Jangkrik Kepala Merah meronta-ronta beberapa kali namun tak bisa melepaskan diri. Tiba-tiba terlihat objek berkilauan seperti ruby mengambang di atas kepalanya yang merah berkilauan.
Han Sen memperhatikan lebih dekat - itu adalah gir rubi berdiameter sekitar satu meter. Begitu gir itu muncul, langsung berputar dengan kecepatan tinggi seperti mesin pemotong, menggerogoti Santo yang membelit jangkrik itu.
Santo yang keras itu ternyata terpotong dengan gemilang. Santo sebesar lengan hanya membutuhkan beberapa detik untuk diputus oleh gerigi rubi yang berputar kencang itu.
Han Sen tanpa basa-basi langsung berbalik dan kabur. Dia jelas bukan tandingan Jangkrik Kepala Merah. Dengan tidak adanya makhluk hidup di sekitarnya yang bisa menyediakan tenaga Genkoin untuk menekannya, bertahan di sini sama saja menunggu kematian.
Selama Jangkrik Kepala Merah belum sepenuhnya bebas, Han Sen hanya ingin kabur sejauh mungkin, sebaiknya menunggu sampai jangkrik itu memotong semua Santo dan tidak bisa menemukannya lagi.
Tapi kenyataan berbeda, setelah Han Sen lari sejauh satu dua ribu meter, terdengar suara "creek creek" keras dari belakang - Jangkrik Kepala Merah telah bebas dan mengejarnya.
Yang lebih mengerikan, ruby gir itu masih berotasi di atas kepala sang jangkrik. Kali ini jika tertangkap lagi, posisinya akan semakin buruk. Gir ruby bahkan bisa memotong Santo, apalagi tubuh Han Sen yang kecil. Jika kena sekali, pasti akan patah menjadi dua segmen.
Han Sen lari mati-matian, tapi tak mampu menghalangi jarak Jangkrik Kepala Merah yang semakin dekat. Yang membuatnya frustasi, ruang bawah tanah di depannya ternyata berakhir di dinding batu besar yang membentang luas, tak ada jalan lagi.
“Sialan!” Han Sen mengutuk dalam hati, matanya menyapu kiri kanan dinding batu, mencari apakah ada gua yang terhubung ke area lain.
Gua di dunia bawah tanah memang banyak, tapi anehnya dinding batu luas ini sama sekali tidak memiliki retakan, hanya tonjolan-tonjolan tak beraturan di mana-mana.
Han Sen terpaksa berbalik dan bersiap menyerbu ke kiri. Untungnya gua bawah tanah ini cukup luas, dia tidak harus langsung kabur kembali dan bertarung habis-habisan dengan jangkrik kepala merah.
Tapi baru beberapa langkah, Han Sen berhenti. Bukan karena bahaya atau halangan di depannya, melainkan jangkrik kepala merah itu telah berhenti 20-30 meter darinya, mengawasinya tajam-tajam tanpa menyerbu mendekat.
Jika Han Sen lari kembali sekarang, justru akan semakin mendekati makhluk itu. Akhirnya dia pun terpaksa berhenti di tempat.
"Jangkrik kepala merah itu berhenti di sana sambil mengerik dengan suara decitan aneh ke arah Han Sen, tapi tak kunjung mendekat. Hal ini membuat Han Sen merasa sangat aneh. Saat kebingungannya memuncak, tiba-tiba Bao'er berteriak: "Ayah, lihat ke belakang!"
"Belakang? Bukankah di belakang hanya ada dinding batu?" Han Sen bingung, namun tetap memutar tubuhnya untuk melihat dinding batu di belakang. Pandangan itu langsung membuatnya terkejut tak alang kepalang.
Bagian yang tidak rata di dinding batu itu awalnya terlihat seperti bongkahan batu seukuran batu gilingan. Tapi kini Han Sen baru menyadari, benda-benda itu bukanlah batu biasa, melainkan kerang-kerang raksasa yang mirip batu.
Kerang-kerang raksasa yang menyatu dengan dinding batu seperti hiasan itu kini telah membuka cangkangnya, memperlihatkan daging merah lembut yang segar di dalamnya.
Sepanjang ratusan meter dinding batu, dipenuhi oleh kerang-kerang batu semacam ini. Semuanya kini terbuka lebar, memamerkan daging merah lembut bercahaya yang memancarkan kilauan misterius. Pemandangan itu terasa mengerikan sekaligus megah tak terkira.
Dan di dalam beberapa kerang batu, Han Sen juga melihat mutiara-mutiara sebesar kepalan tangan pria dewasa, jauh lebih besar dari mutiara Alliance. Warnanya merah transparan kemerahan, terlihat sangat indah.
Han Sen sama sekali tidak berniat mengambil mutiara. Meski tidak tahu level kerang-kerang batu itu, tapi jangkrik kepala merah yang berhenti di tempat pasti punya alasan. Di area ini, satu-satunya yang layak disebut alasan hanyalah kerang-kerang batu itu.
Dengan memindai menggunakan aura Dongxuan, Han Sen menemukan kerang-kerang batu berbagai ukuran itu tidak semenakutkan yang dibayangkan. Banyak yang hanya level purba dan mutasi, beberapa bahkan mencapai level darah suci.
Level seperti ini sepertinya tidak layak membuat jangkrik kepala merah takut. Entah kenapa makhluk itu tetap enggan melangkah lebih jauh.
Han Sen kini berada dalam dilema, di belakang ada Jangkrik Kepala Merah yang menghalangi jalan, sementara di depan adalah jalan buntu dengan deretan kerang batu. Meski level mereka tidak terlalu tinggi, bahkan Jangkrik Kepala Merah yang super pun enggan mendekat, pasti ada sesuatu yang aneh. Kerang-kerang batu itu pasti memiliki tenaga khusus yang membuat Makhluk Dewa Super sekalipun takut.
Saat Han Sen sedang berpikir, tiba-tiba daging lembut dalam kerang-kerang batu itu mulai menjulur keluar seperti lidah. Makin lama makin panjang, merambat ke arah Han Sen.
Sungguh tak terbayangkan bagaimana mengerikannya pemandangan di dinding batu sepanjang ratusan meter itu, dipenuhi lidah-lidah yang menjulur ke arahmu.
Lidah-lidah itu terus memanjang tak henti, persis seperti lidah hantu gantung yang seolah bisa memanjang tanpa batas.
Han Sen melihat-lihat daging lembut yang dikeluarkan kerang-kerang batu itu, lalu menatap jangkrik kepala merah. Dengan tekad bulat ia mencabut pedang Tai A dan menghantamkan ke arah salah satu "lidah" yang mendekat.
Energi vital kehidupan kerang-kerang batu ini tidak terlalu kuat. Sekalipun ada bahaya, Han Sen masih bisa mencari cara mengatasinya. Sedangkan jangkrik kepala merah itu, sama sekali tidak mungkin ia kalahkan.
Tingkat ketajaman pedang Tai A sudah tidak terlalu berguna di Perlindungan Keempat. Namun kekerasan pedang ini tetap handal. Dengan tenaga yang cukup, masih bisa menghasilkan daya hancur yang lumayan.
Mengandalkan kekuatan fisik Han Sen yang digabungkan dengan pedang Tai A, satu sabetan langsung memutus "lidah" itu. Potongan daging yang terputus terjatuh ke tanah, meronta-ronta seperti ular beberapa kali sebelum akhirnya diam.
Bagian daging yang tersisa mengeluarkan cairan merah muda, lalu kembali masuk ke dalam cangkang kerang.
"Memang hanya makhluk mutan, terlihat juga tidak terlalu kuat." Hati Han Sen langsung berbunga-bunga, kerang-kerang batu ini lebih lemah dari yang dia bayangkan.
Han Sen mengayunkan pedang Tai A di tangannya, memutus semua lidah yang mengarah padanya. Tak lama kemudian banyak daging lembut telah terpotong, lidah-lidah seperti itu tak berani lagi menjulur ke arahnya.
"Kerang batu ini sepertinya tidak punya kemampuan khusus ya? Tenaganya juga terlihat lemah, sebenarnya apa yang ditakuti jangkrik kepala merah itu?" Han Sen bergolak pikiran sambil menatap jangkrik kepala merah.
Ditemukannya jangkrik kepala merah itu ternyata sedang mundur, menjauh lagi dari dinding batu.
Han Sen langsung merinding, tahu pasti kerang-kerang batu ini tidak sesederhana itu.
Sebelum Han Sen sempat menoleh, tiba-tiba dia merasakan seluruh gua besar berguncang hebat bagai gempa bumi. Batu-batu berjatuhan tak henti dari atas.
Han Sen menghindari batu-batu yang berjatuhan. Setelah menstabilkan posturnya, dia berbalik melihat ke dinding tebing. Pandangan itu membuat matanya membelalak penuh keterkejutan. Dengan wajah pucat pasi, dia langsung berlari ke arah Jangkrik Kepala Merah.
Sekarang Han Sen akhirnya mengerti apa yang ditakuti Jangkrik Kepala Merah. Dia lebih memilih menghadapi sang jangkrik daripada berurusan dengan sesuatu yang mengerikan itu.
