Cangkang-cangkang yang rusak ini terlihat sangat aneh, seolah-olah lapisan logam itu dicabik dengan paksa. Jelas sekali ini bukan bekas luka senjata biasa.
Seluruh sarang makhluk mutan ini dipenuhi cangkang yang hancur berkeping-keping, bahkan tidak ada satu pun makhluk mutan hidup yang tersisa.
Setelah berjalan hingga ke bagian terdalam sarang makhluk mutan, tetap tidak menemui satu makhluk hidup pun. Telur makhluk mutan memang sudah tidak ada lagi.
"Sebenarnya siapa yang lebih dulu membunuh makhluk mutan di sini dan menghancurkan telurnya? Apakah manusia atau makhluk roh?" Han Sen mengerutkan kening diam-diam.
Sekarang semua pikiran sudah percuma. Han Sen baru saja ingin meninggalkan sarang makhluk mutan, tiba-tiba hatinya berdebar kencang. Perasaan ancaman krisis yang kuat muncul, dingin menggigil mengaliri tulang punggungnya.
Han Sen berputar cepat sambil menghantamkan tinju. "Kres!" Duri baja zirah di kepalannya bertabrakan dengan cakar hijau tua. Kekuatan dahsyat menerjang, seketika melontarkan Han Sen hingga menghancurkan beberapa rumah sarang makhluk mutan.
Ksatria Pemberontak langsung menyambut, Han Sen memaksakan diri menahan darah dan amarah yang bergolak di dadanya sambil merangkak keluar dari reruntuhan rumah sarang.
Terlihat sedang bertarung dengan Ksatria Pemberontak adalah seekor laba-laba besar berwarna hijau tua mengkilap seperti logam. Laba-laba itu sebesar rumah, dengan cakar yang dipenuhi bulu halus hijau tua seperti sikat baja.
Ksatria Pemberontak menghantamkan tinju, namun tiba-tiba laba-laba besar itu menyemburkan benang putih dari mulutnya yang langsung menempel pada kepalan sang ksatria.
Kekuatan Ksatria Pemberontak sangat tangguh, tapi benang itu elastis dan lengket. Sang ksatria menarik benang itu sekuat tenaga, membuatnya melar seperti karet gelang namun tak putus.
Justru jaring laba-laba kembali menempel di tangan Ksatria Pemberontak. Laba-laba besar hijau tua terus-menerus menyemburkan jaring dari mulutnya. Meski tenaga Ksatria Pemberontak sangat kasar, tetap tak ada yang bisa dilakukan terhadap jaring lengket dan elastis itu.
Dengan cepat seluruh tubuh Ksatria Pemberontak dipenuhi jaring. Berapa pun ditarik, jaring itu tak terputus. Geraknya sangat terhambat.
Dor!
Cakar logam laba-laba itu menusuk tubuh Ksatria Pemberontak. Goresan dalam tertinggal di baju zirahnya. Meski tak menembus, bekasnya sudah sangat menakutkan.
Yang lebih penting, Ksatria Pemberontak terjebak jaring laba-laba sehingga tak bisa menunjukkan kemampuan diri. Posisinya inferior, terus ditusuk dan dirobek cakar laba-laba. Luka di baju zirahnya semakin banyak, mengeluarkan suara gesekan creek creek yang menusuk telinga.
Han Sen sekarang akhirnya tahu apa yang terjadi dengan cangkang-cangkang itu. Berbeda dengan hipotesisnya sebelumnya, makhluk mutan di sini tidak dibunuh oleh manusia atau makhluk roh, melainkan dibunuh oleh laba-laba besar ini.
Cangkang-cangkang itu ditembus dan dirobek oleh cakar laba-laba besar, mungkin daging dan darah di dalamnya juga sudah dihabisi olehnya.
"Laba-laba ini seharusnya adalah makhluk suci level tinggi yang menetas dari telur makhluk mutan? Sifatnya memang ganas sekali, bahkan makhluk mutan yang lahir dalam sarang yang sama pun ditelannya." Han Sen melihat Ksatria Pemberontak berada di posisi inferior, hatinya tidak panik malah senang.
Telur makhluk mutan tidak dihancurkan orang lain, malah menetas menjadi makhluk suci level tinggi. Tidak ada 'Keberuntungan' yang lebih besar dari ini.
Melihat Ksatria Pemberontak hanya bisa diam menerima serangan, Han Sen langsung memanggil Roh Binatang Burung Matahari, bertransformasi menjadi Tiga Cakar Burung Matahari. Dengan menggunakan Sutra Saraf Darah dan Nyawa, ia membuka sembilan gembok gen. Api darah menyala-nyala dari tubuhnya saat ia terbang menyongsong laba-laba raksasa.
Laba-laba besar menjerit dan menyemburkan jaring ke arah Han Sen. Sayangnya, begitu jaring itu menyentuh api darah, langsung terbakar menjadi abu sebelum sempat menyentuh tubuhnya.
Cakar Han Sen menyambar punggung laba-laba raksasa, menyobek cangkangnya hingga menganga. Darah hijau tua segera mengalir deras dari luka itu.
Semburan api darah keluar dari mulutnya, namun bukan ke arah laba-laba raksasa, melainkan ditujukan kepada Ksatria Pemberontak.
Jaring yang menempel pada tubuh Ksatria Pemberontak langsung hangus terbakar api darah. Seketika itu juga, sang ksatria mendapatkan kembali kebebasannya.
Han Sen dan Ksatria Pemberontak bertindak menyerang laba-laba besar. Kemampuan sutra laba-laba itu ternyata langsung terkalahkan oleh api darah, ditambah efek pelemahan dari Aura Pemberontak. Bukan tandingan Han Sen, tubuhnya terus-menerus terluka oleh cakar Jinwu.
Di dalam sarang makhluk mutan ini, laba-laba besar bahkan tidak punya jalan kabur. Setelah pintu keluar disejat oleh Ksatria Pemberontak, tak sampai satu jam kepalanya sudah hancur diterkam Han Sen.
"Pemburuan Makhluk Dewa Super Raja Laba-Laba Kejam selesai. Tidak memperoleh roh binatang. Daging tidak dapat dikonsumsi. Dapat mengumpulkan Esensi Gen Kehidupan. Penyerapannya bisa menambah 0 hingga 10 point Super Gen Tuhan secara acak."
Meski tidak mendapat roh binatang, Han Sen sudah sangat gembira. Awalnya mengira akan gagal total, ternyata malah bisa merebut sebutir Esensi Gen Kehidupan. Ini sudah melebihi dugaan awalnya.
Anehnya, setelah tubuh Raja Laba-laba Kejam terurai, di dalam tubuhnya selain esensi gen kehidupan berwarna hitam-hijau, ternyata ada benda lain yang jatuh.
Han Sen langsung ternganga melihat benda itu—sebuah plakat logam bergambar Kucing Darah Sembilan Nyawa terukir di permukaannya.
Plakat logam itu hanya sebesar telapak tangan, seluruh permukaannya merah darah. Bagian depan terdapat pola Kucing Darah Sembilan Nyawa yang saling terhubung ujung ke pangkal, sementara bagian belakang terukir angka tujuh dalam aksara kuno.
Han Sen memungut plakat logam itu dan mengamatinya dari berbagai sudut, namun tak menemukan keanehan apa pun. Entah mengapa benda ini bisa ada di dalam perut laba-laba, akhirnya ia menyimpan plakat itu sementara.
Setelah mengambil esensi gen kehidupan yang ditinggalkan laba-laba kejam, Han Sen berputar mengelilingi sarang untuk memastikan tak ada lagi makhluk hidup atau penemuan lain, baru kemudian meninggalkan sarang makhluk mutan itu.
Setelah Han Sen kembali ke Tempat Perlindungan Sarang Serangga, dia kembali bertanya pada Kakek tentang situasi di sekitar.
Jawaban yang didapat malah membuatnya kecewa. Di dalam Hutan Serangga tidak ada makhluk mutan yang sangat kuat, area paling mengerikan hanyalah sarang makhluk mutan itu.
"Selain hutan duri dan area perairan itu, apakah tidak ada tempat aneh lain di sini?" tanya Han Sen belum menyerah.
Han Sen juga tidak berani mendekati area perairan. Saat Raja Ikan melewati area itu sebelumnya, dia melihat banyak makhluk mutan mengerikan mengalah dan menghindar. Bahkan makhluk-makhluk itu saja belum bisa diatasi Han Sen saat ini, jadi dia tidak akan berburu di sana untuk menghindari kemarahan massal.
Hutan duri semakin dipenuhi misteri. Tanpa Tempat Perlindungan Bawah Tanah sebagai andalan, Han Sen tidak berani menjelajah sembarangan. Untuk sementara dia belum menemukan lokasi berburu Makhluk Dewa Super.
“Kalau bicara tempat aneh, di Hutan Serangga ini memang ada satu lokasi.” Kakek Serangga merenung sejenak.
“Di mana?” Han Sen langsung bersemangat, matanya menatap tajam sambil mendesak.
Kakek Serangga mengingat-ingat sebelum berkata: "Di perbatasan Hutan Serangga dan hutan duri ada tiga bukit batu kecil, tingginya hanya sekitar 400-500 meter. Tiga bukit ini membentuk formasi segitiga, mengelilingi sebuah lembah. Area ini subur dengan tumbuhan, bahkan di hutan duri pun semak duri tumbuh lebat. Tapi di lembah itu sama sekali tandus, bahkan duri pun tak bisa tumbuh. Makhluk mutan yang masuk tak pernah terlihat keluar lagi. Dan setiap beberapa waktu, suara tangisan bayi bisa terdengar dari lembah itu, sungguh mengerikan."
Dia melanjutkan: "Sudah bertahun-tahun aku di Hutan Serangga, tak pernah berani masuk ke lembah itu. Isinya masih misteri, tapi jelas bukan tempat baik. Dengarlah saja, jangan pernah mendekati sana."
Han Sen mengiyakan dengan mulut, tapi di hatinya justru berpikir: "Bukan tempat baik? Justru itu yang kucari. Tempat tidak berbahaya malah tidak kumau."
Setelah memastikan lokasi lembah, Han Sen bilang itu untuk menghindari tidak sengaja masuk. Padahal, dia sudah berniat menyelidiki lembah itu. Siapa tahu ada Makhluk Dewa Super di dalamnya.
