Han Sen memalingkan pandangan ke dalam Pintu Suci. Di balik api transparan itu, siluet cahaya bayangan sudah berlutut setengah. Aura dan not musiknya nyaris tak terdeteksi. Meski masih meronta-ronta, semua yang melihat tahu: Xiangyin mungkin tidak akan mampu melangkahkan kaki terakhir itu.
“Kamu kalah, dan kalahnya sangat memilukan, tidak ada kesempatan apapun untuk comeback, hanya bisa menontonnya mati. Sedangkan aku berbeda, meski kali ini tidak menang, masih ada banyak kesempatan. Aku punya banyak waktu untuk perlahan-lahan bermain denganmu... Haha...” Yasha berkata sambil tertawa gila-gilaan seolah sangat gembira.
“Bagaimana kau tahu aku hanya bisa menontonnya mati?” Han Sen berkata dengan tenang tanpa ekspresi.
Yasha meludahkan darah dari mulutnya dengan ekspresi merendahkan: “Kamu cuma sedikit lebih kuat secara fisik dibandingku. Sama-sama burung lemah yang baru membuka sembilan kunci gen, kamu juga tidak punya kemampuan untuk masuk ke Gerbang Suci menyelamatkannya.”
“Untuk menyelamatkannya, apa perlu masuk Gerbang Suci?” Han Sen sambil mengeluarkan sebuah benda dari bajunya - alat musik oval berbentuk tulang yang sebelumnya diberikan Xiang Yin kepadanya, yaitu bone xun.
"Apa gunanya kamu membawa Henghu Xun? Apa mungkin kamu masih bisa memainkan Nada Gandarwa?" Yasha kembali meludahkan darah dengan ekspresi penuh cibir.
"Kenapa tidak bisa?" Han Sen meletakkan seruling tulang di mulutnya, meniupkan sinar suci putih menyala-nyala ke dalam instrumen itu. Jari-jarinya menari-nari di atas lubang-lubangnya, mengeluarkan alunan not musik yang mengalir seperti sungai kecil menuju pintu suci.
Tenaga seasal ini mengalir tanpa terhalang ke sisi Xiangyin, langsung membanjiri tubuhnya.
"Bagaimana mungkin?!" Xiangyin merasakan gelombang tenaga seasal memenuhi tubuhnya. Meski jauh lebih lemah dari kekuatannya sendiri, energi ini memberikan dukungan vital di saat kritis, membuatnya girang bercampur takjub hingga hampir-hampir tidak percaya dengan kejadian yang sedang berlangsung.
Dia hanya kurang tenaga sebesar garis tengah untuk menginjak tingkat kesepuluh, melihat dirinya hampir terjebak mati di peringkat kesembilan. Kini dengan bantuan kecil tenaga sejenis ini, langsung muncul harapan untuk bertarung lagi dengan langit.
Aroma wangi dari tubuh Xiangyin bergemuruh bersama not-not, meletuskan potensi kehidupan terakhir dan seluruh tenaga. Dengan bantuan kecil tenaga not Han Sen, dia perlahan berdiri di tengah kobaran api, kedua kakinya gemetaran seolah ingin melangkahkan langkah terakhir itu.
"Tidak mungkin... Ini tidak mungkin... Dia hanya meniupkan sekali untukmu... Bagaimana mungkin kamu bisa belajar Nada Gandharva... Ini tidak mungkin... Ti... dak... mung... kin..." Yasha berteriak pilu, matanya membelalak tak percaya ke arah Xiangyin di dalam Pintu Suci.
Dalam alunan seruling tulang yang mengharu-biru, tubuh Xiangyin sedikit condong ke depan di tengah api, not-not di tubuhnya memancarkan bagian musik yang membangkitkan semangat, seolah siap melangkahkan kaki terakhir.
"Tidak akan... Tidak... Yang seharusnya bisa melangkah itu harusnya aku... Ti... dak... akan..."
Di bawah tatapan mata Yasha yang sudah mulai menunjukkan kegilaan, Xiang Yin gemetar melangkahkan langkah terakhirnya menuju dunia Kekacauan yang penuh kabut.
Mata Yasha semakin membelalak, seakan tak bisa menerima segala yang akan disaksikannya.
Boom!
Tangga batu kesepuluh muncul begitu saja. Saat tubuh gemetar Xiang Yin menginjaknya, api transparan meletus bagai gunung berapi, langsung menelan seluruh raganya.
Cahaya yang menyilaukan itu membuat orang tak bisa menatap langsung. Baru setelah kilauannya mulai meredup, Han Sen melihat tubuh Xiang Yin dalam kobaran api—seperti mengalami transformasi total. Kulit sehalus giok dan tulang sejernih es, diselimuti kabut yang berputar-putar. Seluruh dirinya memancarkan aura sucin yang tak terucapkan, persis bidadari terbang yang kecantikannya melampaui segala deskripsi.
Han Sen terpana memandang, Xiangyin berdiri di sana seolah ingin mengatakan sesuatu padanya, namun Han Sen hanya melihat bibirnya bergerak tanpa mendengar secuil suara pun.
Sementara Pintu Batu perlahan menutup, Han Sen hanya melihat Xiangyin terus mengulangi satu kalimat. Dari gerakan bibirnya, sepertinya dia berkata: "Aku menunggumu di Perlindungan Keempat."
Setelah diulang berkali-kali, Han Sen tetap tak yakin apakah itu maksudnya. Sampai akhirnya Xiangyin menunjuk ke seruling tulang di tangannya, ingin menjelaskan namun tak sempat.
Boom!
Pintu Batu terkunci, memisahkan Han Sen dengan kecantikan yang luar biasa itu ke dua dunia berbeda. Di hatinya tersimpan penyesalan, sudah susah-payah menjadi pahlawan penyelamat, tapi tak sempat mendengar ucapan terima kasih, hanya membaca gerakan bibir belaka.
Tapi Han Sen sekarang tidak punya mood untuk memikirkan itu. Dengan kasar mengangkat Yasha, menariknya ke depan, sambil memicingkan mata melihatnya: "Barusan kamu bilang masih punya banyak kesempatan ya? Sekarang kuberi tahu, kamu sudah tidak punya kesempatan lagi. Sekali kuhabisi, berarti selamanya akan kukejar. Kedepannya setiap ketemu, pasti kubunuh. Rawat baik-baik Batu Jiwamu, jangan sampai kutau di mana. Kalau tidak..."
Han Sen tidak melanjutkan. Di bawah pandangan terkejut Yasha, satu pukulan menghancurkan kepalanya. Mayat itu dibuang begitu saja sementara ia terbang menjauh, meninggalkan para makhluk mutan yang masih terpaku di tempat.
Mayat Yasha berubah menjadi cahaya dan menghilang, kembali ke Batu Jiwa. Setelah terlahir kembali, kebenciannya pada Han Sen membara. Tapi tanpa sadar, ingatannya kembali pada kata-kata terakhir yang diucapkan Han Sen padanya.
“Beberapa ancaman kasar memang biasa, tapi yang utama adalah kepercayaan diri dan nada bicara Han Sen. Seolah-olah begitu dia mengalahkanmu sekali, kamu takkan pernah bisa jadi lawannya selamanya. Ini membuat Yasha merasa sangat tidak senang.”
“Aku akan membuatmu menyesal!” Yasha meraung panjang, meninggalkan perlindungan dan langsung menerjang keluar, seolah sudah memiliki keputusan di hati.
Setelah kabur dari ruang bawah tanah, Han Sen segera membatalkan status Super Di Ling. Raga nyaris tak sanggup menahan beban.
Han Sen merasa raganya seperti terkuras habis, bahkan berjalan pun tak ada tenaga. Terpaksa memanggil Golden Roar untuk membawanya keluar.
Tak berapa lama, Han Sen melihat Dinosaurus Biru dan ratu. Sang ratu jelas terlihat menghela napas lega melihat Han Sen kembali.
“Syukurlah kamu baik-baik saja. Ayo kita kembali ke perlindungan dulu.” Sang ratu memapah Han Sen sambil berkata.
“Kembali? Tentu tidak mungkin pulang begitu saja. Brengsek-brengsek itu ternyata bersatu menjebak saya. Jika balas dendam ini tidak kulakukan, aku rela ikut marga mereka!” Han Sen teringat bagaimana makhluk super seperti Raja Tikus Batu membuatnya terpuruk, rasa kesalnya memuncak.
Dalam hati, Han Sen telah mencatat semua nama mereka di daftar hitamnya. Mereka harus dibunuh sampai habis.
“Bajingan-bajingan itu cuma kumpulan amatiran, tidak perlu ditakuti. Kita istirahat di sini dulu. Setelah kekuatanku pulih, kita serbu kembali dan bantai satu per satu untuk diambil dagingnya!” ujar Han Sen dengan geram.
Benar saja, Han Sen langsung mendirikan kemah di luar. Ia menunggu pemulihan fisiknya sambil mempersiapkan pembalasan: membunuh Raja Tikus Batu dan kawanannya untuk mengambil Esensi Gen Kehidupan, sekalian melampiaskan amarahnya.
Tidak sampai beberapa hari, kondisi tubuh Han Sen sudah hampir pulih sepenuhnya. Dia membawa Dinosaurus Biru dan kembali memasuki dunia bawah tanah.
