Setelah tiba di sekitar danau besar, Han Sen berdiri di puncak sebuah gunung dan menemukan gelembung padat muncul di pusat danau yang langsung meledak saat terkena udara, persis seperti suara ledakan gas minuman berkarbonasi.
"Apakah Makhluk Dewa Super di dasar danau akan keluar?" gumam Han Sen sambil mengawasi ketat gelembung-gelembung di tengah danau, membuat hipotesis diam-diam.
Energi vital di bawah danau masih sangat kuat, namun selain gelembung-gelembung ini, tidak terlihat Bayangan makhluk mutan muncul.
Setelah beberapa saat, Han Sen menyadari gelembung itu semakin banyak dan cakupannya meluas. Tak lama kemudian, lebih dari separuh permukaan danau dipenuhi gelembung padat, membuat seluruh danau terlihat seperti panci air mendidih yang mengerikan.
“Aneh, apa sebenarnya yang ingin dilakukan makhluk dewa super di dasar danau sampai membuat keributan sebesar ini?” Han Sen memandangi danau raksasa itu dengan kebingungan di hati.
Tiba-tiba, Han Sen merasakan sebongkah batuan setinggi dua-tiga zhang di tepi danau bergerak. Dalam aura Dongxuan-nya, gerakan itu terlihat sangat jelas.
Han Sen memusatkan pandangannya, dan benar saja batu besar itu perlahan bergeser. Bagian bawahnya seolah memiliki roda, secara mengejutkan meluncur menuju tepi danau.
Han Sen tertegun mengamati batuan tersebut. Itu jelas-jelas bongkahan batu besar, bagaimana mungkin bisa bergerak sendiri tanpa sebab? Lagipula tak terlihat makhluk hidup lain di sekitarnya.
Batuan itu terus merayap mendekati tepi danau. Dengan kecepatan yang tidak terlalu tinggi, setelah belasan menit akhirnya berpindah hingga hanya berjarak dua meter dari danau, lalu berhenti di sana.
Han Sen mengamati dengan seksama jalur yang dilalui batu itu. Anehnya, tak ada jejak pergerakan sama sekali yang tertinggal.
Batu itu tingginya dua hingga tiga zhang, panjang empat hingga lima zhang, dan lebar sekitar dua hingga tiga zhang. Beratnya sangat mencengangkan. Batu sebesar gunung kecil yang bergerak ini sama sekali tidak meninggalkan jejak, seolah mengambang di udara.
Saat Han Sen masih bingung, tiba-tiba terlihat lubang berdiameter sekitar satu meter muncul di permukaan batu tersebut.
Lubang itu benar-benar muncul tiba-tiba tanpa adanya pintu batu atau reruntuhan yang berserakan. Seolah-olah sebagian batu itu tiba-tiba menghilang.
Tak lama kemudian, Han Sen melihat sesuatu keluar dari lubang batu itu.
Seekor kodok raksasa sebesar tempayan muncul. Seluruh tubuhnya merah menyala seperti darah. Anehnya, kodok ini tidak memiliki kelenjar racun, melainkan ditutupi sisik-sisik.
Di atas kepala kodok itu terdapat mahkota mirip guci tembikar. Penampilannya seperti kodok yang sedang mengangkut guci ke tepi sungai, terlihat sangat mengerikan.
“Apa yang ingin dilakukan kodok itu? Jangan-jangan dia ingin pergi ke tepi sungai untuk mengambil air?” Pikir Han Sen sambil kembali memandang batuan di tepi sungai, dan menemukan bahwa celah itu entah bagaimana telah menghilang tanpa disadari.
“Pasti ada keanehan di sini.” Han Sen menyelinap di samping sambil mengawasi ketat, mencoba memahami apa sebenarnya tujuan kodok tersebut.
Aura yang dipancarkan kodok itu sangat mengerikan, bahkan tanpa melihat pun jelas ini adalah Makhluk Dewa Super. Baru setelah binatang itu merangkak hingga ke tepi danau, "guci darah" di atas kepalanya tiba-tiba terbuka menyisakan celah tipis.
Han Sen melirik ke dalam celah itu, dan langsung kulit kepalanya bergidik - sepasang mata berwarna darah yang penuh aura jahat dan dingin menyala terlihat menempel di celah, seolah sedang mengawasinya dengan tajam.
Namun Han Sen segera sadar. Dengan mengenakan Jubah Malam, seharusnya mata-mata di dalam itu tidak bisa melihat keberadaannya.
Tutup guci merah darah di atasnya perlahan terangkat oleh sesuatu, sepasang mata jahat yang dingin itu semakin jelas terlihat. Lalu, terlihat kepala ular tulang putih berbentuk segitiga menyelinap keluar dari dalam guci.
Han Sen tertegun seperti patung. Meski benda itu terlihat seperti guci biasa, tapi itu benar-benar bagian tubuh yang menempel di kepala kodok. Bagaimana mungkin ada kepala ular tulang putih yang keluar dari dalamnya?
Kepala ular itu hanya tersisa tulang putih, tak ada secuil daging atau darah. Tidak seperti ular biasa yang bisa menjulurkan lidah bercabang, hanya Taring Beracun yang berkilauan dengan cahaya dingin yang mengerikan. Rongga matanya tidak kosong, terlihat merah darah yang memancarkan kejahatan terselubung dan kekejaman.
Setelah kepala ular keluar, tubuh yang menyusul keluar juga terdiri dari tulang putih yang tersusun ruas-ruas. Pemandangan ini membuat Han Sen mengerutkan kening diam-diam.
Kepala ular yang satu ini hampir sama besar dengan guci itu. Namun bagian tubuh ular tulang putih yang menyusul keluar tidak kalah kecilnya, malah semakin ke belakang semakin membesar. Ketika seluruh ular tulang putih itu keluar, panjang tubuhnya telah melebihi tiga meter. Sungguh sulit dibayangkan, bagaimana guci kecil itu bisa menyimpan ular tulang putih sebesar ini.
Setelah keluar, ular tulang putih itu mengelilingi kodok berwarna darah sebanyak dua putaran. Kodok tersebut mengeluarkan dua kali suara panggilan ke arah ular itu. Seketika ular tulang putih mulai merangkak mendekati danau.
Tubuhnya meliuk-liuk masuk ke dalam air danau, berenang di antara gelembung-gelembung air menuju pusat danau.
Gelembung air yang padat di permukaan danau sama sekali tidak berbahaya. Ular tulang putih yang berenang di antara gelembung-gelembung itu pun tidak mengalami kerusakan sedikit pun.
Kodok itu memekik beberapa kali ke arah danau, seolah-olah sedang mengarahkan ular tulang putih itu untuk maju. Tak lama kemudian, ular tulang putih itu telah berenang sampai ke area pusat danau raksasa, lalu menyelam ke dalam. Tampaknya ia telah masuk ke kedalaman.
"Sepertinya ular tulang putih itu dikirim sebagai pengintai. Kodok juga ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di danau. Apakah ini keinginannya sendiri, atau ada orang lain di balik ini?" Han Sen menatap batu besar di tepi sungai sambil termenung.
Tiba-tiba, suara letusan gelembung dari danau semakin keras. Han Sen buru-buru memandang ke arah pusat danau, di mana ombak bergulung-gulung dan gelembung air menyembur dalam jumlah besar.
Hanya dalam sekejap, gelombang di tengah danau tiba-tiba mereda. Kenaikan gelembung pun kembali ke tingkat normal.
"Haa!"
Kodok itu langsung menyemburkan darah dari mulutnya, tubuhnya tiba-tiba menjadi lesu, matanya memancarkan ketakutan sambil mundur perlahan ke arah danau raksasa dengan wajah pucat.
Setelah mundur beberapa langkah, kodok berusaha lari ke arah batu. Tepat saat berbalik, bayangan hitam menyembul dari danau raksasa seperti ular raksasa, melilit tubuh kodok besar itu dan menariknya dengan kasar ke tengah danau.
Kilau merah darah menyala-nyala di tubuh kodok yang mati-matian berusaha melepaskan diri. Cakarnya mencengkeram tanah berbatu dengan sekuat tenaga, namun bayangan hitam yang melilitnya memiliki kekuatan yang mengerikan.
Cakar kodok menggaruk tanah berbatu hingga membentuk parit dalam, tapi tetap saja tubuhnya terseret masuk ke dalam air danau.
Seperti perahu cepat yang meninggalkan riak putih di permukaan air, kodok itu menciptakan aliran putih di danau sebelum akhirnya terseret ke kedalaman gelap.
Lalu terlihat ombak bergelora di permukaan danau, tiba-tiba kembali tenang sejenak kemudian. Percikan darah menyembur deras, mewarnai sebagian besar air danau menjadi merah.
Han Sen tercekat dalam hati. Kodok Berdarah itu toh adalah Makhluk Dewa Super, tapi ternyata nafasnya habis dalam sekejap. Entah makhluk apa yang ada di dasar danau itu, bisa dengan mudah memburu makhluk suci level tertinggi.
