Han Sen masih ingin bertanya lagi, tapi melihat pria itu sudah merangkak ke tengah gunung, mendekati sulur-sulur Biluo Teng yang seperti naga raksasa. Sorot mata Han Sen langsung teralihkan. Dia ingin tahu sebenarnya apa andalan pria ini untuk memetik Buah Biluo.
Di bawah sorotan mata Han Sen, pria itu telah sampai di dekat sulur ungu. Tangannya ternyata meraih sebatang sulur ungu.
Han Sen tak tahu apa maksudnya. Kekuatan sulur ungu tidak kalah dari Makhluk Dewa Super yang mengamuk. Bahkan Raja Ikan pun enggan terkena cambukan sulur ungu. Tapi pria ini langsung mengulurkan tangan untuk meraihnya. Aksi ini terlihat gila.
Tapi kejadian berikutnya justru membuat Han Sen semakin terkejut. Pria itu mengulurkan tangan dan menggenggam sulur ungu, namun tanaman itu sama sekali tidak bereaksi. Seolah hanya tumbuhan rambat biasa, ia memanjat ke atas dengan berpegangan pada sulur yang diam tak bergerak.
"Bagaimana mungkin ini terjadi?" Mata Han Sen membelalak, tak kuasa menahan diri untuk mengusap-usap kelopak matanya.
Kenyataannya memang demikian. Pria itu benar-benar berhasil memanjat ke atas sulur ungu, bahkan kecepatan naiknya justru semakin meningkat.
Sulur-sulur ungu yang bergelombang seperti naga dan mega itu tidak hanya tidak menyambuknya, bahkan bergerak sedikitpun tidak, seolah terlelap dalam tidur.
"Pantasan Sang Permaisuri berani menyuruh pria itu memetik Buah Biluo. Luar biasa! Bagaimana cara dia melakukannya? Apakah Biluo Teng tidak akan melukai manusia? Kalau begitu, bisakah aku juga mencoba memetiknya?"
Tapi Han Sen berpikir ulang, merasa ini tidak mungkin. Makhluk seperti Kaisar Wanita, bukankah mudah mencari beberapa manusia? Dia bisa pergi ke perlindungan mana saja, baik yang atas namanya atau bukan. Cukup berbicara, pasti banyak makhluk roh yang mau mengirimkan manusia dari dalam perlindungan. Untuk apa harus menahan amarah jantan ini? Meski kesal, dia tetap menyetujui syaratnya.
"Apa-apaan ini, bagaimana mungkin manusia jantan bisa membuat Biluo Teng - tumbuhan gen semacam itu - memperlakukannya berbeda?" Han Sen benar-benar tak mengerti.
Kaisar Wanita terus mengawasi jantan itu. Melihat sulur ungu tidak meresponsnya, sorot matanya menampakkan secuil sukacita.
Gerakan tangan dan kaki jantan itu bertambah cepat. Han Sen baru menyadari bahwa sebelumnya jantan itu bukan tidak bisa merangkak cepat, melainkan sengaja memperlambat gerakannya. Setelah mencapai sulur ungu, kecepatannya semakin meningkat. Tak lama kemudian, dia telah sampai di puncak gunung, mendekati Buah Biluo yang sebelumnya ingin dipetik oleh Raja Ikan dan Yasha.
Sorot mata Han Sen dan Sang Kaisar terkonsentrasi pada jantan dan Buah Biluo itu. Buah yang gagal dipetik oleh Raja Ikan dan Yasha ini, entah apakah bisa diambil oleh manusia jantan tersebut.
Berbeda dengan terburu-burunya Raja Ikan dan Yasha, jantan itu justru berhenti di depan buah. Dia mengulurkan telapak tangannya, lalu menggoreskannya dengan kuku tangan satunya hingga terkelupas.
Darah segera mengalir dari luka besar itu. Han Sen langsung membelalakkan matanya.
Awalnya Han Sen mengira, meski pembuluh darah pria itu berwarna biru, darahnya seharusnya tetap merah. Bagaimanapun juga, darah vena pada dasarnya berwarna hijau kebiruan, mungkin ada sedikit kondisi khusus yang membuatnya membiru.
Namun saat melihat darah pria ini, Han Sen terkejut. Darahnya ternyata benar-benar biru, biru yang jernih dan memesona.
"Darah biru... Han Jingzhi... Mungkinkah dia Han Jingzhi?" Mata Han Sen membelalak menyaksikan darah biru yang mengalir dari telapak tangan pria itu, ekspresi wajahnya berubah-ubah.
Pria itu memutar telapak tangannya, membuat darah birunya menetes ke Buah Biluo.
Butiran darah biru jatuh di Buah Biluo. Buah itu mulai bergetar halus, menyerap darah biru seperti spons, membuat warna hijaunya yang zamrud semakin berkilau.
Hingga darah biru di buah itu lenyap sepenuhnya, Buah Biluo juga berhenti bergetar, barulah sang jantan perlahan mengulurkan tangannya untuk meraih Buah Biluo.
Tiba-tiba, cahaya hijau memancar lagi dari dalam buah itu, membuat Han Sen dan Sang Ratu terkejut dalam hati.
Namun sang jantan langsung meraih cahaya hijau itu dengan tangannya, sementara tangan satunya terus meraih Buah Biluo. Dengan satu tenaga, ia mencabut Buah Biluo sebesar kepala manusia dari sulur duri.
Buah Biluo tak lagi menunjukkan reaksi apapun, hanya diam tergenggam di tangan sang jantan.
Sang Ratu berseri-seri tak bisa menyembunyikan kegembiraannya, berteriak ke arah pria di puncak gunung: "Cepat turunkan Buah Biluo itu!"
Tanpa ragu, sang jantan memanjat turun sambil membawa Buah Biluo.
Sang Ratu tak lagi berminat bertarung dengan Raja Ikan. Ia langsung mengarahkan tahta perunggu-nya menyambut sang jantan, menanti detik-detik lepasnya sang jantan dari jangkauan Biluo Teng untuk merebut Buah Biluo itu.
“Raja Ikan sepertinya sudah menyadari bahwa dirinya bukan lawan sang wanita, tidak juga mengejar. Hanya berenang beberapa putaran di danau, melirik penuh keengganan ke arah Biluo Teng di puncak gunung, lalu berbalik menuju aliran sungai. Seolah telah menyerah pada rencana merebut Biluo Teng.”
Han Sen diam-diam merinding. Baik Raja Ikan, Yasha, Sang Ratu maupun pria itu—semua hanya mengincar satu Buah Biluo terkecil. Padahal masih ada enam buah di atasnya, tapi mereka semua tak berani menyentuh. Betapa mengerikannya Biluo Teng ini bisa dibayangkan.
“Beri padaku Buah Biluo!” Begitu pria itu keluar dari cakupan Biluo Teng, Sang Ratu sudah berada di hadapannya, ingin merebut buah di tangan pria tersebut.
Pria itu mengabaikannya, tetap asyik merangkak turun.
Di pupil Sang Ratu terlihat kilatan amarah. Tapi ternyata dia menahan diri, terus mengikuti pria itu hingga turun dari gunung besar.
“Sekarang boleh berikan padaku?” Baru setelah pria itu turun ke tanah, Sang Kaisar Wanita berbicara dengan wajah dingin.
“Barang yang kami mau mana? Tangan bayar tangan kirim barang.” Pria itu menjepit Buah Biluo dengan satu tangan, sementara tangan satunya mengulur ke arah Sang Kaisar Wanita.
Sang Kaisar Wanita menunjukkan sedikit keraguan, namun tetap mengeluarkan suatu benda dan menggenggamnya di tangannya.
Begitu pria itu menerima benda tersebut, Sang Kaisar Wanita langsung merebut Buah Biluo. Wajahnya dipenuhi kegembiraan, tak lagi mempedulikan pria itu, langsung mengendarai tahta perunggu dan pergi.
Han Sen dalam hati terkejut. Sosok mengerikan seperti Sang Kaisar Wanita yang didukung harta rahasia seperti tahta perunggu, ternyata tidak mencoba merebut paksa melainkan benar-benar bertukar dengan pria itu. Pria manusia Blue Blood itu tampaknya jauh lebih mengerikan dari yang dia bayangkan sebelumnya.
Benda yang digunakan Maharani untuk menukar dengan pria itu adalah sebuah botol kayu. Pria itu langsung membuka botol kayu, mendekatkan mulut botol ke bibirnya, lalu menengadah dan menelannya. Botol kayu itu kemudian dilempar sembarangan ke tanah.
Han Sen sangat ingin tahu isi sebenarnya dari botol kayu itu, sayangnya sama sekali tidak sempat melihatnya.
Tiba-tiba, pria itu berjalan langsung ke arah hutan, membuat raut wajah Han Sen berubah. Entah apakah pria itu telah menemukannya.
Pria itu sampai di depan hutan, matanya mengamati sekeliling, lalu alisnya berkerut. Sorot matanya kembali menyapu hutan, dan akhirnya terpaku pada semak-semak tempat Han Sen bersembunyi.
"Ternyata masih ada yang tahu barang bagus. Tinggalkan Buah Biluo, kau boleh pergi dengan selamat." Pria itu menatap semak persembunyian Han Sen dengan tenang.
