereka.
"Ayo, bawa aku ke perlindungan itu!" Han Sen menarik tangan ratu keluar. Jika ada Makhluk Dewa Super di Tanah Gurun, itu akan sempurna - dia sedang kesulitan mencari makhluk dewa super.
Bao'er melihat Han Sen pergi ke perlindungan, langsung merangkak cepat mendekat dan memanjat ke punggung Han Sen, bersemangat melirik ke sekeliling.
Han Sen sudah terlalu lama berada di sini, Bao'er tampak mulai bosan dan sangat ingin keluar.
Sang Ratu membawa Han Sen ke barat Tanah Gurun, setelah berjalan setengah jam lebih, mereka melihat mayat makhluk mutan.
Makhluk itu sebesar serigala dewasa, seluruh tubuhnya tertutup cangkang ungu kemerahan, penampilannya mirip belalang sembah dengan dua capit seperti sabit yang bagian dalamnya dipenuhi duri bergerigi.
"Makhluk macam inikah?" tanya Han Sen sambil mengamati tubuh makhluk yang tertembus, jelas dibunuh oleh sang Ratu.
Sang Ratu mengangguk: "Belalang Darah Sihir, makhluk purba. Aku hanya membunuh satu yang bermutasi."
Kedua orang itu melanjutkan perjalanan ke depan. Sepanjang jalan, mereka sesekali melihat mayat Belalang Sembah Darah Sihir. Hanya yang dibunuh Ratu saja sudah mencapai 20 hingga 30 ekor, menunjukkan betapa sengitnya pertempuran saat itu.
Dengan kecepatan Golden Roar, mereka hanya membutuhkan dua jam perjalanan untuk mencapai tempat perlindungan yang disebutkan Ratu.
Sama seperti tempat perlindungan lain di Tanah Gurun, tempat perlindungan itu terlihat sangat lapuk. Jelas tidak ada makhluk roh yang menguasai atau merawatnya.
Hanya saja di sini tidak terlihat Belalang Sembah Darah Sihir yang disebutkan Ratu. Sepertinya mereka semua telah mundur ke dalam tempat perlindungan.
"Kamu tunggu di sini, aku akan masuk melihat." Kata Han Sen.
"Aku ikut denganmu." Namun Ratu mengikuti dan naik bersamanya.
"Baiklah." Han Sen mengangguk, langsung memanggil Ksatria Pemberontak dan menyuruhnya membuka jalan di depan.
