Sayangnya upaya kabur mereka sudah terlambat. Dengan gerakan tangan halus Sang Ratu Yongye, kegelapan langsung menyergap dan menelan seluruh Kaisar serta makhluk dewa super itu.
Kaisar dan Makhluk Dewa Super yang kehilangan akal melihat diri mereka hampir ditelan kegelapan, segera melepaskan tenaga untuk mencoba menghancurkan kegelapan itu. Namun kekuatan yang dianggap top di Perlindungan Ketiga ini, saat menghantam kegelapan, justru ditelan tanpa suara, bahkan tidak bisa membuat riak sekecil apa pun.
Sekejap mata, di tengah teriakan panik dan geraman marah para Kaisar dan Makhluk Dewa Super, semua akhirnya ditelan oleh kegelapan.
"Sok misterius!" Dewa Tanpa Tuhan membentak, raganya langsung merobek ruang angkasa sambil mengayunkan Pisau Tanpa Tuhan ke arah Yongye Sang Ratu.
Dia tidak percaya semi-dewa benar-benar bisa turun ke Perlindungan Ketiga, menganggap yang datang mungkin hanya perpanjangan diri Yongye Sang Ratu. Di saat yang sama, dengan keyakinan penuh pada kekuatannya sendiri, dia berniat menembus pertahanan Sang Ratu.
Memandang Kaisar Tanpa Tuhan sudah menghantam hingga ke hadapan Yongye Sang Ratu, tapi Sang Ratu hanya mengibaskan tangan dengan santai. Seketika kegelapan langsung menelan Kaisar Tanpa Tuhan, tak meninggalkan bekas sama sekali.
Lalu Yongye Sang Ratu kembali menggerakkan tangan halusnya, seolah sedang mengelap papan tulis, menghapus seluruh kegelapan itu.
Han Sen tercekat menemukan bahwa Makhluk Dewa Super dan para Kaisar dalam kegelapan juga ikut menghilang bersama lenyapnya kegelapan.
"Di mana para Kaisar dan Makhluk Dewa Super itu?" Han Sen tak tahan bertanya.
"Sudah dihapus tuntas." Yongye Sang Ratu berkata dengan datar.
Hati Han Sen berdesir: "Apakah para Kaisar itu masih bisa regenerasi lagi?"
"Tidak bisa. Mereka sudah tidak punya kesempatan seperti itu lagi." Sang Ratu menjawab santai, seolah membicarakan hal remeh.
Baru saja selesai bicara, alis halus Yongye Sang Ratu kembali berkerut: "Batu Jiwa ternyata bisa secara otomatis memaksanya regenerasi, memang agak berbakat."
"Ibu, yang Ibu maksud adalah Kaisar Tanpa Tuhan?" tanya Sang Ratu Teratai Hitam.
Yongye Sang Ratu mengangguk perlahan: "Waktu penampakan-Ku terbatas, jadi tidak sempat menghancurkan Batu Jiwanya. Tapi tak masalah, ikut saja Aku langsung ke Perlindungan Keempat. Mulai sekarang takkan ada yang berani meremehkanmu sedikit pun."
"Bisa langsung pergi?" Sang Ratu Teratai Hitam terkejut.
Yongye Sang Ratu tersenyum: "Lalu menurutmu untuk apa semi-dewa turun ke dunia?"
"Tapi altar pemanggilannya bukan milikku." Sang Ratu Teratai Hitam menatap Han Sen.
Yongye Sang Ratu berkata santai: "Bawa saja dia ikut."
Han Sen buru-buru menyela: "Terima kasih Yang Mulia Semi-Dewa, aku tidak mau ikut. Bawa saja Kakak Teratai Hitam."
Dalam hati Han Sen mengutuk Kaisar Naga: "Dasar anggota ini sama sekali tidak tepercaya! Hanya memahami sebagian, berani-beraninya mengoceh sembarangan di hadapanku."
Sekarang Han Sen akhirnya mengerti, turunnya semi-dewa sebenarnya adalah saluran cepat yang aman untuk memasuki Perlindungan Keempat, tanpa harus menderita siksaan pembaptisan api suci, dengan 100% bisa naik level menjadi semi-dewa.
Sayangnya Han Sen sama sekali tidak tertarik dengan cara kenaikan level semi-dewa seperti ini. Belum lagi kunci gennya belum sepenuhnya terbuka, sekalipun terbuka, dia tetap akan menapaki Tangga Langit dan menjalani pembaptisan api suci untuk naik level, tidak akan mengambil jalan pintas seperti ini.
Kalau Han Sen memang ingin mencari jalan pintas, tinggal masuk ke Kolam Evolusi saja, sama-sama memiliki tingkat keberhasilan 100%, tidak perlu repot seperti ini.
"Ibu, aku tetap ingin naik level melalui Tangga Langit," Sang Ratu Teratai Hitam merenung sejenak, lalu berkata dengan keteguhan yang tak tergoyahkan.
Sang Ratu Yongye membelai rambutnya penuh pujian: "Keyakinanmu memang yang terbaik. Pembaptisan api suci memberikan banyak manfaat bagi tubuh dewa, ini adalah jalan benar untuk naik level sebagai semi-dewa."
"Setelah berkata demikian, Yongye Sang Ratu mengerutkan kening halus, tiba-tiba menunjuk seberkas cahaya hitam yang mendarat di tangan Sang Ratu Teratai Hitam: "Waktu-Ku hampir habis, segera akan kembali ke Perlindungan Keempat. Bawalah ini, jika Si Tanpa Tuhan itu kembali mengganggumu, benda ini dapat memukul mundurnya dan menjagamu tetap aman."
Sambil berkata, Yongye Sang Ratu perlahan-lahan berjalan kembali ke altar, raganya berubah kembali menjadi patung batu secara bertahap.
"Hei hei... Semi-dewa... Jangan pergi dulu... Akulah yang memanggilmu turun ke dunia... Harusnya kau memberiku hadiah kan?" Hati Han Sen dipenuhi frustasi, ingin mendekat untuk meminta keuntungan, namun sebelum ucapan selesai, Yongye Sang Ratu telah kembali ke atas altar dan berubah menjadi patung batu.
Beberapa saat kemudian altar itu langsung menghilang dalam kegelapan, lalu cahaya terang menyilaukan mata, Han Sen dan Sang Ratu Teratai Hitam tiba-tiba sudah kembali di samping Batu Cahaya Malam.
Batu Cahaya Malam itu tampak penuh retakan, lalu hancur berkeping-keping tanpa meninggalkan jejak.
Gelas tembaga jatuh ke tangan Han Sen, tidak ada transformasi aneh lagi, juga tidak gemetar.
Han Sen langsung menunjukkan wajah frustasi, setelah susah payah memanggil semi-dewa, ternyata dia sama sekali tidak memperoleh keuntungan.
"Haa!" Sang Ratu Teratai Hitam melihat ekspresi frustasi Han Sen, tidak tahan lagi tertawa terbahak-bahak sambil berkata: "Jangan sedih, bagaimana jika kakak memberimu hadiah?"
"Hadiah apa?" Han Sen langsung bersemangat bertanya. Gagal mendapat keuntungan dari Sang Semi-Dewa Malam Abadi, mendapat sesuatu dari Sang Ratu Teratai Hitam juga lumayan.
Sorot mata Han Sen tak terhindarkan tertuju pada batu permata hitam di tangan sang ratu. Ini adalah harta yang ditinggalkan Sang Semi-Dewa Malam Abadi tadi. Jika sang ratu mau memberikannya, itu akan sangat sempurna.
Tapi Han Sen tahu kemungkinannya sangat rendah, jadi dia hanya sejenak melamunkan keserakahan itu saja.
Tapi siapa sangka Sang Ratu Teratai Hitam malah mengambil permata hitam itu, mengayun-ayunkannya di depan Han Sen sambil berkata dengan ekspresi ambigu: "Permata Malam Abadi ini..."
"Mau diberikan padaku?" Han Sen langsung berseri-seri.
Namun Sang Ratu Teratai Hitam hanya menggoyangkan permata itu di depan Han Sen sebelum menyimpannya kembali: "Tentu saja ini akan kusimpan sendiri."
"Lalu buat apa menggodaku tadi?" Han Sen menggerutu dalam hati.
Sang Ratu Teratai Hitam tampak menikmati ekspresi frustasi Han Sen. Dengan senyum manis ia berkata: "Jangan khawatir, Kakak akan memberimu hadiah yang lebih baik."
"Hadiah lebih baik?" Han Sen memandangnya dengan skeptis. Apa mungkin ada yang lebih berharga dari peninggalan semi-dewa?
"Benar, hadiah yang lebih baik dari Permata Malam Abadi. Apa kamu tidak menginginkannya?" Sang Ratu Teratai Hitam bertanya sambil menyembunyikan senyumnya.
"Barang yang diberikan Kakak, apapun aku suka, pasti mau." Han Sen cepat-cepat menjawab.
Meski sudah mengambil begitu banyak janin suci, tapi tak ada yang akan mencibir barang bagus. Tentu saja Han Sen tak punya alasan untuk menolak.
Apalagi Semi-dewa Malam Abadi itu dipanggilnya sendiri, tapi hasilnya keuntungan malah didapat Sang Ratu Teratai Hitam. Wajar saja jika Sang Ratu memberi kompensasi padanya.
Sang Ratu Teratai Hitam berputar di depan Han Sen, lekuk tubuhnya yang seksi dan proporsional terpampang jelas. Terutama sepasang kaki yang panjang dan putih, sungguh sangat memikat.
Han Sen belum sempat mengetahui dengan pasti maksud Sang Ratu, tiba-tiba Sang Ratu berkedip-kedip dengan genit sambil bertanya: "Menurutmu hadiah Kakak ini bagaimana?"
"Kakak, maksudmu..." Mata Han Sen membelalak, memandang Sang Ratu Teratai Hitam dengan ekspresi tak percaya.
“Maksudnya kakak akan menjadikan diri sendiri sebagai hadiah untukmu. Bagaimana menurutmu hadiah ini? Apakah lebih berharga daripada Batu Permata Malam Abadi?” Sang Ratu Teratai Hitam berkedip-kedip sambil bertanya.
“Berharga... Pasti seratus bahkan seribu kali lebih berharga dari Batu Permata Malam Abadi... Tapi aku jadi tidak enak... Gadis, apa kamu mau ikut aku sekarang?” Han Sen berpura-pura sungkan sebentar, sama sekali tidak menunggu Sang Ratu Teratai Hitam bicara, langsung memandanginya dengan rakus.
