"Tidak bisa! Bagaimana mungkin memberi nama seperti ini? Kalau cucu kita nanti jadi pemimpin negara, orang akan memanggilnya 'Pemimpin Bunga Kecil'... Lelucon kosong untuk pemimpin... Ini seperti apa? Nama yang tidak cocok untuk sosok besar, mutlak tidak boleh!" Sebelum Han Sen sempat bicara, sang ibu mertua sudah protes duluan.
"Pikiran picik wanita! Nama ini memancarkan aura spiritual dan kecerdasan, masa depan pasti membawa kemegahan. Lagipula Pemimpin Negara Alliance itu apa gunanya? Bukankah saya sendiri pemimpinnya? Tiap hari kerja sampai mau mati, masih harus menahan amarah tidak berguna. Kelak Xiao Hua kita akan jadi jantan yang menghancurkan alam semesta..." Ji Ruozhen marah sampai kumis bergerak sambil melotot.
“Ayah, semua bilang nama tidak boleh terlalu bagus, nanti sulit menghidupi. Bagaimana kalau kita jadikan Xiaohua sebagai nama panggilan saja, Ayah coba pikirkan yang lain?” Ji Yanran juga sudah tidak tahan mendengarnya, nama "Xiaohua" memang terlalu "memukau".
Melihat seisi keluarga tampaknya tidak menyukai nama ini, Ji Ruozhen terpaksa berkompromi sedikit: "Baiklah, Xiaohua akan jadi nama panggilan. Untungnya saya masih punya rencana kedua, meskipun tidak sebagus yang pertama, masih bisa dipakai dengan Upaya Setengah Hati."
Mendengar ini, semua orang mulai merasa agak tidak beres. Jika rencana pertama saja sudah menakutkan, apalagi yang lebih buruk dari itu.
Ji Ruozhen berpikir sejenak lalu berkata: "Kalau kalian tidak suka Han Xiaohua, bagaimana dengan Han Fei?"
"Bagus! Sangat bagus! Nama ini tingkatnya luar biasa! Benar-benar berkelas!" Han Sen, Luo Lan, Ji Yanran, dan ibu mertua langsung berseru kompak.
Bukan karena nama ini sangat bagus, melainkan mereka benar-benar khawatir. Dengan memiliki nama yang normal saja mereka sudah merasa cukup, takut Ji Ruozhen akan menciptakan masalah lagi. Jika nama ini ditolak, dia mungkin akan memberi nama seperti Han Dajiao (Kaki Besar Han), itu pasti akan kacau.
Akhirnya nama bayi pun ditetapkan: nama besarnya Han Fei, nama panggilannya Xiaohua.
Meski rencana kedua telah mendapat pengakuan bulat, Ji Ruozhen masih enggan menerima. Beberapa kali dia mencoba membujuk mereka untuk menerima Han Xiaohua sebagai nama resmi, namun semua orang pura-pura tuli dan tidak menanggapi omongannya.
Di rumah sudah ada robot cerdas level tinggi yang merawat, jadi tidak perlu bantuan orang lain. Tapi Ji Ruozhen yang super sibuk itu tetap menyempatkan diri berkunjung sesekali untuk melihat cucunya.
Sang ibu mertua pun menetap di rumah lama Keluarga Han. Secara nominal dia membantu merawat masa nifas, tapi kenyataannya hanya memeluk Xiaohua sepanjang hari sambil terus menciumi, sangat mesra.
Meski Luo Lan juga menyukai anak-anak, dia tidak terlalu suka mengerjakan pekerjaan rumah. Ia hanya duduk di sofa sambil menyuruh ibu mertua Han Sen bekerja, dan sang ibu mertua tampak sangat menikmati pekerjaannya.
Entah kenapa, meski ada nama besar Han Fei, seiring waktu panggilan "Xiao Hua" justru lebih sering digunakan. Biasanya di rumah, semua orang tetap memanggilnya Xiao Hua.
Xiao Hua adalah anak yang sangat pendiam. Ia sama sekali tidak rewel dan mudah disukai orang. Ibu mertua yakin Xiao Hua pasti akan menjadi sangat kompeten di masa depan, sehingga merawatnya seperti harta berharga.
Tapi meski sangat kalem, Xiao Hua tidak boleh diprovokasi. Jika emosinya meledak, tenaga yang dikeluarkannya bisa dengan mudah menghancurkan seluruh jalanan.
Untungnya sifat Xiao Hua sangat baik dan penurut. Kecuali dipukuli seperti yang dilakukan Ji Ruozhen, umumnya sulit membuatnya benar-benar marah.
Han Sen tinggal di rumah kita untuk beberapa waktu, tidak ada persoalan yang harus dikerjakan, semua pekerjaan sudah diambil alih oleh ibu mertua. Di rumah dia hanya menganggur, akhirnya memutuskan masuk kembali ke perlindungan.
"Kenaikan level Inti Gen terlalu lambat, harus mencari solusi untuk mengkristalkan Inti Gen Super Di Ling terlebih dahulu." Setelah berubah menjadi Super Di Ling, Han Sen mencari lembah terpencil di luar, berulang kali melepaskan letusan tenaga, ingin melakukan eksperimen bagaimana caranya memadatkan Inti Gen.
Eksperimen demi eksperimen berakhir dengan kegagalan. Akhirnya Han Sen mencoba menggunakan Teknik Menabung untuk mengerahkan tenaga.
Koin emas mulai terkristal di antara jari-jarinya, angka di permukaannya berdenyut dengan cepat - satu, dua, tiga... Seiring berjalannya waktu, tenaga di antara jari Han Sen semakin kuat. Angka pada koin emas telah mencapai 27 yang mencengangkan.
Ini setara dengan 27 kali lipat tenaga asli Han Sen. Raga-nya mulai agak tak tahan menerima tenaga mengerikan seperti ini.
Han Sen terus mengerahkan tenaga ke dalam koin emas, membuat kekuatan koin emas terus bertambah.
Saat mencapai tiga puluh kali lipat, tubuh Han Sen sudah dipenuhi keringat, seolah baru dikeluarkan dari dalam air.
Di angka empat puluh kali lipat, tubuh Han Sen mulai gemetaran, seluruh badannya bergetar hebat.
Koin emas itu memancarkan cahaya ilahi yang berkilauan, menyebarkan aura mengerikan yang ekstrem. Jika koin ini meledak, meski ada satu peleton Han Sen sekalipun mungkin akan langsung hancur berkeping-keping.
Biasanya Han Sen takkan melanjutkan, tapi hari ini ia ingin tahu batas kemampuannya yang sebenarnya, sehingga tetap mengerahkan tenaga.
Tak lama, angka di koin emas telah menembus lima puluh. Tenaga mengerikan seperti ini, jika berada dalam tubuh Han Sen yang kuat sekalipun, mungkin sudah meledak.
Untunglah koin emas terkonsentrasi di luar, Han Sen hanya perlu berhati-hati mengangkat tenaganya agar tidak jatuh ke tanah dan meledak.
Meski begitu, koin emas telah membawa beban besar bagi Han Sen. Seluruh tenaga terkonsentrasi di jarinya, tulang-tulangnya mengeluarkan suara gemeretak.
Tenaga meningkat perlahan. Saat angka di koin emas mencapai 100, Han Sen tak berani melanjutkan. Dia mulai tak bisa mengendalikan kekuatan koin itu.
Ingin membuat kekuatan koin emas menghilang, tapi ternyata tidak bisa. Kekuatan koin telah melampaui kemampuan kontrolnya, bahkan menghilangkannya pun mustahil.
Han Sen langsung mengeksekusi rencana kedua - melemparkan koin emas itu agar meledak di luar.
Alasan memilih lembah ini karena di sebelahnya ada retakan jurang. Tak diketahui seberapa dalam, asal koin itu dilempar ke bawah, ledakannya tak akan mempengaruhinya setelah mendarat.
"Han Sen sama sekali tak ingin menjadi orang pertama yang hancur oleh granat tenaganya sendiri. Tapi saat dia mengerahkan sekuat tenaga untuk melemparkan koin emas itu, ditemukan bahwa tenaga koin tersebut terlalu berat. Kini jaraknya dengan jurang hanya tiga meter. Namun sekarang, tiga meter saja sudah mustahil, bahkan sepuluh sentimeter pun tak sanggup dilemparkannya."
Han Sen menggigit giginya, mencengkeram koin emas sambil merangkak ke tepian jurang. Setiap langkah meninggalkan jejak kaki yang sangat dalam di tanah berbatu. Tulang-tulang di raganya berderak-derak, seolah tak sanggup menanggung tenaga mengerikan itu.
Baru tiga langkah, Han Sen menyadari kakinya sudah tak bisa bergerak lagi. Jarak tiga meter bagai antariksa baginya.
"Gila... Jangan-jangan aku benar-benar jadi orang pertama yang mati oleh ledakan tenaganya sendiri?" Han Sen berusaha keras mengangkat koin itu, tapi sudah tak mampu lagi. Koin emas menindih tangannya perlahan, tak peduli seberapa keras dia berusaha menghalangi.
“Manusia memang tak boleh melakukan ulahnya sendiri!” Melihat koin emas hampir merosot ke tanah, Han Sen sama sekali tak bisa berbuat apa-apa.
Kres!
Bebatuan di bawah kaki Han Sen pecah, batuan di bawahnya juga tak tahan menahan tekanan sekuat ini hingga retak. Han Sen tiba-tiba merasakan kekosongan di bawah kakinya, bersama bebatuan itu terjatuh ke laut dalam.
