Di dahi Raja Ikan tertanam benda hijau giok berbentuk seperti buah pinus. Separuh bagian "buah pinus" itu sudah terbenam ke dalam tulangnya, sisa bagian yang mencuat keluar berkedip-kedip memancarkan cahaya hijau zamrud. Dari kejauhan terlihat seperti Raja Ikan memiliki mata vertikal hijau mengerikan di dahinya.
Seiring kedipan kelenjar pineal yang berirama, raga Raja Ikan pun bergetar-gemetar tak terkendali, seolah terserang ayan kambuhan.
Luka di tubuhnya terlihat tidak parah, namun badannya terus terpuruk ke dasar, mirip orang yang kehilangan kesadaran.
"Apakah barang yang menyembur dari Buah Biluo itu? Pasti itu penyebab Raja Ikan tak sadarkan diri!" Dengan konsentrasi penuh, Han Sen menggenggam Pedang Tai A dan berenang mendekati sang Raja Ikan.
Raja Ikan hanya bisa terus berkedut, sama sekali tidak mampu bergerak sendiri. Han Sen dengan cepat mendekati Raja Ikan, pedang Tai A di tangannya ditusukkan dengan keras ke arah badan pineal hijau zamrud itu.
Dang!
Ujung pedang Tai A menghantam badan pineal, ternyata mengeluarkan suara gedebuk teredam, sama sekali tidak bisa melukainya sedikit pun.
Han Sen menusukkan pedangnya berkali-kali, tetap saja tidak bisa merusak badan pineal. Benda itu kerasnya benar-benar luar biasa.
"Kalau menusuk tidak mempan, lebih baik kugali kau keluar." Han Sen memegang pedang Tai A dengan kedua tangan, Sutra Darah dan Nyawa-nya membuka sembilan gembok gen. Tenaga berwarna darah menyebar ke seluruh pedang Tai A, membuatnya berubah menjadi merah darah.
Mengikuti tepian badan pineal, Han Sen menebaskan pedangnya dengan dahsyat. Seketika tulang Raja Ikan terkikis membentuk celah tipis.
Tubuh Raja Ikan hanya gemetar sebentar, terlihat rasa sakit sudah sulit membuatnya bereaksi besar.
Tapi ini justru sesuai dengan keinginan Han Sen, daripada Raja Ikan meronta-ronta yang malah akan lebih merepotkan.
Setelah sedikit menarik pedang Tai A, Han Sen langsung melihat di bagian yang menghubungkan tengkorak Raja Ikan dengan kelenjar pineal, terdapat banyak benang-benang halus putih yang saling terhubung, agak mirip saraf, seolah kelenjar pineal sudah menjadi bagian dari Raja Ikan.
Dengan konsentrasi penuh, Han Sen mengayunkan pedang Tai A ke benang-benang putih itu. Benang-benang itu sangat tahan lama, tapi masih kalah dibanding kelenjar pineal. Dengan sekuat tenaga, Han Sen langsung memutuskan beberapa helai.
Begitu benang putih terputus, kelenjar pineal dan Raja Ikan langsung gemetar secara bersamaan. Cahaya di kelenjar pineal tampak sedikit melemah.
Han Sen berseri-seri dalam hati, tahu dirinya telah menemukan jalan yang tepat. Kedua tangannya mencengkeram pedang Tai A dengan cepat menusuk ke bawah, menggali bagian kepala Raja Ikan yang menempel pada kelenjar pineal, lalu memutus benang-benang putih halus yang terhubung.
Namun tengkorak Raja Ikan juga sangat keras, membuat Han Sen kerepotan saat menggali.
Baru setengah bagian tergali, terlihat di kejauhan air danau muncul monster-monster perunggu berbentuk ular.
"Datang secepat ini?" Han Sen tahu itu sang Kaisar perempuan yang turun ke danau, targetnya pasti Raja Ikan.
Pedang Tai A di tangannya semakin dipercepat, tapi tetap tak sanggup menyaingi kecepatan ular-ular perunggu itu. Han Sen menempelkan tubuhnya pada Raja Ikan, memanfaatkan tubuh raksasa itu sebagai tameng. Dari bawah air, matanya sudah bisa melihat tahta perunggu dan sang Kaisar perempuan yang duduk di atasnya. Jaraknya dengan Raja Ikan kini kurang dari seratus meter.
Han Sen mengintip diam-diam dan menemukan hanya sang Ratu Agung yang turun ke danau, membuat hatinya sedikit lega.
Lelaki manusia misterius dan Yasha tidak ikut turun, jika hanya perlu melawan sang Ratu Agung, Han Sen merasa masih ada kesempatan.
Melihat sang Ratu Agung yang semakin mendekat, lalu menatap Raja Ikan dan kelenjar pineal itu, Han Sen bertekad bulat melakukan transformasi ke status Super Di Ling. Kedua tangannya erat menggenggam pedang Tai A, menusukkan dengan keras ke dahi Raja Ikan.
Sinar suci putih menyala-nyala meledak dari pedang Tai A, membawa tenaga mengerikan yang langsung menembus tulang dahi Raja Ikan.
Sang Maharani mendekat dari area ekor Raja Ikan, tidak melihat Han Sen di bagian depan. Begitu sampai di dekat Raja Ikan, langsung memberi komando. Ular-ular perunggu yang membentuk dasar singgasana perunggu tiba-tiba bubar dari bawah tahta, masing-masing ular itu melototkan mata berdarah dan menganga lebar siap menggigit tubuh Raja Ikan. Ekspresi mereka seolah ingin membagi-bagi dan melahap sang raja ikan.
Menyaksikan gerombolan monster ular berdatangan, Han Sen yang berada di bagian kepala ikan menggigit giginya sampai berbunyi "krek", mengerahkan seluruh tenaga makan asi yang nyaris membuatnya kehabisan napas.
Dang!
Akhirnya, kelenjar pineal itu berhasil dicongkel Han Sen langsung dari tengkorak kepala Raja Ikan. Organ itu langsung memantul keluar disertai semburan darah keemasan kemerahan.
Begitu kelenjar pineal tercabut, Raja Ikan seolah terbangun dari tidur panjang. Tubuhnya menggelepar keras, memancarkan cahaya gemilang. Cahaya keemasan bergulung-gulung bagai ombak, menyapu Han Sen dan kawanan ular perunggu yang hampir menggigit tubuhnya hingga terlempar jauh.
Sang Permaisuri membeku. Ia menyaksikan langsung Raja Ikan tersiram Buah Biluo. Menurut prinsip seharusnya makhluk itu tak bisa melawan lagi. Bagaimana mungkin tiba-tiba ia kembali waras?
Han Sen yang baru saja menempel di tubuh Raja Ikan menggunakan teknik simulasi aura dari Jing Dongxuan, tak terdeteksi oleh Sang Permaisuri. Wanita itu tak menyangka ada orang lain di situ, sehingga tak tahu bahwa Han Sen-lah yang membantu mencabut kelenjar pineal.
Raja Ikan yang telah sadar sepenuhnya langsung memancarkan sinar keemasan kemerahan begitu melihat ular-ular perunggu dan Sang Permaisuri. Tanpa basa-basi, ia menyemburkan energi itu ke arah sang penguasa perempuan.
Sebuah aura merah keemasan bak gelombang pasang mengalir ke arah Ratu Perunggu. Meski tak sekuat saat Raja Ikan berubah menjadi naga, intensitasnya tetap sangat mengerikan.
Dengan tatapan dingin, Ratu Perunggu bahkan tak berkedip. Ular-ular perunggu secara otomatis berkumpul di bawah tahta, meliukkan ekor mereka membentuk aliran perunggu raksasa yang menghadang gelombang merah keemasan.
Dor!
Benturan antara ekor ular dan aliran merah keemasan meledakkan seluruh danau. Airnya menyembur ke langit bagai letusan gunung berapi, menerbangkan segala isi danau ke angkasa.
Han Sen yang telah keluar dari wujud Super Di Ling, ikut terlempar bersama air hingga ratusan meter ke udara sebelum akhirnya jatuh kembali menyentuh permukaan danau.
Han Sen tidak jatuh kembali ke danau, tubuhnya berputar lalu mendarat di hutan tepi pantai. Menunggu ombak surut dari pepohonan dan mengalir kembali ke danau, aura Han Sen telah menyatu sempurna dengan vegetasi.
Dari dalam danau terdengar ledakan mengerikan tak henti, cahaya emas-merah terus meledak di perairan. Air danau menyembur berulang kali, menyebabkan hujan deras mengguyuh wilayah ratusan li sekitarnya.
Han Sen menyelinap di balik hutan, membiarkan hempasan air menghantam, namun matanya tertuju ke gunung di kejauhan.
Pria manusia itu baru merangkak seperempat jalan, masih jauh dari puncak. Sementara Yasha telah melayang di puncak gunung, hanya dua meter dari Buah Biluo yang hendak ditelan Raja Ikan tadi.
Asap hitam mengerikan membubung dari tubuh Yasha. Getaran sayapnya bagai iblis jahat yang lolos dari neraka, dengan ekspresi mengerikan ia meraih buah mistis itu.
Saat Yasha hampir meraih Buah Biluo, tiba-tiba dari buah itu menyemburkan cahaya hijau yang langsung menghujam dahinya dalam sekejap.
Yasha panik bukan main, tak menyangka Buah Biluo ternyata masih bisa menyemburkan energi Jalan-Mu untuk kedua kalinya.
Untungnya Yasha masih siaga, begitu melihat kilatan hijau langsung menggetarkan sayapnya menghindar seperti burung layang-layang menyambar udara, lolos dari semburan itu.
Tapi cahaya hijau itu malah berbelok tajam, menghantam bagian belakang kepalanya. Seketika matanya terbalik, tubuhnya limbung seperti orang pingsan, langsung terjungkir dari puncak gunung.
