Baik di antara semi-dewa manusia maupun makhluk roh dan mutan di Perlindungan Keempat, Tenaga Non-Surga sangat termasyhur. Namun kekuatan ini selalu dikaitkan dengan satu sosok: Pembunuh Dewa Da Luo.
Meski anggota keluarga Luo juga mempelajari Tenaga Non-Surga, tak satu pun mencapai tingkat yang menakutkan seperti sang legenda.
Kengerian itu tak akan terasa bila Tenaga Non-Surga tak disandingkan dengan reputasi Pembunuh Dewa Da Luo.
Giok Asura yang misterius ini ternyata mampu membelah Inti Gen Kaisar Li Huo dengan Tenaga Non-Surga. Andaikan Pembunuh Dewa bukan pria, mungkin orang akan mengira ini penyamaran sang legenda yang turun ke medan perang.
Ekspresi Kaisar Li Huo sangat masam. Inti Gen-nya hancur, membuatnya mengalami trauma. Ditambah lagi menyaksikan Tenaga Non-Surga yang begitu mengerikan, hatinya mulai ragu-ragu. Tanpa melanjutkan pertarungan dengan Giok Asura, ia langsung memilih mundur dari medan pertempuran.
Giok Asura juga segera keluar dari lokasi Perang Para Dewa setelah menang, namun memicu kontroversi besar.
Bahkan para makhluk roh dan mutan pun berbisik-bisik, ingin menyelidiki asal-usul Giok Asura yang misterius ini.
Tapi selain manusia, sangat sedikit makhluk yang memahami ras Asura. Apalagi mengetahui adanya Ratu Shura bernama Giok Asura, sehingga diskusi tak membuahkan hasil.
Han Sen sudah yakin - ini pasti anggota garis keturunan Giok Asura. Hanya saja belum pasti apakah sang Ratu Shura sendiri.
Han Sen kembali memeriksa peta pertarungan. Jika bisa menang enam kali beruntun, di pertarungan ketujuh ia akan berhadapan dengan 'itu' Giok Asura.
Tentu saja, dengan syarat Giok Asura juga harus menang enam kali berturut-turut.
"Ini memang hal yang baik. Aku ingin melihat seberapa kuat sebenarnya kekuatan garis keturunan Giok Asura, agar Xiao Yan nanti tidak dirugikan saat benar-benar berhadapan dengan mereka," batin Han Sen diam-diam.
Tapi untuk bisa melawan Giok Asura, Han Sen harus melewati Enam Jalan terlebih dahulu.
Selama dua hari berturut-turut, Han Sen menyaksikan banyak petarung kuat mengerikan muncul. Namun karena terlalu banyak makhluk yang ikut perang, selain pertempuran antara Kaisar Li Huo dan Giok Asura, Han Sen belum melihat benturan petarung kuat tingkat atas yang sesungguhnya.
Akhirnya, tiba hari ketiga Perang Para Dewa. Melihat waktu sudah hampir tepat, Han Sen segera bertransformasi menjadi Super Di Ling dan memasuki arena pertempuran melalui Prasasti Dojo.
Tempat pertemuan hari ini dipenuhi makhluk hidup secara khusus, dan semuanya berkumpul di depan salah satu arena dojo - tak diragukan lagi itu adalah arena pertarungan milik Koin Emas dan Enam Jalan.
Lebih banyak lagi makhluk yang berada di berbagai arena dojo perlindungan, mengamati pertarungan ini melalui Prasasti Dojo.
"Dewa B! Benar-benar Dewa B!" Ketika sebagian manusia melihat siluet memasuki medan pertempuran, mereka langsung berseru penuh kejutan.
"Ternyata benar Dewa B, dia benar-benar datang."
"Sekarang ada tontonan menarik, aku harap Dewa B bisa mengalahkan Kaisar Enam Jalan."
"Ada kemungkinan, Dewa B pernah memenggal Serigala Pemusnah Dunia, pasti bukan pihak yang lemah."
"Benar-benar koin emas yang membunuh Serigala Pemusnah Dunia itu. Kaisar Enam Jalan ingin naik ke putaran berikutnya dengan mudah, mungkin tidak semudah itu."
"Apa maksudmu? Tidak peduli lawannya siapa, Kaisar Enam Jalan tetap kebal!"
"Menurutku kemungkinan Kaisar Enam Jalan menang lebih besar. Bagaimanapun dulu dia pernah menjadi petarung legendaris peringkat kedua. Lagi pula dia menghancurkan diri dan memulai ulang latihan, Inti Gen-nya kembali mencapai posisi Kaisar. Pasti lebih kuat dari masa lalu."
……
Saat orang-orang berbisik-bisik, tiba-tiba siluet lain memasuki medan pertempuran.
Berbalut jubah hijau, pedang di tangannya tampak seperti kayu hitam. Langkah demi langkahnya mendekat, meski tak ada gerakan mengguncang langit-bumi, namun sorot mata semua orang tertahan tak kuasa beralih darinya.
Seolah tubuhnya memancarkan efek sorot lampu, membuat pandangan mustahil dialihkan. Lebih memikat dari penampilan selebritas manapun, mustahil mengalihkan fokus darinya.
Han Sen mengawasi pria yang berjalan perlahan mendekatinya. Ia sudah mengenali itu Kaisar Enam Jalan, meski sang Kaisar tak menyadari identitas Han Sen.
Kaisar Enam Jalan pernah melihat wujud asli Han Sen, namun belum pernah menyaksikan Han Sen dalam status Super Di Ling. Alami saja ia tak bisa mengenalinya.
"Kamu kuat." Kaisar Enam Jalan berhenti 10 meter dari Han Sen. Setelah mengamati Han Sen sejenak, akhirnya ia bersuara.
Ucapan ini langsung membuat hati para penonton manusia berbunga-bunga. Seorang manusia diakui oleh semi-dewa top? Itu sendiri sudah pantas disebut kehormatan besar.
Sementara makhluk mutan dan roh yang mengenal Kaisar Enam Jalan, setelah mendengar hal itu justru hatinya berdesir. Mereka sangat memahami sifat asli sang Kaisar Enam Jalan.
Pujian orang lain tentang kekuatan lawan tidak serta-merta mencerminkan kebenaran, namun saat Kaisar Enam Jalan menyebut lawannya kuat, maka pasti itu benar adanya – bahkan pastilah kekuatan yang bukan level biasa.
"Terima kasih atas pujiannya." Han Sen berkata dengan tenang, namun sorot matanya tak sekalipun berpaling dari sosok Kaisar Enam Jalan.
Han Sen memiliki pemahaman mendalam tentang Kaisar Enam Jalan, bahkan pernah mempelajari teknik pedangnya. Hanya saja, aliran Jalan Hati Pedang yang dikuasainya dengan baik, sementara lima aliran pedang lainnya hampir tidak pernah ia latih.
Sebenarnya, saat baru memasuki medan pertempuran, Kaisar Enam Jalan sudah menggunakan Jalan Hati Pedang. Melihat Han Sen sama sekali tidak terpengaruh oleh tekniknya, barulah ia menyimpulkan bahwa Han Sen memang sangat kuat.
Aura pedang Han Sen sendiri sudah mencapai tingkat hiperbolis, sehingga wajar tak terpengaruh oleh ilusi Jalan Hati Pedang sang Kaisar. Justru hal ini menimbulkan kesalahpahaman tertentu pada Kaisar Enam Jalan di beberapa aspek.
Kaisar Enam Jalan menggelengkan kepala halus, namun tidak melanjutkan bicara. Pedang di tangannya keluar dari sarungnya, langsung menusukkan satu sabetan ke arah Han Sen.
Tak ada pembukaan, tak ada gerakan pembuka. Tusukan itu terasa alami hingga menyedihkan, namun begitu biasa sampai tak bisa dipahami. Di mata orang lain, ini hanyalah tusukan biasa yang bisa dilakukan siapa pun yang pernah berlatih pedang - bahkan yang belum sekalipun - karena gerakannya memang cuma mengarahkan pedang lurus ke depan.
Tapi tusukan biasa ini terasa berbeda saat di tangan Kaisar Enam Jalan. Bukan karena gerakannya yang mistis, bukan pula tenaga dahsyat yang terkandung di bilahnya, melainkan pada aura pedang yang terpancar.
Jalan Hati Pedang berpusat pada diri dan hati, sementara Teknik Pedang Surgawi dalam Jurus Enam Jalan meminjam kekuatan langit. Tusukan ini sama sekali tak mengandung kesamaran, justru secara diam-diam selaras dengan kekuatan langit-bumi, memadukan energi kosmis dalam satu sabetan.
Bagi orang lain, itu hanya sabetan pedang biasa. Namun di mata Han Sen dan beberapa jagoan, yang terlihat adalah seluruh langit-bumi menindih Han Sen.
Langit dan bumi menjadi pedang, tak ada tempat bersembunyi maupun cara memecahkannya. Teknik pedang ini bisa disebut sebagai penerapan kata 'pasti' yang mencapai batas kemampuannya.
Meski Han Sen menyandang nama Pedang Surgawi, dia paham betul bahwa kemampuan pedang Enam Jalanlah yang merupakan Pedang Surgawi sesungguhnya. Dirinya hanyalah manusia biasa dengan kemampuan pedang yang lumayan, tak sepadan dengan gelar tersebut.
"Kaisar Enam Jalan memang semakin mengerikan. Jika sekarang dia berhadapan dengan anggota dari Timur Lin, sulit diprediksi siapa yang akan menang," ujar Penguasa Tianwai yang tak tahan mengagumi sabetan pedang itu.
Di Perlindungan Bidang Ilahi, Sang Penguasa Bidang Ilahi juga mengerutkan kening halus: "Kaisar Enam Jalan memang tak mengecewakan reputasinya."
