Setelah beberapa saat mengamati Bao'er, kuda laut es mistis itu kembali menarik tungku besi raksasa dengan kecepatan yang jauh lebih kencang. Dalam sekejap, mereka telah menghilang dari pandangan bersama benda logam berat itu.
Dengan menjauhnya tungku besi, es di sekitar perlahan berkurang. Embun beku di tubuh Si Perak Kecil dan yang lain mulai menghilang, raga yang membeku berangsur pulih.
"Mengerikan sekali, itu sebenarnya apa sih?" gumam iblis wanita setelah pulih, wajahnya masih menampakkan bekas trauma.
Meski memiliki tenaga es yang setara - bahkan sudah mencapai tingkat permata - seharusnya ada kemampuan bertahan saat berhadapan dengan kekuatan sejenis. Tapi nyatanya, tubuhnya tetap membeku di bawah pengaruh hawa dingin itu.
"Yang penting bukan urusan kita, lanjutkan saja." Han Sen menyimpan Inti Gen Dewa, kembali menyusuri hutan es.
Sang iblis wanita melirik Han Sen dengan ekspresi aneh. Bagaimana mungkin pria ini bisa bergerak bebas dalam hawa dingin itu, sementara dirinya sendiri yang punya kekuatan es malah tak berdaya? Hal ini membuatnya terkejut bukan main.
Perasaan diawasi itu terus ada, tapi hingga mereka keluar dari hutan beku, tak ada lagi insiden tak terduga yang ditemui, ternyata bisa memasuki reruntuhan Tuhan dengan aman.
Di dalam reruntuhan, puncak gletser kontinu ada di mana-mana, seolah memasuki alam semesta gletser, bahkan setitik debu pun tak terlihat, kebersihan yang membuat seluruh tubuh tak nyaman.
Cahaya yang dipantulkan salju, bila dilihat lama akan membuat pusing, mata akan merasa sangat tidak nyaman. Meski bagi orang seperti Han Sen dengan kemampuan fisik luar biasa, efeknya tak besar, tapi Han Sen tetap mengeluarkan tiga kacamata hitam besar dan memakainya, dua lainnya masing-masing diberikan ke Bao'er dan Si Perak Kecil.
Kepala dan mata Binatang Suci Laut Bintang terlalu besar, Han Sen tak bisa menemukan kacamata hitam yang cocok untuknya.
"Bukannya kamu bilang di reruntuhan ada terowongan cahaya ilahi, di posisi mana barang itu?" Han Sen bertanya sambil mengawasi si iblis wanita.
Terowongan Cahaya Ilahi terbentuk dari medan gaya cahaya khusus yang dihasilkan oleh kekuatan benda ilahi. Setelah masuk ke dalamnya, kita bisa merasakan keberadaan tenaga khusus tersebut. Dalam proses melawan gaya tersebut, raga akan mengalami penguatan tertentu.
Penguatan ini tidak tercermin dalam data gen, tapi memang benar memberikan pertolongan besar bagi fisik.
Han Sen memperkirakan Yumiao dan kelompok Dewi Angin seharusnya menuju ke Terowongan Cahaya Ilahi. Jadi target pertamanya adalah sana. Sekalipun tidak menemui Yumiao dan Dewi Angin, setidaknya bisa mengasah fisik melalui terowongan tersebut.
"Seharusnya dari sini ke arah kiri, sekitar seribu kilometer jaraknya, kita akan sampai di Terowongan Cahaya Ilahi." Tatapan si iblis wanita menyapu pegunungan di sekeliling.
"Apa maksudmu 'seharusnya'?" Han Sen mengerutkan kening.
Si iblis wanita membentangkan kedua tangan dengan pasrah: "Aku juga belum pernah ke sini. Ini cuma informasi yang kudengar. Kalau kabarnya benar, mestinya ada di sebelah kiri sekitar seribu kilometer."
Han Sen mengangguk tidak berkata apa-apa lagi. Binatang Suci Laut Bintang merendahkan tubuhnya, mengizinkan Han Sen, Bao'er, dan Si Perak Kecil naik ke punggungnya. Sambil membopong mereka, ia melaju cepat ke arah yang ditunjuk si iblis wanita.
Saat Binatang Suci Laut Bintang berlari, titik-titik cahaya bintang berkilauan di sekujur tubuhnya, seolah terbang di antara lautan bintang dengan kecepatan yang luar biasa.
Meski tubuh Binatang Suci Laut Bintang luar biasa besar, sama sekali tidak kikuk. Hanya karena sifatnya yang terlalu ramah di keseharian, ia memberi kesan seperti patung. Namun sebenarnya, gerak-geriknya sangat lincah.
"Pelan-pelan! Ini adalah reruntuhan suci, penuh bahaya yang tak terbayangkan!" seru si iblis wanita yang terbang di samping sambil terus memperingatkan mereka.
Han Sen tidak menyuruh Binatang Suci Laut Bintang memperlambat laju, tetap mempertahankan kecepatan tinggi.
Bukan berarti dia tidak takut pada bahaya di reruntuhan itu. Han Sen hanya ingin menguji apakah dengan kecepatan ekstrem ini bisa melepaskan diri dari perasaan diintip yang mengganggunya.
Hanya saja jelas tidak ada gunanya, secepat apapun Binatang Suci Laut Bintang berlari, perasaan sedang diintip itu masih tetap ada.
Awalnya Han Sen mengira mereka diintip karena masuk ke hutan beku, tapi sekarang ternyata tidak demikian. Di seluruh reruntuhan suci ini, mereka akan terus diawasi.
"Mungkinkah benda suci itu memiliki kesadarannya sendiri, bisa mengawasi seluruh reruntuhan suci?" Han Sen berpikir-pikir hanya ini satu-satunya kemungkinan.
Jika bicara tentang makhluk hidup di Perlindungan Keempat, bahkan petarung super sekalipun, Han Sen tidak yakin mereka bisa memiliki energi sebesar itu di reruntuhan suci.
Saat Han Sen sendiri menggunakan Inti Gen Dewa, dia juga bisa mencapai tingkat super. Namun pengaruh kekuatan seperti ini terhadap reruntuhan suci sangat kecil.
"Jika sesuatu ilahi itu yang mengintip, justru tak perlu terlalu khawatir. Makhluk hidup yang masuk sebelumnya sangat banyak, selain sedikit yang bernasib sial, sebagian besar bisa keluar. Sepertinya sesuatu ilahi itu tidak doyan membunuh." Han Sen bergolak berbagai pemikiran dalam hati: "Tapi untuk apa dia mengintip kita? Apakah karena penasaran dengan makhluk asing, atau sedang mencari target yang bisa diandalkan?"
"Jika ingin mencari manusia andalan, bukankah seharusnya mencari para petarung super itu? Kenapa malah tidak mengizinkan petarung super masuk ke reruntuhan ilahi?" Pikiran Han Sen semakin tak jelas, akhirnya ia berhenti berpikir. Ia menyuruh Binatang Suci Laut Bintang memperlambat kecepatan, melanjutkan perjalanan menuju arah terowongan cahaya ilahi.
Tak lama kemudian, tiba-tiba terdengar suara pertempuran di depan yang sangat sengit.
Han Sen mendengarkan sejenak, ekspresinya langsung berubah drastis. Ia bergumam lirih, "Enam Jalan ternyata juga datang ke sini. Orang apa itu yang bertarung melawan Enam Jalan, sampai bisa memaksanya hingga level seperti ini?"
Han Sen sangat familiar dengan teknik pedang Enam Jalan. Begitu mendengar dentingan pedang dari kejauhan, ia langsung mengenali salah satunya adalah Enam Jalan. Bahkan Enam Jalan tampak mengeluarkan letusan pertempuran dahsyat, seolah sedang bertarung mati-matian melawan lawannya.
Meski Inti Gen Enam Jalan mungkin belum kembali ke tingkat super, tenaga fisiknya jelas memiliki level super. Siapapun yang mampu membuatnya bertarung dengan segenap kemampuan, pastinya juga memiliki kekuatan super.
"Bukannya katanya yang level permata ke atas tidak bisa masuk? Kenapa ada petarung kuat mengerikan seperti ini di reruntuhan Dewa? Jangan-jangan ini pejuang lain yang menghancurkan diri dan memulai ulang latihannya?" Han Sen ragu sejenak, tapi akhirnya menyuruh Binatang Suci Laut Bintang berlari ke arah pertempuran. Ia ingin melihat makhluk apa sebenarnya yang sedang bertarung dengan Enam Jalan.
Getaran yang dipicu pertempuran sangat hebat, membuat gletser di sekelilingnya muncul banyak jurang pemisah. Gletser-gletser ini tidak biasa, bahkan petarung tingkat permata pun sulit memecahkannya. Dari sini bisa diketahui bahwa pihak yang bertempur jelas bukan orang sembarangan.
Saat Han Sen dan kawanan mendekati medan pertempuran, akhirnya mereka menyaksikan dua makhluk yang sedang berkonflik. Salah satunya adalah Kaisar Enam Jalan, yang sekarang telah mencapai kenaikan ke tingkat permata. Pedang Enam Jalan-nya bertransformasi menjadi semakin mengerikan.
Sementara lawannya ternyata adalah seorang manusia. Han Sen ternganga tak percaya, manusia itu kebetulan sangat ia kenal.
